Peran Perempuan sebagai Pejuang Literasi

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
9 September 2020 4:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kartini beserta adik-adiknya, Roekmini, Kartinah, dan Soemarti berfoto bersama para murid di Jepara, Jawa Tengah (abad IX-XX). Foto: Dok. Shelfmark KITLV 503280
zoom-in-whitePerbesar
Kartini beserta adik-adiknya, Roekmini, Kartinah, dan Soemarti berfoto bersama para murid di Jepara, Jawa Tengah (abad IX-XX). Foto: Dok. Shelfmark KITLV 503280
ADVERTISEMENT
Jika kita merefleksi Peringatan Hari Aksara Internasional dengan mengingat kembali pada tokoh pejuang perempuan R.A. Kartini, bisa kita manfaatkan untuk kembali menggali makna perjuangannya secara utuh bukan hanya sebatas perayaan simbolik dengan mengenakan kebaya dan berkonde atau lomba memasak semata. Perjuangan Kartini lebih cerdas dari sekadar ornamen dan solekan yang melekat pada tubuh perempuan. Seperti pemikirannya yang menempatkan pendidikan sebagai harga mati agar masyarakat berpikiran maju, perempuan butuh pengetahuan dan pendidikan yang luas untuk menjadi manusia pembangunan baik itu di ranah domestik maupun publik.
ADVERTISEMENT
R.A Kartini meninggal dunia di usia 25 tahun, empat hari setelah melahirkan putranya. Semasa hidupnya ternyata Kartini telah banyak mengirimkan surat berisi pemikiran-pemikirannya ke beberapa sahabatnya yang berpengaruh di Eropa. Sahabat Kartini yang ada di Belanda kemudian mengumpulkan tulisan-tulisannya, lalu menerbitkannya dalam buku berjudul "Door Duisternis tot Licht" atau Habis Gelap Terbitlah Terang.
Di dalam surat-suratnya yang ditulis, susunan kata-kata yang ditulis RA Kartini begitu rapi dan terstruktur indah. Menunjukkan tingkat literasi yang mumpuni, R.A Kartini menuangkan pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar, Kartini pun menulis ide dan cita-citanya melalui surat, surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar negeri. Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju.
ADVERTISEMENT
Mencermati kisah Kartini tersebut, maka menjadi salah satu inspirasi yang bisa kita petik adalah “Kartini berjuang lewat tulisan”, Kartini adalah pejuang literasi dan dengan penanya menghasilkan banyak tulisan. Dengan tulisannya, Kartini menyampaikan gagasan-gagasan kritis kepada sejumlah sahabatnya bahkan sampai ke para sahabatnya di belahan Eropa. Apa yang dilakukan Kartini waktu itu, dikemudian hari menjadi inspirasi bagi banyak kalangan-khususnya wanita-wanita bahkan sampai sekarang untuk bisa hidup lebih bermartabat.
Ilustrasi surat Foto: Thinkstock
Sisi hebat lainnya jika kita membaca surat-surat Kartini, kita akan menyimpulkan sosok Kartini adalah, Pertama, sosok yang gemar membaca. Dan Kedua, dia adalah wanita kritis yang lalu menuangkannya dalam tulisan-tulisan. Hebatnya, tulisan-tulisan itu tidak disimpannya sendiri misal sebagai sebuah buku harian akan tetapi dia komunikasikan dan bahkan diperdebatkan dengan para sahabatnya di berbagai penjuru. Maka sejatinya penulis yang baik adalah pembaca yang baik pula.
ADVERTISEMENT
Kartini sebagai wujud literasi perempuan, seyogyanya harus dimaknai sebagai pengerahan seluruh kapasitas diri perempuan untuk menjadi pribadi yang tangguh, senantiasa berpikir kritis dengan memberi jarak terhadap persoalan, dan merawat iklim intelektual itu melalui aktivitas mengikat pengetahuan dalam tulisan. Perempuan tidak bisa dihalangi untuk membuka akses seluas-luasnya terhadap kemungkinan memberi interpretasi baru terhadap realitas, dalam rangka meningkatkan kapasitas pemikirannya itu.
Niscaya, saat ini ketika banyak para perempuan menyampaikan gagasan-gagasannya melalui tulisan maka akan memberikan dampak yang lebih luas dan yakin saja bahwa gagasan yang dipublikasikan akan (bisa) bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama. Apresiasi dan rasa bangga bagi para guru perempuan modern yang terus dan aktif membaca, kemudian bersemangat menulis lalu dipublikasikan maka dunia pun akan diwarnai dengan tulisan-tulisan hebat.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada 6 (enam) kemampuan literasi dasar masyarakat yang harus diperkuat saat ini pada era digitalisasi juga pandemi covid19 di era kenormalan baru, yaitu: 1) literasi baca tulis, 2) literasi numerasi, 3) literasi sains, 4) literasi finansial, 5) literasi digital, dan 6) literasi budaya dan kewargaan.
Harus dicari solusi, jika krisis literasi saat ini akan berdampak pada kehilangan jati diri sebagai individu sekaligus mengancam persatuan bangsa Indonesia. Persoalan budaya literasi tidak lagi dapat dipandang sepele, harus ada aksi nyata untuk membangun budaya literasi di masyarakat sebagai antisipasi terhadap era revolusi industri dan teknologi digital.
Bukti nyata ketika porak-porandanya dunia pendidikan dan pembelajaran di masa Covid-19 menjadi keniscayaan pentingnya literasi dibangun di masyarakat, bukan hanya di sekolah atau kampus.
ADVERTISEMENT
Kaum perempuan menjadi pilar penting keluarga dan masyarakat untuk memberikan andil dalam bentuk paling sederhana yaitu turut membangun masyarakat literat. Tantangan nyata pada tindakan awal untuk meningkatkan kecakapan personal dan sosial setiap anggota masyarakat melalui kompetensi 4C, yaitu 1) critical thinking (berpikir kritis), 2) creativity (kreativitas), 3) collaborative (kolaborasi), dan 4) communication (komunikasi) pada bidang apa pun dan untuk apa pun.
Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666