Konten dari Pengguna

Perlindungan Sosial dan Subsidi Hapus Kemiskinan Ekstrem

Asep Syamsu Diyar
Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Keuangan RI. Saat ini bertugas sebagai Pejabat Pengawas pada Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Prov. Riau
28 Februari 2023 18:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Syamsu Diyar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pedagang sayur dan rempah di Pasar Dupa, Pekanbaru. Foto: Dukumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang sayur dan rempah di Pasar Dupa, Pekanbaru. Foto: Dukumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
“Presiden Dorong Daerah Turunkan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem,” begitu judul berita dari Humas Kemensetneg pada Januari lalu. Disampaikan bahwa angka kemiskinan di 14 provinsi masih di atas rata-rata nasional.
ADVERTISEMENT
Padahal, pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024. Presiden Jokowi mengingatkan agar semua pemerintah daerah paham target kemiskinan, siapa sasarannya dan bagaimana penanganannya.
Topik kemiskinan terus dimunculkan pada setiap agenda pemerintah supaya kita sebagai warga negara tidak lupa bahwa “kemiskinan” merupakan tanggung jawab negara. UUD 1945 mengatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara.
Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya oleh negara, sehingga kemiskinan tidak ada lagi. Sebab, tujuan bernegara salah satunya adalah kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.
Sebelum mengeksplor lebih jauh upaya-upaya negara yang telah dan terus dilakukan, kita telisik terlebih dahulu apa itu kemiskinan. Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memperoleh kebutuhan dasar seperti tempat tinggal, pakaian, makanan, dan obat-obatan (Maipita & Fitrawaty, 2014).
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan pendapat tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar atau disebut basic needs approach untuk mengukur kemiskinan. Konsep ini berdasarkan pada Handbook on Povery and Invequality yang diterbitkan oleh Worldbank.
Dengan mengetahui sedikitnya dua pendapat tersebut, kita bisa mengetahui gambaran kemiskinan secara umum. Kemiskinan dapat disimpulkan yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan dasar yang disebabkan oleh hal-hal tertentu.
Dan lebih jauh lagi, apa itu kemiskinan ekstrem? Kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai kondisi di mana kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan ekstrem—setara dengan USD 1.9 PPP (purchasing power parity).
Kemiskinan ekstrem diukur menggunakan “absolute poverty measure” yang konsisten antar negara dan antar waktu. Sedangkan “purchasing power parity” atau PPP adalah keseimbangan kemampuan berbelanja, kadang-kadang juga disebut paritas daya beli.
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi pada saat Rapat Terbatas tahun 2020 mengatakan agar pengentasan kemiskinan dilakukan secara terkonsolidasi, terintegrasi dan tepat sasaran melalui kolaborasi intervensi, sehingga kemiskinan ekstrem dapat mencapai tingkat nol persen pada 2024.
Upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem dilakukan melalui upaya khusus berupa multiple interventions. Upaya tersebut dilakukan salah satunya dengan pendekatan mengurangi beban pengeluaran kelompok miskin dan rentan melalui berbagai program perlindungan sosial dan subsidi.
Perlindungan sosial adalah upaya pemerintah guna mendukung masyarakat untuk dapat menghadapi berbagai kerentanan/guncangan di sepanjang siklus kehidupan. Dalam masa krisis, pemerintah memberikan perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat yang terdampak, terutama masyarakat miskin dan rentan melalui bantuan sosial, jaminan sosial, dan program pemerintah lainnya.
ADVERTISEMENT
Hal itu dapat dirinci sebagai berikut, yang pertama bantuan sosial. Bantuan sosial adalah program berupa pemberian bantuan yang bersifat non-contributory (tanpa iuran) yang bersumber dari APBN dan/atau APBD.
Sasaran program bantuan sosial adalah masyarakat miskin dan rentan. Basis data penerima bantuan sosial adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial, antara lain Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, dan Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kedua, jaminan sosial. Jaminan Sosial dikenal juga dengan asuransi sosial, adalah program yang bersifat contributory, yaitu adanya kontribusi iuran dari peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah.
Sasaran program jaminan sosial adalah seluruh masyarakat Indonesia, meliputi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang wajib untuk seluruh masyarakat, Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang wajib untuk seluruh pekerja, seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Hari Tua (JHT), serta Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
ADVERTISEMENT
Terakhir, program pemerintah lainnya meliputi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), Kartu Prakerja, dan Subsidi Listrik dan LPG. Pada masa Pandemi Covid-19, pemerintah memberikan perlindungan sosial antara lain Diskon Listrik, Bantuan Beras, Bantuan Subsidi Upah, dan Bantuan Kuota Internet.
Tidak berhenti sampai di situ, untuk menurunkan kemiskinan ekstrem melalui program perlindungan sosial diperlukan penyaluran yang cepat dan tepat sasaran. Hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak baik Pemerintah Pusat (Pempus) maupun Pemda.
Di samping itu, peran dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan atau TNP2K, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota, sangat mutlak diperlukan. Terlebih tim tersebut melibatkan unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya dalam penanggulangan kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Sinergi TNP2K dan TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan melibatkan seluruh unsur keanggotaan melalui sinkronisasi, harmonisasi, dan integrasi program-program penanggulangan kemiskinan di kementerian/Lembaga, di pusat maupun daerah, merupakan salah satu kunci keberhasilan penurunan kemiskinan ekstrem.