Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Human Capital Mampu Keluarkan Indonesia Dari Middle Income Trap
28 Mei 2024 11:11 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Asep Syamsu Diyar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI, dalam kesempatannya berpesan kepada mahasiswa LPDP agar membantu Indonesia untuk keluar dari Middle Income Trap atau pendapatan per kapita rendah, beberapa waktu lalu dalam acara Lead X Gema Event di London (LPDP, 2024).
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2022, Indonesia termasuk dalam kategori negara berpendapatan menengah-atas (upper-middle income country) dengan pendapatan per kapita USD4.580. Meskipun demikian, Indonesia masih jauh di bawah negara Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Singapura dengan pendapatan per kapita USD67.200, Brunei Darussalam USD31.410, Malaysia USD11.780, disusul Thailand USD7.230.
Singapura dikategorikan sebagai negara maju dengan pendapatan per kapita tertinggi di Asia Tenggara walaupun sumber daya alam yang dimiliki sangat sedikit. Singapura merupakan negara pengimpor hasil tambang dari beberapa negara untuk memenuhi kebutuhannya. Singapura sangat mengandalkan sektor ekonominya di bidang pariwisata, perbankan, dan elektronik.
Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah ruah, di tahun 2023 mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05 persen dan PDB per kapita mencapai Rp75,0 juta atau USD4.919,7. Namun pertumbuhan tersebut belum dapat menaikan Indonesia masuk ke dalam kategori negara berpendapatan tinggi (high income country) seperti halnya Singapura, yaitu negara dengan pendapatan per kapita di atas USD12.746 (BPS, 2023). Angka ini sedikit berbeda dengan angka yang dirilis oleh World Bank. High income country memiliki pendapatan per kapita di atas USD13.845. Namun tetap saja perbedaan angka ini masih jauh dari pendapatan per kapita Indonesia, yang masih di angka USD4.919,7.
ADVERTISEMENT
Middle Income Trap atau MIT seperti yang dikatakan Sri Mulyani Indrawati, merupakan suatu kondisi di mana negara-negara berpenghasilan menengah tidak mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil untuk mencapai kelompok income yang baru sebagai negara-negara berpenghasilan tinggi. MIT dalam beberapa penelitian, dikatakan bahwa MIT merupakan suatu keadaan adanya stagnansi atau pelambatan pertumbuhan ekonomi dan terus melekat pada status middle income. Singkatnya, negara dengan status middle income tersebut tidak mampu naik ke tingkat high income.
Terjadinya MIT, salah satunya dipengaruhi oleh variabel human capital. Dikatakan bahwa variabel independen yang dinyatakan memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), nilai tambah sektor pertanian, nilai tambah sektor manufaktur, nilai tambah sektor jasa, dan human capital yang dilihat melalui tenaga kerja berpendidikan tinggi (Hotmaria dan Ernawati, 2018).
ADVERTISEMENT
Human capital memiliki peranan yang sangat penting dalam keberlanjutan suatu negara yang mampu berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Keunggulan human capital antara lain kemampuan dalam berinovasi dan entrepeneurship, kualitas yang unik, keahlian khusus, pelayanan yang berbeda dan kemampuan produktivitas yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan (ABFI Institute Perbanas, 2010).
Perlu digarisbawahi, human capital ini berbeda dengan human resources. Human capital tidak hanya berfokus pada sumber daya, tetapi juga pada modal manusia yang bermanfaat. Human capital mampu memberikan nilai tambah bagi negara dalam menjalankan tugasnya sehari-hari melalui motivasi, kemampuan, dan kerjasama. Human capital memiliki intelektual, pengetahuan, kemampuan, serta pengalaman yang baik sehingga menghasilkan output yang berkualitas.
Ketersediaan SDM low-skill (berkeahlian rendah) akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan nilai tambah rendah. Untuk dapat meningkatkan nilai tambah perlu dilakukan peralihan secara bertahap melalui peningkatan kualitas SDM dari tingkat pendidikannya.
ADVERTISEMENT
Hal ini relevan dengan yang dikatakan Totanan (2004), bahwa sebuah perusahaan akan menghasilkan kinerja yang berbeda jika dikelola oleh orang yang berbeda, artinya SDM yang berbeda dalam mengelola aset perusahaan yang sama akan menghasilkan nilai tambah yang berbeda.
Sebuah studi komparasi antara Indonesia (upper-middle income country) dengan Singapura (high income country) atau dengan beberapa negara lainnya pernah dilakukan. Pada umumnya studi-studi komparasi itu mencari jawaban atas pertanyaan, mengapa Singapura bisa menjadi negara maju.
Dibanding Indonesia, Singapura merupakan negara kecil yang luasnya sedikit lebih luas dari DKI Jakarta, dan tentu jumlah rakyatnya pun lebih sedikit, namun memiliki SDM yang unggul, kreatif-inovatif, kerja keras, hukum ditegakkan, dan bersih dari korupsi. SDM yang unggul inilah yang dapat meningkatkan pertumbuhkan ekonomi pada berbagai bidang ekonomi di sektor pertanian, perdagangan, industri, dan jasa lainnya.
ADVERTISEMENT
Dengan SDM yang unggul dan berdaya saing, Indonesia tidak hanya akan keluar dari MIT, juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat dan masuk dalam kategori high income country melampaui Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand.
Live Update