Guru Role Model Siswa

Asep Rudi Nurjaman
Dosen UPI Kampus di Cibiru, Ketua Yayasan Bintang Cendikia Al Muhyidin
Konten dari Pengguna
1 Agustus 2020 18:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Rudi Nurjaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi guru dan murid. Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi guru dan murid. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Dalam Era Revolusi Industri 4.0 dirasakan saat ini pendidikan Indonesia cenderung mengalami dinamika perubahan orientasi, di mana satu sisi pendidikan telah meningkatkan kualitas kompetensi ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetapi di sisi lain kompetensi karakter masih terabaikan. Sejatinya pendidikan sebagai proses yang bersistem lengkap dengan segala atributnya, diharapkan menjadi wahana untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi masih disayangkan jika implementasi pendidikan lebih pada menciptakan manusia mekanis dari pada humanis. Bukankah pendidikan itu tidak hanya sebatas menghasilkan luaran (output) yang berpengetahuan, tapi selayaknya juga harus menghasilkan dampak (outcome) berupa nilai-nilai pendidikan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.Pendidikan itu bukan sekadar transfer pengetahuan belaka (transfer of knowledge) atau semata mengembangkan aspek intelektual. Namun, juga merupakan proses transformasi nilai dan pembentukan karakter atau kepribadian dengan segala aspeknya (transfer of value).
Dengan proses semacam ini maka suatu bangsa atau negara dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran, dan keahlian kepada generasi muda sehingga mereka mampu menyongsong kehidupannya di masa depan. Dengan demikian, pendidikan adalah membangun budaya, membangun peradaban, membangun masa depan bangsa. Mencermati berbagai persoalan yang mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka penguatan pendidikan karakter menjadi sangat penting dan mendesak harus diimplementasikan di setiap jenjang pendidikan mengingat; (1) pembangunan SDM merupakan pondasi pembangunan bangsa, (2) menuju generasi emas 2045 yang dibekali keterampilan abad 21, (3) kencendrungan terjadinya degradasi moralitas, etika, dan budi pekerti.
ADVERTISEMENT
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak, yang bertujuan membentuk pribadi anak, menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, termasuk nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Dunia pendidikan menjadi wadah yang tepat untuk membentuk karakter generasi muda yang tangguh dan siap menerima tantangan segala zaman, melahirkan generasi yang bermoral dan bertanggung jawab serta mampu menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yang berbudaya. Akan tetapi pendidikan itu tidak hanya menjadi tanggungjawab sekolah sebagai lembaga pendidikan saja, terdapat faktor penting lain yaitu perlunya keterlibatan keluarga, karena pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan keluarga.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang dibutuhkan adalah keteladanan dari para tokoh bangsa, pendidik, dan orang tua. Keteladanan merupakan bagian dari sejumlah metode yang paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial. Sebab, keteladanan merupakan contoh ideal dalam panda‎ngan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak, bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, inderawi, maupun spiritual.
Keberadaan guru sebagai “Role Model” atau teladan peserta didik ketika guru bukan hanya sekadar mengajarkan mata pelajaran, seyogyanya guru harus berinovasi, berkarakter dan berkepribadian dalam mendidik siswa. Guru akan menjadi model individu yang berkarakter dan dapat diamati oleh peserta didik secara langsung, maka peserta didik akan cenderung lebih mudah menirukan kepribadian guru yang berkarakter tanpa paksaan (Rahmat, 2014), maka denga meniru tersebut secara berkelanjutan kepribadian peserta didik akan terbentuk menjadi kepribadian berkarakter seperti yang dicontohkan oleh gurunya.
ADVERTISEMENT