Konten dari Pengguna

Kurva yang Tidak Pernah Lahir dan Berawal dari Titik Nol

Aslamuddin Lasawedy
Pemerhati Masalah Ekonomi, Budaya dan Politik
29 April 2025 13:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aslamuddin Lasawedy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto : Aslamuddin Lasawedy
zoom-in-whitePerbesar
foto : Aslamuddin Lasawedy
ADVERTISEMENT
Oleh :
Aslamuddin Lasawedy
Pemerhati Masalah Ekonomi, Budaya dan Politik
ADVERTISEMENT
Ilmu Ekonomi, dengan segala rasionalitasnya, mengakui satu hal yang metafisis, bahwa manusia adalah makhluk kelaparan. Bukan saja kelaparan akan makanan dan air. Pun perlindungan, kehangatan, keamanan, dan seterusnya. Konsumsi dasar inilah, yang dalam teori ekonomi disebut konsumsi otonom. Sebuah beban dan anugerah yang dibawa setiap jiwa, sebelum ia mampu menghasilkan selembar uang.
Dalam ruang sunyi tempat ilmu ekonomi mencoba menggambar dunia, ada satu kurva sederhana yang bicara dengan kejujuran purba. Ia tidak pernah lahir dari titik nol, sebagaimana manusia tidak pernah lahir tanpa kebutuhan. Para ekonom menyebutnya kurva Konsumsi.
Kurva konsumsi ini tidak pernah dimulai dari titik nol. Alasannya sederhana, karena hidup itu sendiri tidak pernah bisa menunggu syarat. Ia adalah ekspresi pengakuan ilmu ekonomi yang paling jujur. Bahwa keberadaan manusia di muka bumi ini, menuntut dunia untuk menyediakan segala kebutuhan manusia terlebih dahulu. Sebelum dunia menuntut manusia untuk memberi.
ADVERTISEMENT
Kurva itu melengkung halus, setia, dan sedikit angkuh. Selalu mulai sedikit di atas kehampaan. Seolah berkata, “Sebelum engkau mengisi, ada sesuatu yang harus dipenuhi. Sebelum dunia bergerak, ada tuntutan diam yang tidak bisa diabaikan.”
Metafora kurva konsumsi ini, laksana akar pohon yang tumbuh dari tanah yang tandus. Ia harus ada dulu, bahkan sebelum batangnya menjulang atau daun-daunnya merindukan matahari. Konsumsi adalah akar eksistensi. Tanpa itu, pertumbuhan apa pun hanyalah ilusi.
Jika ekonomi adalah simfoni, maka konsumsi otonom adalah nadanya yang pertama. Getar lembut pertama yang membangunkan dunia dari diam. Tanpa konsumsi pada nol pendapatan, ekonomi hanyalah lukisan tanpa warna. Mesin tanpa bahan bakar. Jiwa tanpa tubuh.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, kurva konsumsi yang bermula di atas titik nol ini, adalah perwujudan filosofis ketidaklengkapan manusia, yang sejak lahir bergantung, membutuhkan, dan perlahan tapi pasti mengukir kemandirian.
Di lintasan sejarah setiap individu pun masyarakat selalu saja konsumsi mendahului produktivitas. Sebuah kebutuhan yang mendahului penciptaan. Maka, saat kita memandang kurva konsumsi, jangan hanya lihat garis dan angkanya. Lihatlah nyawa yang bergetar di dalamnya. Sebuah ungkapan bahwa sebelum manusia mampu bermimpi tentang masa depannya, ia harus terlebih dahulu bertahan hidup di hari ini.