Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Praktik Peradilan Pidana: Chapter 2
9 Januari 2023 20:23 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Asmadi Syam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menelisik Jenis-jenis Putusan dalam Perkara Pidana
ADVERTISEMENT
Dalam penyelesaian perkara pidana KUHAP menjadi rujukan tunggal dalam pengoperasian sistem peradilan pidana Indonesia, selama tidak ditentukan lain dalam undang-undang Khusus lainya yang yang merupakan lex Spesialis daripada KUHAP. Penyelesaian perkara yang dimulai tahap penyelidikan hingga berujung pada putusan pengadilan atau majelis hakim yang menangani perkara.
ADVERTISEMENT
Pengadilan atau majelis hakim merupakan garda sentral setelah Kejaksaan dalam proses pengoperasian sistem peradilan pidana, dalam perkara pidana melalui putusannya majelis hakim menentukan bersalah tidaknya seorang yang didakwa melakukan tindak pidana, sehingga dengan putusan tersebut pihak yang berperkara mendapatkan kepastian atas perkara yang sedang dihadapinya.
Secara legalitas formil jenis putusan dalam perkara pidana telah diatur secara limitatif, yaitu sebagi berikut:
ADVERTISEMENT
Putusan sela berupa dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan berkaitan dengan syarat formil dan materil surat dakwaan (Pasal 143 KUHAP)
Upaya Hukum Terhadap Putusan-putusan Tersebut
Idealnya sebuah putusan itu mampu mengakomodir semua kepentingan para pihak, didasarkan pada kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Dalam perkara pidana ada kalanya baik pihak penuntut umum, maupun terdakwa atau penasihat hukumnya tidak sependapat dengan putusan majelis hakim tingkat pertama.
Oleh karenanya Undang menyediakan pranata upaya hukum untuk menguji kembali sebuah putusan yang telah diputuskan oleh majlis hakim tingkat pertama. Berdasarkan Pasal 67 KUHAP “upaya hukum banding dapat dilakukan terhadap semua putusan pengadilan tingkat pertama kecuali putusan bebas dan lepas, dalam artinya terhadap putusan bebas dan lepas harus diajukan upaya hukum Kasasi”.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya untuk upaya hukum putusan sela dapat dilakukan melalui perlawan ke pengadilan tinggi sebagaimana ketentuan Pasal 156 Ayat (3) KUHAP.
Dalam Praktik Peradilan Pidana
Eksistensi putusan majelis hakim dalam peradilan pidana, ternyata tidak hanya terbatas pada jenis-jenis putusan yang telah disebutkan di atas, melainkan masih ada satu jenis putusan lagi yang lazim dipraktikkan yaitu berupa putusan Penuntutan tidak dapat diterima atau sering disebut dengan istilah NO (Niet Ontvankelijke Verklaard).
Putusan NO sebenarnya hanya eksis dalam putusan perkara perdata, sedangkan dalam perkara pidana jenis putusan tersebut tidak dikenal kecuali Istilah Op tegenspraak (putusan bagi terdakwa yang pernah hadir dalam sidang pertama, tapi selanjutnya tidak hadir tanpa alasan yang sah), namun putusan NO tersebut tidak jarang diputuskan oleh majelis hakim tingkat pertama dengan berbagai pertimbangan yang melatarbelakanginya (Vide Sema Nomor 2 Tahun 2019).
ADVERTISEMENT
Salah satu Putusan NO dapat dilihat dalam perkara yang menjerat salah satu public figure NM , yang didakwa melanggar Pasal 36 Jo. Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 51 Ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pengadilan Negeri Serang, di mana yang mendasari Putusan NO terhadap perkara yang menimpa NM disebabkan oleh tidak hadirnya DM selaku saksi korban dalam perkara tersebut, dan majelis hakim menilai bahwa penuntut umum tidak serius dalam menangani perkara dimaksud.
Alasan lain di putus NO perkara dimaksud dikaitkan dengan SEMA Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding Pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan dan terhindarnya tunggakan perkara di pengadilan.
ADVERTISEMENT
Hemat penulis putusan Penuntutan tidak dapat diterima atau NO dalam perkara pidana adalah kurang tepat untuk dilaksanakan dikarenakan perkara yang melibatkan NM sudah masuk pada tahap pemeriksaan pokok perkara, di mana pada putusan sela sebelumnya telah dinyatakan eksepsi terdakwa atau penasihat hukumnya tidak dapat diterima dengan perintah penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara.
Berdasarkan KUHAP majelis hakim hanya dapat menjatuhkan 3 jenis putusan sebagaimana diuraikan di atas (pemidanaan, bebas dan lepas), jika majelis hakim berpandangan tidak hadirnya saksi korban merupakan hal penting menentukan bersalah tidaknya terdakwa oleh karena tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik aduan, sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Nomor 2/PUUVII/2009, maka putusan yang tepat adalah putusan bebas atau vrijpraak. Mengaitkan ketidakseriusan penuntut umum dalam penanganan perkara sehingga berakibat pada putusan NO adalah pertimbangan kurang tepat.
ADVERTISEMENT
Secara legalitas formil ketika Penuntut umum tidak mampu menghadirkan alat bukti ke persidangan baik itu berupa keterangan saksi maupun alat bukti lainnya sesuai ketentuan KUHAP, maka putusan yang tepat adalah penuntut umum tidak mampu membuktikan dakwaan yang diajukan terhadap diri terdakwa dengan putusan bebas atau Vrijpraak.
Pandangan Terhadap Putusan penuntutan Tidak Dapat Diterima atau NO
Sebagai salah satu negara yang menganut sistem eropa kontinental, sudah sepantasnya setiap aparat penegak hukum menjadikan undang-undang sebagai dasar bertindak. Namun hal tersebut berbeda dengan ketentuan Undang-undang Kehakiman yang pada intinya menyatakan Hakim bukanlah corong undang-undang dan dapat melakukan Rechtvinding.
Konsekuensi logis ketentuan tersebut yang sering digunakan dan dijadikan dasar untuk mengadili perkara dengan menggunakan penafsiran-penafsiran hukum. Hal demikianpun dapat diterima karena sulit kita mengatakan bahwa sistem hukum Indonesia sekarang murni menganut.
ADVERTISEMENT
Pandangan Posisitif putusan NO, mengatakan Hakim seakan hendak memberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk dapat mempertimbangkan kembali penuntutannya. Negatifnya terdakwa tidak memiliki kepastian terhadap perkara yang dihadapinya, besar kemungkinan perkara tersebut dilimpahkan kembali untuk diadili.
Padahal jika putusan tersebut berjenis putusan bebas, terdakwa telah mendapatkan kepastian, walaupun penuntut umum dapat melakukan upaya hukum kasasi, terdapat kemungkinan juga perkara tersebut akan dibebaskan pula oleh majelis hakim Mahkamah Agung karena pada dasarnya penuntut umum tidak pernah mampu membuktikan dakwaannya apalagi berkaitan dengan delik aduan.
*(ASMADI SYAM S.H., M.H. adalah Praktisi Hukum. Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis bukan merupakan pandangan resmi dari institusi Penulis.