Konten dari Pengguna

Penguatan Pengajaran Toleransi di Sekolah

Asep Rudi Nurjaman
Dosen UPI Kampus di Cibiru, Ketua Yayasan Bintang Cendikia Al Muhyidin
27 Agustus 2020 19:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Rudi Nurjaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ajarkan toleransi pada anak sejak dini. Foto: K.W. Barrett via Flickr
zoom-in-whitePerbesar
Ajarkan toleransi pada anak sejak dini. Foto: K.W. Barrett via Flickr
ADVERTISEMENT
SAAT ini siswa dalam proses belajar mengajar tidak lagi diposisikan hanya sebagai objek akan tetapi sekaligus menjadi subjek atau pelaku yang memiliki peran aktif dalam belajar (student center). Penguatan kurikulum K13 yang lebih menekankan kepada pembentukan karakter dan budi pekerti yang baik perlu dipahami dan diimplementasikan oleh para guru sebagai garda depan yang langsung berhubungan dengan siswa. Sehingga, keteladanan seorang guru akan menjadi ujung tombak keberhasilan dalam mengajar dan mendidik para siswa di sekolah. Para siswa dalam belajar akan menggunakan beberapa potensi yang dimiliki, mulai dari melihat, mendengar, dan meniru dari setiap kebiasaan dan kepribadian para guru yang mengajar di sekolah. Ada istilah “guru kencing berlari maka murid kencing berlari”. Mengingat peran guru dalam melakukan proses pengajaran di dalam kelas tidak akan bisa tergantikan dengan benda lain meskipun sekelas komputer canggih.
ADVERTISEMENT
Guru merupakan salah satu faktor yang akan menentukan keberhasilan para siswa dalam belajar. Sehingga untuk menjadi guru harus memenuhi persyaratan secara akademik, pedagogik, dan psikomotor. Guru yang bermutu/memiliki kompetensi akan memiliki peranan yang sangat penting, selain, fasilitas pendidikan, kemampuan financial/biaya pendidikan serta minat belajar siswa. Namun, pendidikan yang memiliki tujuan mulia untuk mencerdaskan generasi bangsa yang berkarakter akan ternodai apabila para siswa tidak diberi pengajaran tentang pentingnya sikap tolerasi dalam berkehidupan. Dimulai dengan, mengajarkan siswa tentang hidup bermasyarakat di lingkungan sekolah dan menerima perbedaan yang ada di antara siswa baik latar belakang keluarga, suku, ras, adat, budaya dan agama. Sikap toleransi ini wajib ternanam sejak dini sehingga sikap individualis dan tertutup tidak tumbuh pada diri setiap siswa.
ADVERTISEMENT
Sikap tidak terbuka dalam bersosialisasi dan lebih mencari perbedaan akan menjadi awal prilaku menyimpang. Seperti, menganggap rendah orang lain, sebaliknya menganggap diri sendiri lebih dari yang lain. Apabila sikap itu terus dibiarkan tumbuh berkembang, maka kecerdasan sebagai buah hasil pendidikan akan tidak memiliki manfaat karena terbunuh dengan sikap intoleransi yang akan menganggap pendapat orang lain salah apabila tidak sepaham dengan ide dan fikirannya.
Prilaku radikalisme dan tumbuhnya sikap intoleransi menunjukkan masih rendahnya peran sekolah dalam mendidik siswa khususnya pembentukan mental sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Penguatan pengajaran toleransi di sekolah akan menjadi solusi untuk mencegah tumbuhnya paham radikalisme dan sikap intoleransi khususnya pelajar dan masyarakat sekolah.
ADVERTISEMENT
Pentingnya penguatan pengajaran toleransi di sekolah menjadi tugas setiap guru. Saatnya, guru bukan hanya memikirkan dan memperjuangkan bagaimana cara untuk mencerdaskan peserta didiknya akan tetapi bagaimana guru mampu menjadi teladan/model dan mengajarkan para siswa menjadi pribadi yang menhormati perbedaan. Sehingga, sikap toleransi dapat tertanam seiring perkembangan usia peserta didik selama belajar di sekolah. Seyogianya, Guru yang memiliki kreativitas tinggi akan mampu mengemas pembelajaran khususnya tentang materi pentingnya sikap toleransi dengan menggunakan metoda yang cocok untuk bahan ajar tentang toleransi. Misalnya, mengajarkan siswa untuk bisa menerima perbedaan yang ada di antara siswa yang lain, melakukan evaluasi belajar dengan metoda kerja kelompok, mengajarkan pentingnya rasa saling menghormati satu sama lain, dan memahamkan siswa tentang dampak negative terhadap perilaku menyimpang dan intoleran dari sudut pandang sosial dan agama. Dengan demikian, diharapkan para guru mampu mencetak generasi yang memiliki sikap toleransi yang tinggi sehingga tidak terjadi lagi penyimpangan dan paham radikalisme yang terjadi di kalangan para pelajar demi mewujudkan generasi emas di masa depan. Semoga.
ADVERTISEMENT
***