Konten dari Pengguna

Kepemimpinan di Masa Krisis Pandemi COVID-19: Sebuah Tantangan di Masa Depan

Asih Nurcahyani
Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia
17 Juni 2021 19:57 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asih Nurcahyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Jokowi sedang Meninjau Pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak (Sumber: instagram.com/jokowi)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi sedang Meninjau Pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak (Sumber: instagram.com/jokowi)
ADVERTISEMENT
Sejak diumumkannya kasus pertama COVID-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2019, COVID-19 telah memporak porandakan kehidupan masyarakat di segala sektor (Satgas COVID-19, 2020). Mulai dari sektor pendidikan, pariwisata, politik, sosial, budaya, ekonomi, dan bahkan demokrasi di Indonesia juga harus beradaptasi dengan kondisi baru ini. Kondisi yang baru ini tidak menghilangkan proses demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2020, Pemerintah Indonesia menetapkan hari Rabu tanggal 9 Desember 2020 sebagai hari pemilihan kepala daerah serentak yang dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat (Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2020).
Pemilu di sini menjadi momentum dalam menghasilkan calon pemimpin yang berkualitas dari berbagai level baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Kompleksnya masalah yang ditimbulkan karena adanya pandemi COVID-19 di berbagai sektor ini, menjadi sebuah tantangan baru bagi calon kepala daerah yang akan memimpin daerahnya masing-masing. Pemimpin harus bisa merespons kondisi pandemi COVID-19 dengan pendekatan yang tepat dalam menyelesaikannya.
Terpilihnya pemimpin yang berkualitas dapat menjamin mutu masa depan dan juga kemajuan dari daerah yang dipimpinnya. Oleh karenanya, diharapkan pemimpin yang terpilih melalui Pemilu di masa Pandemi COVID-19 ini memiliki ciri-ciri utama sebagai pemimpin yang berkualitas. Ciri-ciri tersebut di antaranya mempunyai kemampuan berinovasi, kreativitas yang tinggi, dan terakhir yaitu memiliki crisis leadership.
ADVERTISEMENT
Menurut Joseph W. Pfeifer (2013) dalam bukunya yang berjudul Crisis Leadership: The Art of Adapting to Extreme Event, crisis leadership diartikan sebagai kemampuan seorang pemimpin dalam merespons kondisi lingkungan yang dinamis dengan mengajak seluruh unsur dalam organisasinya untuk beradaptasi dan juga berkolaborasi guna menghadapi ketidakpastian (krisis) yang terjadi (Pfeifer, 2013).
Selain beradaptasi, pemimpin yang efektif dan efisien juga harus bisa meminimalisir risiko yang terjadi supaya organisasi yang ia pimpin bisa bertahan dengan baik dalam kondisi apapun. Pemimpin yang memiliki ciri crisis leadership akan dengan mudahnya merespons setiap masalah yang ada sebab ia memiliki cara dan strategi dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Namun pemimpin yang tidak memiliki ciri crisis leadership akan lambat dalam merespons masalah yang ada sehingga hal tersebut dapat menghambat proses berjalannya organisasi dalam mencapai tujuannya.
ADVERTISEMENT
Hampir semua krisis yang dihadapi oleh pemimpin di dunia tidak dapat diprediksikan kejadiannya. Kurangnya persiapan dan ketidaksiapan seorang pemimpin untuk menghadapi keadaan krisis tersebut, menyebabkan dampak yang ditimbulkan akibat adanya krisis tersebut membuat suatu organisasi tidak dapat mencapai tujuannya dengan maksimal.
Pandemi COVID-19 yang sedang kita hadapi saat ini merupakan sebuah extreme event yang juga dihadapi oleh hampir seluruh negara di berbagai belahan dunia sehingga untuk mengatasinya sangat dibutuhkan sosok pemimpin yang memiliki keahlian dalam crisis leadership.
Hal yang dibutuhkan oleh para pemimpin ketika terjadinya krisis seperti Pandemi COVID-19 bukanlah penanganan yang telah terencana sebelumnya, namun perilaku dan pola pikir lah yang dapat mencegah terjadinya reaksi yang berlebihan terhadap krisis yang terjadi dan strategi dalam menghadapi tantangan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Sebelum menyusun strategi guna menghadapi krisis yang terjadi, para pemimpin harus dapat menyadari bahwa organisasi yang dipimpinnya sedang tidak baik-baik saja akibat krisis. Apabila para pemimpin telah menyadari bahwa organisasinya sedang menghadapi krisis, barulah mereka dapat memulai bagaimana merespons peristiwa tersebut.
Cara merespons kondisi krisis sangatlah jauh berbeda dengan cara menghadapi keadaan darurat biasa yang sudah memiliki prosedur tersendiri. Dalam keadaan krisis, banyak ketidakbiasaan dan ketidakpastian yang dihadapi.
Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu melakukan penyesuaian skala besar supaya respons yang diberikan akan menghasilkan strategi yang tepat. Penyesuaian berskala besar ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi dalam menghadapi krisis yang terjadi.
Konsep 3C yang Dibutuhkan oleh Pemimpin di Masa Krisis Pandemi COVID-19
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 menyebabkan banyak organisasi merugi bahkan banyak juga sektor bisnis yang akhirnya menutup usaha mereka. Bertahan menjadi alternatif terbaik yang dapat dilakukan dalam menghadapi kondisi krisis Pandemi COVID-19.
Namun, bertahan pun bukan hanya berdiam diri saja tetapi juga mempersiapkan strategi yang tepat untuk dilakukan sebagai upaya menghadapi kondisi lingkungan dinamis seperti kondisi krisis Pandemi COVID-19.
Para pemimpin di masa krisis Pandemi COVID-19 dapat menerapkan konsep 3C dalam menjalankan organisasinya supaya dapat bertahan dengan baik. Konsep 3C terdiri atas Communication, Clarity dan Caring. (Sudirgo, 2020).
Komunikasi merupakan urat nadi dari sebuah organisasi. Komunikasi termasuk dalam keterampilan paling penting yang dibutuhkan dalam menghadapi kondisi krisis Pandemi COVID-19.
Tanpa adanya komunikasi yang dilakukan oleh seorang pemimpin baik secara vertikal maupun horizontal, mustahil suatu organisasi dapat bertahan. Seorang pemimpin harus dapat melakukan komunikasi secara teratur kepada pada pegawainya. Akan lebih baik juga seorang pemimpin selalu mengupdate perkembangan kondisi yang terjadi supaya tidak tertinggal jauh dengan organisasi yang lain.
ADVERTISEMENT
Komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai cara. Oleh karenanya pemimpin diharapkan dapat memanfaatkan semua saluran komunikasi yang dimiliki guna memberikan ketenangan dan meredakan kepanikan di antara pegawai yang dipimpinnya. Hal ini bertujuan agar organisasi bisa tetap dapat mencapai tujuannya dengan input yang tersedia.
Konsep selanjutnya adalah kejelasan. Para pemimpin harus dapat memahami suatu kondisi dan permasalahan yang terjadi dalam organisasinya secara jelas sebelum mulai menyusun strategi guna mengatasi permasalahan tersebut. Apabila telah dilakukan dengan baik, maka secara otomatis kejelasan dalam mengatasi permasalahan yang ada akan terbangun dengan sendirinya utamanya bagi orang-orang yang terlibat dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Terakhir adalah konsep kepedulian. Seorang pemimpin dituntut untuk dapat membangun kepedulian dan empati terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Hal ini juga penting dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan terhadap kepemimpinan dari seorang pemimpin. Kualitas kinerja para pegawai pun secara tidak sadar akan meningkat karena pemimpinnya percaya bahwa pegawai tersebut dapat melewati kondisi krisis dengan baik.
ADVERTISEMENT
Tindakan yang Perlu dilakukan Pemimpin dalam Menghadapi Pandemi COVID-19
Selain konsep 3C yang sudah dijelaskan sebelumnya, pemimpin juga diharuskan untuk melakukan tindakan dalam organisasinya sebagai upayanya bertahan menghadapi kondisi krisis Pandemi COVID-19. Dalam artikel ini penulis akan menggali lima perilaku dan pola pikir yang dapat dilakukan oleh para pemimpin untuk mengambil tindakan terbaik dalam mengatasi kondisi krisis Pandemi COVID-19 ataupun kondisi krisis lainnya di masa yang akan depan. (D’auria & Smet, 2020)
1. Persiapan untuk merespons krisis: Membentuk jaringan satuan tugas (Satgas)
Para pemimpin dapat mulai menggerakkan organisasi dalam kondisi krisis dengan menetapkan prioritas penanganan dan memberdayakan pegawai untuk mencari serta menerapkan solusi mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya kondisi krisis. Untuk mendorong penyelesaian masalah dan eksekusi dengan cepat dalam kondisi di bawah tekanan dan ketidakpastian, pemimpin dapat membentuk satuan tugas yang berfungsi dalam menangani permasalahan khusus yang terjadi akibat terjadinya kondisi krisis.
ADVERTISEMENT
2. Memperkuat karakter pemimpin dalam masa krisis: Manfaat atas sikap ‘deliberate calm’ dan ‘bounded optimism’
Dalam kondisi darurat pada umumnya, pengalaman merupakan nilai paling berharga bagi seorang pemimpin. Dengan pengalaman, mereka akan mudah menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi di organisasinya. Namun, dalam krisis berskala luas seperti Pandemi COVID-19 ini, karakter dari seorang pemimpin adalah bekal yang sangat dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan yang ada.
Pemimpin terbaik dalam menghadapi krisis akan menunjukkan karakter deliberate calm dan bounded optimism. Deliberate calm merupakan sebuah kemampuan di mana pemimpin dapat melepaskan diri dari situasi cemas dan berpikir jernih mengenai cara mengendalikan situasi kritis tersebut. Sedangkan bounded optimism merupakan sikap percaya diri yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan kedua karakter tersebut, pemimpin akan dapat menunjukkan optimisme bahwa organisasi dapat menemukan solusi dalam situasi sulit yang sedang dihadapi.
ADVERTISEMENT
3. Membuat keputusan di tengah ketidakpastian: Berhenti sejenak untuk menilai dan mengantisipasi, lalu bertindak
Dalam menghadapi kondisi krisis, para pemimpin sebaiknya tidak hanya menggunakan intuisi mereka sendiri. Akan lebih baik jika mereka mengatasi ketidakpastian dengan terus mengumpulkan informasi seiring perkembangan krisis sekaligus mengamati seberapa baik respons yang telah mereka berikan terhadap permasalahan yang ada.
Mereka juga diharapkan dapat terus menerapkan siklus jeda-menilai-mengantisipasi-bertindak, supaya pemimpin dapat mempertahankan kondisi tenang dan menghindari reaksi yang berlebihan terhadap informasi baru.
Updating dan doubting dapat juga diterapkan dalam karakter pemimpin guna membantu mereka menyusun solusi berdasarkan pengalaman sebelumnya dan memberikan solusi baru tanpa bergantung pada pengalaman yang ada di masa lalu.
4. Menunjukkan empati: Menghadapi tragedi kemanusiaan sebagai prioritas pertama
ADVERTISEMENT
Kondisi krisis merupakan momen paling penting bagi para pemimpin dalam memperkuat aspek penting dalam peran kepemimpinan mereka yaitu membuat perubahan positif dalam kehidupan banyak orang termasuk para pegawai/bawahan mereka. Untuk merealisasikannya, pemimpin dituntut untuk mengenali tantangan yang dihadapi oleh pegawai/bawahan mereka selama krisis terjadi.
Seorang pemimpin harus dapat memperhatikan dengan cermat kesulitan yang dihadapi oleh setiap pegawai/bawahan baru kemudian mengambil tindakan yang sesuai untuk membantu mereka menghadapi kesulitan tersebut. Tindakan empati ini akan dapat meningkatkan kepercayaan pegawai/bawahan terhadap kepemimpinan seorang pemimpinnya.
5. Berkomunikasi secara efektif: Mempertahankan transparansi dan memberikan pemberitahuan rutin
Komunikasi yang bijak dan rutin menunjukkan ciri bahwa seorang pemimpin dapat memahami situasi krisis dan menyesuaikan respons seiring dengan bertambahnya informasi yang dipelajari. Hal tersebut dapat membantu pemimpin dalam menyakinkan para pemangku kepentingan bahwa apa yang sedang dilakukan adalah upaya terbaik untuk menghadapi krisis. Seorang pemimpin harus dapat memberikan perhatian khusus ketika menjawab segala kekhawatiran, pertanyaan, dan keingintahuan yang ada dalam organisasinya.
ADVERTISEMENT
Memberikan kepercayaan kita kepada anggota tim penanggulangan krisis (Satgas) dalam mengatasi sebagian permasalahan yang ada merupakan cara efektif yang dapat diambil oleh seorang pemimpin. Namun, apabila krisis telah berlalu sebaiknya komunikasi tidak diberhentikan begitu saja. Pemimpin dapat terus menawarkan pandangan yang optimis kepada para pegawai/bawahannya dan pemangku kepentingan untuk terus mendukung pemulihan organisasi dalam usahanya bangkit menghadapi kondisi krisis.