Kompetensi Kemarahan Pemimpin

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
6 Oktober 2021 7:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
SETIAP orang tentunya akan mengalami rasa marah ketika memiliki masalah dengan seseorang atau sesuatu hal. Karakter yang berbeda pun akan diperlihatkan setiap orang ketika mengekspresikan kemarahan dengan cara yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Bagaimana bila kemarahan dirasakan seorang pemimpin? Apa yang membedakannya dengan kemarahan yang dirasakan orang lain? Viral beredar di Medsos ketika seorang menteri 'marah-marah', terdengar berteriak, "Tak tembak kamu, ya. Tak tembak kamu!"
Nampak di video itu sang menteri menghampiri seseorang yang dibahasakannya sebagai 'tak tembak kamu..' Apakah itu akan diartikan orang yang 'ditembak' itu akan dipecat atau digeser dari jabatannya? Terlihat memang sang menteri itu tidak memegang pistol, dia beranjak dari tempat duduknya dengan memegang alat tulis dan microphone. Seketika dia tampak mendorong orang yang mau 'ditembak' tersebut.
Memahami emosi marah dalam batasan lainnya dikenal juga sebagai kemurkaan, merupakan keadaan emosi yang intens. Marah melibatkan suatu respon yang sangat tidak nyaman terhadap provokasi, ancaman atau serangan.
ADVERTISEMENT
Maka secara umum label kemarahan apalagi jika terjadi pada seorang pemimpin lebih dikonotasikan secara negatif daripada positif. Kemarahan seorang pemimpin akan membawa dampak yang lebih besar bagi orang-orang di sekitarnya dan tim yang dipimpinnya.
Dampaknya bisa bisa sangat merugikan bahkan dapat mempengaruhi kemampuan tim mencapai tujuan. Aristotle mengatakan "Anybody can become angry – that is easy, but to be angry with the right person and to the right degree and at the right time and for the right purpose, and in the right way – that is not within everybody’s power and is not easy"
Sejatinya ujian kepemimpinan itu bisa dilihat dari kematangan, kedewasaan, dan keberagamaan seseorang menentukan dirinya, kapan marah itu dijauhkan, dan kapan marah itu dengan terpaksa dimunculkan.
ADVERTISEMENT
Dalam praktis manajemen dan kepemimpinan, kemarahan sesungguhnya sebuah kompetensi yang sangat diperlukan oleh seorang pemimpin. Beberapa pendapat ada yang mengatakan, ketegasan lebih diperlukan, bukan kemarahan.
Menyimak tayangan kemarahan sang menteri tersebut dipicu karena akibat ada data penerima bantuan yang dinilai tidak beres. Harus dipahami jika tidak semua marah itu jelek, karena ada marah yang memiliki nilai kebaikan.Sederhananya kita menilai atas kemarahan tersebut sebagai kompetensi kemarahan.
Menurut Sarlito dalam Harry Tjahjono (2016), Kemarahan sebagai kompetensi yang memiliki "sifat kemarahan". Dalam hal ini ada dua sifat: (1) genuine (murni, ikhlas); (2) obyektif. Sifat pertama, pemimpin marah karena dia memang ingin melakukan kebaikan dan perbaikan, perubahan positif; bukan karena ingin menunjukkan atau pamer kekuasaan belaka.
ADVERTISEMENT
Itu sebabnya kompetensi kemarahan seorang pemimpin merupakan antitesis dari pemimpin yang hipokrit atau munafik, yang sepintas kelihatan sabar, kalem, tetapi sesungguhnya dia ingin menutupi kebenaran, populis, atau sifat hipokrit lainnya.
Sifat kedua (obyektif), pemimpin marah untuk tujuan yang jelas, perubahan yang lebih baik bagi organisasi, serta sebatas koridor tugas dan kewajiban.
Senyatanya marah itu bisa memiliki nilai positif dan negatif, maka akhirnya kembali kepada kita kapan kita perlu marah dan kapan kita tidak perlu marah sehingga hidup kita dalam kebaikan. Seorang pemimpin pun hendaknya memahami komunikasi dalam anger management.
Mayo Clinic Staff (2018) menawarkan 10 anger management tips : (1) Think before you speak, (2) Once you're calm, express your anger, (3) Get some exercise, (4) Take a timeout, (5) Identify possible solutions, (6) Stick with 'I' statements, (7) Don't hold a grudge, (8) Use humor to release tension, (9) Practice relaxation skills, dan (10) Know when to seek help.
ADVERTISEMENT
Maka jelaslah jika seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa marah, lewat sebuah kemarahan yang "pada tempatnya".
Ilustrasi Maarah-Marah, Foto: Shutter Stock
Sejatinya begitu eloknya jika seorang pemimpin bisa meneladani kepemimpinan baginda Rasulullah saw yang memiliki pribadi yang menyenangkan, santai dan terbuka, mudah berkomunikasi dengan siapa pun, lemah lembut dan sopan, tidak keras dan tidak terlalu lunak, tidak pernah mencela, tidak pernah menuntut dan menggerutu, tidak mengulur waktu dan tidak tergesa-gesa.
** Asep Totoh, Dosen Ma'soem University - Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab. Bandung.