Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tentang Stunting dan Pola Konsumsi: Sebuah Catatan dari Kabupaten Kuningan
14 Februari 2023 13:40 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari ASEP HERMANSYAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Stunting adalah kondisi ketika tinggi badan anak lebih pendek daripada standar tinggi anak di usianya karena kekurangan gizi dalam jangka panjang (kronis). Dikutip dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Sedangkan pengertian stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari-2.00 SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari-3.00 SD (severely stunted). Stunting juga sangat berkaitan tentang pola konsumsi masyarakat terutama konsumsi ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Stunting disebabkan oleh malnutrisi yang dialami oleh ibu saat hamil atau pada balita sejak awal masa emas kehidupan pertama yang dimulai dari dalam kandungan (9 bulan 10 hari) sampai dengan usia dua tahun. Selain itu, stunting juga disebabkan oleh pola asuh yang salah akibat kurangnya pengetahuan dan edukasi bagi ibu hamil dan ibu menyusui, sanitasi lingkungan tempat tinggal yang buruk seperti kurangnya sarana air bersih dan MCK yang memadai, serta terbatasnya fasilitas kesehatan yang dibutuhkan oleh ibu dan balita.
Grafik di atas menunjukkan jumlah balita dan persentase stunting di Kabupaten Kuningan dari tahun 2014 hingga tahun 2022. Dari grafik tersebut terlihat bahwa jumlah balita yang mengalami stunting di Kabupaten Kuningan mengalami turun naik. Persentase stunting terbesar di Kabupaten Kuningan selama sembilan tahun terakhir tersebut sebesar 8,40% atau sekitar 5.553 balita dari 66.107 balita mengalami stunting pada tahun 2019. Dari tahun 2019 tersebut persentase balita yang mengalami stunting di Kabupaten Kuningan terus menurun hingga dua tahun ke depan menjadi 5,37% pada tahun 2021, atau sekitar 3.665 balita yang mengalami stunting dari 68.250 balita pada tahun tersebut.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, di tahun berikutnya persentase stunting di Kabupaten Kuningan mengalami kenaikan sebesar 1,28% menjadi 6,65% atau sekitar 4.798 balita mengalami stunting dari 72.169 balita pada tahun 2022. Bahkan pada sumber lain yaitu hasil bulan penimbangan balita pada Februari 2022 tercatat persentase stunting sebesar 7,30% atau sekitar 5.135 balita mengalami stunting dari total 69.916 balita.
Angka tersebut cukup besar untuk cakupan Kabupaten, mengingat Indonesia sendiri memiliki persentase stunting 24,4% pada tahun 2021 dan 21,6% pada tahun 2022. Dengan angka tersebut, Indonesia termasuk ke dalam negara yang mengalami masalah stunting menurut WHO karena memiliki jumlah kasus di atas 20%.
Dari banyaknya jumlah balita yang mengalami stunting tersebut, sayangnya gejala stunting seringkali tidak disadari, hal ini dikarenakan anak hanya diduga memiliki tubuh pendek. Padahal, anak dengan postur tubuh pendek karena genetik dari orang tuanya berbeda dengan anak yang bertubuh pendek karena mengalami stunting. Hal ini akan terlihat ketika anak telah berusia 2 tahun.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, stunting pada anak dapat dicegah dengan melakukan beberapa cara, di antaranya adalah memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, memberi ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, memberi anak MPASI yang sehat sebagai pendamping ASI, terus memantau tumbuh kembang anak, dan selalu menjaga kebersihan lingkungan. Langkah pencegahan tersebut penting untuk dilakukan, mengingat di Indonesia 23% bayi yang lahir tercatat sudah stunting. Oleh karena itu, pencegahan harus mulai dilakukan sebelum bayi lahir, bahkan sejak perempuan masih di usia remaja. Namun apabila stunting telah terjadi, maka langkah pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan perbaikan nutrisi, pemberian suplemen, pengobatan penyakit penyebabnya, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Salah satu pola hidup sehat yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah dan menangani stunting adalah dengan mengkonsumsi makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari. Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, kebutuhan gizi adalah jumlah zat gizi minimal yang dibutuhkan oleh setiap orang.
ADVERTISEMENT
Kebutuhan gizi setiap orang tersebut berbeda-beda tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, tingkat aktivitas fisik, kondisi medis atau penyakit penyerta tertentu, dan lainnya. Namun, kebutuhan gizi rata-rata masyarakat dapat dilihat melalui Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG adalah nilai yang menunjukkan kebutuhan rata-rata zat gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari oleh hampir semua orang dengan karakteristik tertentu untuk hidup sehat.
Kebutuhan gizi manusia tersebut dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kebutuhan gizi makro dan kebutuhan gizi mikro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah banyak. Sebaliknya, zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tubuh manusia. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan zat gizi mikro terdiri dari berbagai jenis vitamin dan mineral seperti kalsium, natrium, zat besi, kalium, vitamin, magnesium, fosfor, dan lain-lain. Secara umum, tubuh manusia membutuhkan karbohidrat sebesar 6-75% dari kebutuhan kalori total, protein sebesar 10-15% dari kebutuhan kalori total, dan lemak sebesar 10-25% dari kebutuhan kalori total.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari pola konsumsi makanan masyarakat Kabupaten Kuningan melalui pengeluaran per kapita sebulannya, dapat diperkirakan apakah dengan pola konsumsi tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi harian masyarakatnya atau belum.
Grafik pertama merupakan rata-rata uang yang dikeluarkan oleh setiap orang untuk membeli makanan selama sebulan menurut kelompok makanan yang dikonsumsi. Sedangkan grafik kedua merupakan persentase rata-rata pengeluaran untuk setiap kelompok makanan tersebut terhadap total pengeluaran makanan.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa pengeluaran per kapita masyarakat Kabupaten Kuningan untuk setiap kelompok makanan selalu naik setiap tahunnya. Pengeluaran per kapita terbesar terdapat pada kelompok makanan dan minuman jadi dengan persentase sebesar 33,33%, 36,72%, dan 35,65% berturut-turut selama tahun 2019, 2020, dan 2021. Pengeluaran terbesar kedua terdapat pada rokok dengan persentase 13,55%, 13,22%, dan 14,90% selama tiga tahun tersebut. Sementara itu, pengeluaran terbesar ketiga terdapat pada kelompok padi-padian dengan persentase sebesar 13,69%, 10,61%, dan 10,04%.
ADVERTISEMENT
Melihat pola konsumsi masyarakat Kabupaten Kuningan tersebut, tidak heran jika masih banyak masyarakat yang mengalami malnutrisi dan pada jangka panjang menyebabkan stunting pada balita. Kelompok makanan dan minuman jadi apabila dilihat dari kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, maka akan sangat kurang memenuhi kebutuhan gizi harian seseorang.
Proses pengolahan panjang pada makanan tersebut membuat makanan banyak mengandung karbohidrat simpleks, dan penambahan gula tidak menyebabkan makanan bertambah nutrisi. Sebaliknya, hal tersebut menyebabkan tubuh mengalami gangguan dan penyakit seperti obesitas dan diabetes, karena sebenarnya tubuh manusia lebih membutuhkan banyak karbohidrat kompleks daripada karbohidrat simpleks. Karbohidrat kompleks yang dibutuhkan oleh tubuh dapat diperoleh dari nasi, oats, roti gandum, kacang-kacangan dan biji-bijian.
Pada grafik persentase tersebut, pengeluaran untuk karbohidrat yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi harian justru berada pada posisi ketiga terbesar, apalagi kacang-kacangan yang hanya berkisar 1,7% dari total pengeluaran makanan. Bahkan pengeluaran untuk kebutuhan protein dan lemak baik yang diperoleh dari susu, telur, daging, dan kacang-kacangan pun masih memiliki persentase yang sangat jauh apabila dibandingkan dengan pengeluaran untuk rokok. Padahal, rokok sudah jelas tidak dapat memenuhi kebutuhan kalori dan gizi tubuh manusia.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, rokok lah yang menyebabkan berbagai macam gangguan kesehatan pada tubuh, bukan hanya pada orang yang merorok saja tetapi juga pada orang-orang sekitarnya yang terpapar asap rokok baik dewasa maupun anak-anak. Oleh karena itu, dengan semakin banyak informasi mengenai stunting dan pola hidup sehat, diharapkan pola pikir dan wawasan masyarakat juga dapat semakin terbuka untuk menerapkan pola hidup sehat yang dimulai dari mengonsumi makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi.
Sementara itu, untuk menangani kasus stunting tersebut, pemerintah Kabupaten Kuningan telah banyak mengupayakan kegiatan, seperti acara Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting melalui Program Bapak Asuh Anak Stunting di Kabupaten Kuningan Tahun 2022 yang dilaksanakan di Gor Ewangga pada 21 Juli 2022. Selain itu juga terdapat kegiatan Diseminasi dan Rencana Tindak Lanjut Audit Kasus Stunting Ke-1 Tahun 2022 yang dilaksanakan pada 18 Oktober 2022 I Aula Purbawisesa, Setda Kabupaten Kuningan, dan kegiatan lainnya.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai upaya dan kegiatan yang telah diselenggarakan tersebut, diharapkan dapat berdampak secara nyata dalam menurunkan kasus stunting di Kabupaten Kuningan, terlebih lagi dapat mendukung program pemerintah pusat yang menargetkan agar angka stunting Indonesia turun hingga 14% pada tahun 2024.