Konten dari Pengguna

Bagaimana Kabar THR-nya, Kawan-Kawan Buruh?

Asmara Dewo
Advokat dan Konsultan Hukum
9 April 2023 7:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asmara Dewo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi THR | Canva
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi THR | Canva
ADVERTISEMENT
THR (Tunjangan Hari Raya) merupakan salah satu hal terpenting bagi buruh menjelang lebaran. Karena dari THR ini pula biasanya buruh bisa lebih leluasa memanfaatkan keuangannya. Karena THR ini bukan bagian dari upah. Jadi menjelang lebaran nanti dia bisa dapat “dua kali gaji” karena dia mendapatkan THR-nya.
ADVERTISEMENT
THR adalah hak buruh, maka perusahaan wajib memberikan THR terhadap buruh. Hal ini juga sudah diperingatkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah melalui Surat Edaran Menaker No. M/2/HK.04.00/III/2023.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan “Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan yang selanjutnya disebut THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.
Lalu berapa yang harus dibayarkan pengusaha terhadap buruh? Pada Pasal 3 ayat (1) Permenaker No. 6/2016 menyebutkan “Besaran THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah; b. Pekerja/Buruh yang mempunyai kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: Masa Kerja/12 X 1 (satu) bulan upah.”
ADVERTISEMENT
Contohnya Elza buruh tetap di PT Subur Tenggelam selama enam bulan, gaji yang diterima per bulan Rp4.000.000,- (empat juta rupiah). Maka THR yang didapatkan adalah 6/12 X Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah) = Rp2.000.000,- (dua juta rupiah).
Contoh lain, Mavin buruh tetap di PT Madu Pahit dan telah bekerja setahun enam bulan. Gaji Mavin per bulannya sebesar Rp3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah), maka THR yang didapatkannya sebesar Rp3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah). THR yang diperolehnya sebulan gaji.
Meski begitu terkadang di perusahaan sudah ada PKB (Perjanjian Kerja Bersama), Peraturan Perusahaan, dan lain sebagainya, sehingga sistem penghitungan THR tadi bisa berubah.
Sebelum 7 hari lebaran pengusaha wajib sudah memberikan hak THR buruh sebagaimana Pasal 5 ayat (4) Permenaker No. 6/2016 “THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dibayarkan oleh pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.”
ADVERTISEMENT
Apesnya bagi buruh yang bekerja di perusahaan ekspor. Pasca dikeluarkan Permenaker No. 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global juga berimbas pada THR (Tunjangan Hari Raya) buruh.
Hal itu terlihat pada poin 6 Surat Edaran Menaker No. M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Dijelaskan pada poin itu bahwa perusahaan industri padat karya yang berorientasi ekspor maka upah yang digunakan adalah upah yang terakhir digunakan untuk perhitungan THR.
Jadi pemotongan gaji 25 persen terhadap buruh berdampak pula pada THR-nya. Lihat Pasal 8 ayat (1) Permenaker No. 5/2003, “Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) persen dari upah yang biasa diterima.”
ADVERTISEMENT
Contoh gaji buruh biasanya Rp4.000.000,- (empat juta rupiah), lalu dipotong 25%, jadi gajinya hanya Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah). Nah, THR-nya menggunakan gaji terakhir, yakni Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah). Sial banget memang.

Sanksi Perusahaan Jika Tidak Memberikan THR

Pasal 10 ayat (1) Permenaker No. 6/2016 “Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dikenai Denda sebesar 5 % (lima persen) dari total THR Keagaman yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.”
Selanjutnya Pasal 11 ayat (1) Permenaker No. 6/2016 “Pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan pada pekerja/buruh sebagaimana dalam Pasal 5 dikenai sanksi administratif.”
Kalau berdasarkan sanksi administratif dalam Pasal 190 ayat (2) Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan sanksi: 1. teguran; 2. peringatan tertulis; 3. pembatasan kegiatan usaha; 4. pembekuan kegiatan usaha; 5. pembatalan persetujuan; 6. pembatalan pendaftaran; 7. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; 8. pencabutan izin.
ADVERTISEMENT
Jadi sanksi administratif ini sebenarnya sampai ke tahap pencabutan izin usaha, tetapi hal itu jarang terjadi. Hal ini pula yang menyebabkan pengusaha nakal masih subur di negeri ini. Selain tidak mau membayar THR, juga memecat buruh sebulan sebelum lebaran, agar tidak terbebani pembayaran THR dari perusahaan.
Penulis: Asmara Dewo, Advokat dan Konsultan Hukum. Selain sibuk mengadvokasi, Dewo juga selalu mengingatkan agar buruh berserikat.