Awas Klaster Baru

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
8 Mei 2021 4:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ramadhan tinggal menghitung hari menuju hari kemenangan dalam perayaan Lebaran Idul Fitri 1442H di saat pandemi Covid-19. Namun, kembali pemerintah memberlakukan 'Larangan Mudik' kedua kalinya dalam momen berlebaran untuk mencegah penyebaran Covid-19. Hari pertama Larangan Mudik, patut diapresiasi menuai keberhasil bisa mencegah para pemudik yang nekat untuk pulang ke kampung halaman.
ADVERTISEMENT
Diperkirakan sekitar 420 ribuan pemudik nekat pulang kampung, dari data Dirlantas Polda Jabar sedikitnya 5.022 kendaran roda empat dan roda dua yang hendak masuk wilayah Jawa Barat harus di putar balik atau tidak bisa melanjutkan perjalanannya pada hari pertama pemberlakuan Larangan Mudik Lebaran 1442 H.
Jika berkaca pada kasus tsunami Covid-19 yang terjadi di India, varian baru Covid-19 dari India itu kian mengganas. Terakhir, India mencatatkan penambahan kasus yang meroket yaitu sampai 400.000-an per harinya.
Beberapa pakar menyebut, lonjakan drastis kasus positif Covid-19 di India penyebabnya adalah eufoeria berlebihan menyebabkan abainya terhadap protokol kesehatan, munculnya kerumunan di acara keagamaan dan kampanye politik hingga munculnya varian baru vorus Covid-19 yang memiliki sifat mudah menular.
ADVERTISEMENT
Mendekati lebaran ini upaya pemerintah bak buah simalakama, kebijakan fokus penagganan kesehatan namun juga berupaya menyelematkan kegiatan perekonomian. Hal ini menjadi bukan perkara mudah, satu sisi ingin menjamin keamanan dan kesehatan warganya tetapi laju perekonomian jangan sampai drastis mengalami penurunan.
Jika jauh-jauh hari sebelumnya pemerintah telah memutuskan untuk melarang mudik pada lebaran tahun ini, dan keputusan ini diambil melalui berbagai macam pertimbangan. Pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan soal larangan mudik yang ditetapkan pada 6-17 Mei dan diperpanjang s.d 24 Mei 2021, hal ini tujuannya untuk mencegah tinginya laju penyebaran COVID-19.
Pun terbaru diwartakan, “Untuk memecah kebingungan soal mudik lokal dan aglomerasi, pemerintah melarang apa pun bentuk mudik baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi," dikatakan jubir Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito dalam jumpa pers virtual, Kamis (6/5).
ADVERTISEMENT
Menjadi bahan kajian bersama pada kebijakan lainnya ketika warga tidak boleh mudik adalah diperbolehkannya kegiatan wisata lokal atau di wilayah aglomerasi. Inilah yang harus menjadi evaluasi kebijakan bersamaan tidak boleh mudik, karena tidak serta merta mampu meredam kasus karena sama-sama akan menimbulkan mobilisasi dan kerumuanan massal.
Walaupun sebelumnya pihak Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berjanji siap menerapkan CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability) di berbagai lingkungan wisata, tidak ada jaminan jika tidak berpotensi munculnya klaster baru karena penyebaran Covid-19 selalu terbuka.
Misalnya saja, jika melihat potensi wisata daerah-daerah di Jawa Barat yang kaya dengan destinasi wisata dari mulai di sebelah Barat, Selatan, Utara dan Timur seperti Pelaburan Ratu,kawasan puncak Bogor, Pangandaran, Pantai Garut Selatan, Pangalengan, Ciwideuy, Ciater, Kawasan Dago Punclut, Kawasan Wisata Lembang, Kawasan Wisata Ciayumajakuning dan kawasan wisata lain yang berada di Mal.
ADVERTISEMENT
Bisa dipastikan bersamaan larangan mudik jika lebaran kali ini maka ribuan warga atau bahkan bisa jutaan warga berbondong-bondong untuk pergi berwisata terutama ke tempat-tempat wisata alam dan pantai atau air. Dapat dipastikan pula jika di kawasan wisata pantai atau air maka akan kesulitan untuk kesulitan untuk pengawasan dan penegakan protokol kesehatan.
Potensi lainnya adalah usai lebaran, banyak dari warga yang membawa keluarganya untuk kembali mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan. Apalagi, jika di mal tersebut memiliki layanan untuk berwisata keluarga juga. Jika berkaca pada kasus sebelumnya, beberapa tempat mal atau pusat perbelanjaan di beberapa kota di serbu ribuan pembeli yang menyebabkan kerumunan.
Misalnya, beberapa hari sebelumnya lonjakan pengunjung sampai ratusan ribu pengunjung di beberapa kota. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih melanda, masyarakat dengan suka cita rela berjubel, berdesak-desakan demi membeli baju barunya. Seolah Corona pun sudah menghilang dari negeri ini, protokol kesehatan menjadi abai, cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak tak bisa terkondisikan.
ADVERTISEMENT
Alhasil, keniscayaannya jika keberhasilan pemerintah dalam membatasi serta menangkal arus mudik harus dibarengi pula dengan upaya pengawasan dan penjaminan protokol kesehatan secara ketat di tempat-tempat wisata dan pusat perbelanjaan.
Ilustrasi Wisata usai Lebaran, foto:pixabay
Pemerintah daerah pun dipastikan harus bersiap mengantisipasi mobilisasi lebaran lokal dan potensi kerumunan dari tempat wisata dan pusat perbelanjaan agar tidak berpotensi munculnya klaster baru peyebaran Covid-19.
Paling penting yang menjadi kunci utama adalah kesadaran dan kepedulian kita untuk taat dan disiplin ptotokol kesehatan. Selain itu masyarakat harus bersinergi dengan pemerintah agar tidak muncul klaster baru.
Bukan mustahil, antitesis dari larangan mudik terjadi pergeseran klaster penyebaran Covid-19 dari klaster pemudik ke klaster wisatawan dan pengunjung pusat perbelanjaan.
Sudah setahun lebih kita dibelengu oleh virus corona yang tak kunjung menjauh, mari bersama kendalikan dan cegah peyebaran klaster-klaster baru lainnya mulai dari diri kita, keluarga kita dan lingkungan di sekitar kita.
ADVERTISEMENT
**Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666 Cileunyi Bandung.