Konten dari Pengguna

Mengenang Pesantren dan Kemerdekaan

Asep Rudi Nurjaman
Dosen UPI Kampus di Cibiru, Ketua Yayasan Bintang Cendikia Al Muhyidin
15 Agustus 2020 19:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Rudi Nurjaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pesantren Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pesantren Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Seiring perkembangannya pesantren pun mengalami pengklasifikasian yaitu pesantren salafi dan modern. Tidak hanya sampai di situ, pesantren kini banyak digunakan oleh lembaga-lembaga formal untuk mendongkrak eksistensi lembaganya. Seperti, sekolah berbasis pesantren, Sekolah berasrama, Sekolah Plus dan lain-lain. Terlepas dari sekadar nama, pesantren memiliki peran yang sangat sentral dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada hakikatnya pesantren adalah lembaga pendidikan yang melahirkan para Kiai/Ulama. Para pahlawan yang berasal dari unsur Ulama/Kiai, Tokoh agama banyak yang menjadi pahlawan dan gugur di medan perang demi memperjuangkan kemerdekaan RI. Beberapa ulama yang berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan meskipun namanya tidak begitu terekspos secara luas sehingga nama –nama mereka tidak begitu bergaung bagi generasi muda bangsa di antaranya; pertama, H.O.S. Cokroaminoto, dikenal sebagai guru para bapak bangsa termasuk presiden pertama RI Soekarno pernah berguru kepadanya.
Kedua, K.H. Ahmad Dahlan, merupakan seorang Ulama yang berasal dari Yogyakarta dan pernah belajar di Makkah. Beliau banyak membawa pembaharuan selepas kembali ke tanah air salah satunya mengubah lembaga pendidikan pesantren menjadi sistem sekolah. Selain itu beliau dikenal sebagai pendiri organisasi Muhammadiyah. Beliau berpesan di akhir hayatnya setiap yang hidup bukan saja bertanggung jawab kepada Tuhannya, melainkan juga bertanggung jawab terhadap sesama.
ADVERTISEMENT
Ketiga, K.H. Hasyim Asy’ari, beliau dikenal sebagai pendiri organisasi Nahdlatul Ulama dengan tujuan menyatukan umat islam dan para Ulama dalam menjalankan peran yang tidak hanya berkutat pada bidang pendidikan santri dan ritual agama, namun juga pada masalah sosial, ekonomi dan persoalan kemasyarakatan. Beliau lebih dikenal sebagai pendiri pesantren Tebuireng (Jombang), juga sebagai ulama yang mampu membakar semangat jihad para ulama dan santri dalam perang 10 November di Surabaya.
Keempat, Buya Hamka, nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah namun lebih dikenal dengan panggilan Hamka. Beliau bukan hanya menjadi sosok Ulama tapi juga sastrawan, sejarawan, politikus yang berasal dari Maninjau (Sumatra Barat). Buya Hamka lebih dikenal dengan hasil karyanya dalam bentuk buku-buku bertema agama islam. Buku fenomenalnya adalah buku novel berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah.
ADVERTISEMENT
Kelima, M. Natsir, dikenal sebagai ulama dan politikus yang berasal dari Solok (Sumatra Barat). Subangsih M. Natsir yang masih dikenang hingga sekarang adalah mosi integralnya yang dikeluarkan pada tahun 1949 dalam mempersatukan kembali NKRI dari RIS (Republik Indonesia Serikat) yang hampir mengancam kedaulatan rakyat.
Keenam, K.H. Wachid Hasyim, merupakan menteri agama RI pertama pasca Indonesia merdeka. Subangsihnya adalah sebagai peletak dasar pertama yang mengintruksikan pemberian pelajaran umum di madrasah dan pemberian pelajaran agama di sekolah umum maupun swasta. Semenjak saat itu semakin terbuka lebar perkembangan pendidikan pesantren untuk membuka pendidikan formal seperti SMP dan SMA. Upaya tersebut berbuah manis hingga mampu mewujudkan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri(PTAIN), yang kemudian berkembang menjadi (IAIN) dan berubah kini menjadi (UIN).
ADVERTISEMENT
Itu lah enam Ulama yang telah memberikan kontribusi besar terhadap terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Di antara ulama tersebut, sebenarnya masih ada ulama-ulama lain yang turut berperan besar bagi kemerdekaan Indonesia.
Hakikat Kemerdekaan
Kemerdekaan memiliki makna luas, sedangkan secara sempit bisa diartikan kebebasan (freedom). Suatu negara yang merdeka lepas dari tekanan dan penguasaan negara lain. Sehingga, ketika suatu negara masih terkekang dan dikendalikan oleh negara lain sebenarnya negara tersebut belum merdeka. Meskipun, negara tersebut sudah memiliki wilayah negara, memiliki pimpinan Negara/Presiden dan para pembantunya/menteri, memiliki rakyat dan memiliki Undang-Undang Dasar bernegara. Seiring perkembangan zaman, jenis penjajahan tidak hanya dapat dirasakan secara fisik namun ketika suatu masyarakat masih tertekan/terjajah secara psikis, ekonomi maka sesungguhnya mereka belum merdeka.
ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 17 Agustus seluruh warga Negara Indonesia memperingati hari kemerdekaan. Namun, pada kenyataannya masih banyak rakyat Indonesia yang belum bisa menikmati kemerdekaan secara utuh. Merayakan kemerdekaan sangat salah besar jika diisi dengan acara-acara kemeriahan yang kurang bermanfaat seperti, hiburan, hura-hura dan lain-lain. Lebih dari itu, merayakan kemerdekaan seharusnya diisi dengan kegiatan penghayatan dan penanaman nilai moral juang untuk generasi bangsa seperti, muhasabah, seminar memaknai kemerdekaan dan lain-lain. Sehingga, perayaan kemerdekaan mampu membakar kembali semangat untuk mengisi dan mempertahankan kemerdekaan dari para penjajah baik secara fisik maupun secara ekonomi.
Program Santani
Niat baik Wakil Gubernur Jawa Barat yang biasa di panggil Kang UU Ruzhanul Ulum patut diapresiasi. Dengan program Santri Tani (Santani) berharap besar mampu membangun ekonomi berbasis pesantren. Diharapkan dengan program ini, pesantren didorong untuk mandiri secara ekonomi dan terus berdiri kukuh tanpa bergantung kepada pihak atau sumber dana lain.
ADVERTISEMENT
Sehingga, besar harapan dari pesantren yang mandiri mampu mencetak para kader Kiai dan Ulama yang akan siap mengawal dan mempertahankan kemerdekaan RI dari rongrongan-rongrongan musuh yang mau menghancurkan Bangsa Indonesia. Ingat pesan Bung Karno musuh terbesar Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan Negara Lain melainkan rakyat Indonesia itu sendiri.
Asep Rudi Nurjaman_Dosen UPI Kampus Cibiru