Konten dari Pengguna

DARING KARTU PRAKERJA RAWAN MENABRAK ATURAN HUKUM

2 Mei 2020 15:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Rohimat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penulis : Dr. Atang Irawan, Dosen Fakultas Hukum Unpas Bandung
Foto : Dr. Atang Irawan (dok. pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Dr. Atang Irawan (dok. pribadi)
Pelaksanaan program kartu prakerja telah menjadi kontoversi dan semakin menghangat, terutama saat program mulai dijalankan oleh perusahaan ‘startup’ milik salah satu stafsus presiden, meskipun program kartu prakerja bukanlah program baru dalam rangka penanganan covid. Program ini merupakan andalan Jokowi dalam kampanye Pilpres 2019, yang diakselerasi dalam APBN Tahun 2020 dengan anggaran Rp 10 triliun untuk target sekitar 2 juta orang. Penyebaran Wabah Covid-19 telah menambah anggaran menjadi Rp 20 triliun untuk target 5,6 juta orang. Perusahaan startup seolah ‘ketiban pulung’ mendapatkan penunjukan langsung untuk melaksanakan daring kartu prakerja dengan anggaran Rp 5,6 triliun.
ADVERTISEMENT
Intsrumen hukum pun disiapkan untuk menjalankan program kartu prakerja, melalui Perpres No 36 Tahun 2020 yang diundangkan tanggal 28 Februari 2020, jika dihubungkan dengan Perppu No 1 Tahun 2020 yang diundangkan tanggal 31 Maret 2020, maka dapat dipastikan program prakerja lebih dahulu dijalankan sebelum penanggulangan covid.
Beberapa hal yang mengundang segudang pertanyaan dari ‘netizen’, kenapa program kartu prakerja tidak dijalankan oleh menteri tenaga kerja, tetapi oleh menko perekonomian?, padahal kartu prakerja dipergunakan bagi pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena PHK dan pekerja buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi, sebagaimana dimaksud dalam Perpres No 36 tahun 2020. Bahkan lebih dahsyat, Permenko No 3 Tahan 2020 tentang aturan pelaksanan perpres tersebut, “program kartu prakerja diselenggarakan oleh komite yang tim pelaksana, manajemen pelaksana dan sekretariat tidak mencantumkan kementerian tenaga kerja. Semakin unik lagi, sekretariat komite bersifat ex officio yang dilakukan oleh unit yang menangani urusan ketenagakerjaan pada kementerian koordinator bidang perekonomian”.
ADVERTISEMENT
Sungguh bombastis regulasi di atas, menerabas eksistensi UU Ketenagakerjaan, yang secara jelas mengatakan bahwa “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja, maka nyaris kementerian ketenagakerjaan yang berwenang di bidangnya, luput dari pandangan perpres dan permenko. Padahal program kartu prakerja merupakan hubungan kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja, maka dapat dipastikan penyelenggaraan perpres dan permen tersebut yang tidak melibatkan menteri ketenagakerjaan, bertentangan dengan UU Ketenagakejaan. Hal ini sangatlah disadari kenapa perpres tidak dimaksudkan melibatkan menteri ketenagakerjaan, karena dalam dasar hukumnya hanya mencantumkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 sebagai dasar kewenangan Presiden membentuk Perpres, namun tidak mencantumkan kewenangan secara materiil yang berkorelasi dengan UU Ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
Keresahan berikutnya, terkait dengan penunjukan perusahaan ‘startup’ untuk melaksanakan daring kartu prakerja, dapat menerabas Perpres No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, padahal terdapat ribuan perusahaan startup, bahkan Indonesia termasuk 5 negara terbesar didunia yang memiliki perusahaan ‘startup’, sehingga bukan merupakan barang/jasa yang hanya dapat disediakan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu, dan bukan anggaran dibawah 200 juta, yang dapat dilakukan dengan penunjukan langsung.
Benturan antara perpres dan permenko semakin terasa jika dikaitkan dengan UU Persaingan Usaha Tidak Sehat, secara filosofis yang menghendaki adanya jaminan kesempatan yang sama setiap warga negara, untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien. Bahkan setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari keberadaannya, perpres lebih dulu lahir daripada Perppu No 1 tahun 2020, maka perpres tersebut tidak lahir (delegasi) dari rahim Perppu, dengan demikian pelaksana daring kartu prakerja seharusnya tidak terkait dengan imunitas dari tuntuan perdata, pidana dan PTUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Perppu No 1 Tahun 2020. Menjadi keharusan bagi BPK dan/atau KPK melakukan pengawasan, untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang yang berakibat kerugian keuangan negara, demikian halnya dengan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, sangat terbuka untuk melakukan penilaian terhadap perjanjian, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, mengambil tindakan sesuai dengan wewenang, serta memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
ADVERTISEMENT
Sangat disayangkan kebijakan daring kartu prakerja tidak melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, padahal berpotensi untuk melakukan daring kartu prakerja sehingga dapat memangkas anggaran pembelian modul (video). Bahkan dalam rangka melakukan daring tanpa harus mengeluarkan anggaran yang terlalu besar, karena setiap tenaga pengajar wajib melaksanakan tridharma perguruan tinggi, salah satunya melakukan pengabdian masyarakat termasuk di dalamnya pelatihan.
Program kartu prakerja memiliki semangat yang cukup bagus dalam rangka memberikan garansi terhadap angkatan kerja dan pekerja yang terkena PHK serta peningkatan skill pekerja, namun dalam implementasinya berpotensi tidak sinkron/tidak harmonis dengan peraturan perundang-undangan terkait, bahkan dengan tidak menggunakan UU Ketenagakerjaan menjadi pertanyaan yang sangat besar ‘ada apa dibalik ini semua’.
Agar efektif dan efsisien dalam pelaksanaan daring kartu prakerja, serta tidak menimbulkan benturan dengan berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk kedayagunaan bagi pengguna kartu prakerja, maka perlu dievaluasi secara komprehensif dalam perspektif peraturan perundang-undangan, penyelenggara program, dan kemanfaatan bagi rakyat dalam suasana covid. Alangkah lebih baiknya jika dihentikan sementara dalam rangka evaluasi dan penyempuranaan terhadap program kartu prakerja, demi kepastian, ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
ADVERTISEMENT
***