Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Lika Liku Harta Gono Gini
6 Mei 2025 16:53 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Aslamuddin Lasawedy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Oleh :
Aslamuddin Lasawedy CFP®
Perencana Keuangan Independen
ADVERTISEMENT
HARTA sejatinya menjadi tonggak penting kehidupan rumah tangga. Allah SWT berfirman : "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan." (QS 4 : 5)
Namun, tatkala rumah tangga diterpa badai kehidupan yang berujung pada perceraian, harta justru menjadi pusat perseteruan suami-isteri yang akan dan telah bercerai. Yang jadi rebutan tak lain adalah harta bersama atau kerap dikenal dengan harta gono gini. Kenapa ? Pada banyak kasus, para isteri merasa pembagian harta gono gini ini, tak adil dan sangat merugikan mereka. Para isteri berdalih, meski harta bersama diperoleh dari keringat suami, namun isteri tetap punya hak atas harta bersama itu.
ADVERTISEMENT
Memang sesuai UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan (UUP), adanya pernikahan menyebabkan terjadinya percampuran harta yang diperoleh selama perkawinan. Harta bersama atau Syirkah ini, menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri maupun bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan. Harta gono gini ini meliputi ; benda berwujud, benda tidak berwujud (hak dan kewajiban), benda bergerak, benda tidak bergerak, dan surat-surat berharga.
Nah, sesuai UUP pasal 35-37, harta yang diperoleh selama perkawinan ini menjadi milik bersama, sekalipun harta tersebut hasil jerih-payah suami, tetap saja isteri punya hak atas harta bersama itu. Bila terjadi perceraian, penyelesaiannya sesuai hukumnya masing-masing, apakah itu hukum agama, hukum adat, atau hukum lainnya.
ADVERTISEMENT
Soalnya kemudian, ternyata dalam UUP, tidak diatur secara tegas menyangkut pembagian harta bersama bila terjadi perceraian. Dalam hukum Islam, sesuai Kompilasi Hukum Islam (KHI), diatur lebih detil dalam pasal 85-97, dimana bila terjadi perceraian, janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Meski begitu, masih ada soal lain disana, menurut KHI pasal 85, adanya harta bersama dalam perkawinan, tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Apalagi, sesuai pasal 86 KHI, pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan.
Baik UUP maupun KHI, menyebutkan bahwa harta bawaan atau harta kekayaan yang dimiliki sebelum perkawinan tidak termasuk harta bersama atau harta gono gini, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Karena itu, harta bawaan isteri tetap menjadi milik isteri, dan harta bawaan suami tetap jadi milik suami. Pun mahar, warisan, hadiah dan hibah yang didapat selama perkawinan juga tidak termasuk dalam harta bersama atau harta gono gini.
ADVERTISEMENT