Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Serba Serbi Ramadhan di Swedia
30 Mei 2017 22:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
Tulisan dari Asnawi Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai minoritas, di waktu yang sama jauh dari tanah air, saat menjalani ibadah puasa setiap tahunnya di bulan Ramadhan menjadi tantangan paling besar. Apalagi menjalani puasa bagi Muslim yang Ramadhan tahun ini jatuh pada puncak musim panas di seluruh Eropa. Swedia misalnya, negeri yang berbatasan dengan kutub utara ini, saat musim panas matahari akan lebih lama bersinar daripada biasanya. Puasa jatuh di musim panas tahun ini dan juga dalam beberapa tahun ke depan karena jumlah perbedaan tahun Masehi dan Hijrah setiap tahunnya selisih 11 hari.
ADVERTISEMENT
Sebagai perbandingan, hari pertama imsak jam 02:22 dan Magrib jam 21:52. Ini akan bertambah berat lagi bila lingkungan kerja yang tidak Islami. Lalu, mulai Isya dan Tarawih jam 23:22 dengan selesai sekitar jam 00:20. Artinya, durasi 2 jam kemudian sudah mulai lagi berpuasa. Selepas Tarawih itu pun sebenarnya langit Swedia tidak gelap gulita, persis seperti temaram.
Bila di tanah air hanya menonton TV serba serbi puasa antar mancanegara, maka kami di Swedia merasakan langsung puasa tidak normal tersebut. Tidak berlebihan bila dikatakan pahala orang berpuasa yang jauh dari kampung halaman dan pada musim panas itu mungkin mendapat pahalanya lebih besar.
Saya yakin bila warga Swedia tempat kota saya tinggal saat ini ramai tidak tahu bila Ramadhan pada tahun Masehi 2017 ini berawal hari Sabtu, 27 Mei lalu. Begitu juga politikus seperti Perdana Menteri mereka tidak ada yang mengucapkan selamat berpuasa kepada Muslim di Swedia--tidak seperti layaknya perdana Menteri Canada kepada Muslim di sana. Muslim di Swedia adalah minoritas yang menurut data statistik hanya 5% dari 10 juta penduduk Swedia.
ADVERTISEMENT
Fakta menunjukan bila Islam berkembang di Swedia melalui warga berketurunan imigran yang mayoritas asal Arab, Turki, Somalia, Asia Tengah dan Selatan. Nah, melalui mereka inilah semarak Ramadhan bercampur baur seperti pengumuman resmi awal Ramadhan diketahui jamaah melalui internet. Ada pula saat berjumpa langsung di Mesjid atau di super market saat berbelanja daging halal.
Kuliner Ramadhan
Akibat dari beragam bangsa dan komunitas Muslim di Swedia, maka untuk penganan berbuka tentu saja banyak pilihan. Sebagai asal Aceh, kuliner makanan berbuka biasanya daging meugang. ”Meugang” ini sebagai tradisi menjelang puasa dan hari raya dimana santap daging bersama pada hari tersebut hampir menjadi sebuah kewajiban keluarga Aceh. Tradisi ini juga bisa merajut ikatan silaturahim. Untuk mendapatkan daging halal tidak sulit dan juga masih tergolong murah karena sekilo daging sapi di Swedia hanya Kronor 55 (Rp 84.000).
ADVERTISEMENT
Saat berbuka puasa bersama di Mesjid hampir tidak ada wajah Swedia di sana. Makanan pun sangat sederhana. Selain kurma juga Nasi Biryani yang dimakan bersama sambil duduk di lantai. Daging sapi halal juga disajikan oleh pengurus Mesjid Örebro yang dananya hasil sumbangan jamaah masyarakat setempat. Bila untuk bangunan, beberapa Mesjid di Swedia biasanya menerima dana hibah dari negara-negara Arab, termasuk dana pembuatan Mesjid baru. Sudah lazim bila awalnya bangunan milik gereja yang dibeli oleh komunitas Muslim dengan bantuan donatur dari negara-negara teluk.
Ramadhan menyatukan berbagai bangsa
Karena mayoritas imigran berstatus pengungsi, sesama jamaah biasanya bercerita tentang kisah pilunya hingga terdampar di Swedia ini. Kadangkala menyalahkan negara barat sebagai pencetus konflik dan tidak sedikit juga memuji negara barat yang melindungi nilai-nilai hak asasi manusia dengan pemberian suaka. Ikatan senasib seperjuangan ini membuahkan persatuan dalam kemasyarakatan. Di Swedia, sejak beberapa tahun lalu berbondong-bondong imigran tiba hingga tidak ada tempat lagi penampungan.
ADVERTISEMENT
Selepas berbuka puasa yang dilanjutkan dengan tarawih, bila ada tausiyah oleh Imam biasanya dalam bahasa Arab dan Somalia. Ini disebabkan karena sebagian besar jamaahnya berasal dari negeri-negeri Arab dan Somalia. Oleh karena itu, atmosfir mereka sangat mewarnai dalam komunikasi sehari-hari. Tausiyah dalam bahasa Swedia biasanya rutin ada selepas khutbah Jum’at atau dalam laman web mesjid dan kanal youtube.
Perbedaan lain berpuasa di Swedia bukan durasinya yang lama. Juga siklus tidur yang tidak menentu. Bayangkan saja bila selepas Tarawih jam 00:20 seharusnya tidak tidur lagi karena harus terjaga jam 1-2 dini hari untuk sahur. Beberapa jam kemudian harus melayani anak-anak ke sekolah yang belum masuk liburan sekolah. Biasanya orang mengatakan bila minggu pertama belum terbiasa tapi bila jadwal seperti ini meskipun sudah sebulan tetap menjadi repot. Untuk menguranginya terpaksa saya harus cuti kerja.
ADVERTISEMENT
Kolega kerja termasuk bos dapat memahami bila saya dibenarkan bercuti selama sebulan saat Ramadahan ini. Tidak ada halangan bagi Muslim untuk libur kerja karena jatah cuti pekerja selama setahun di Swedia adalah 25 hari. Dalam suasana Ramadhan ini rasa solidaritas semakin meninggi, juga semakin dapat menyatukan bersama keluarga dan teman. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang bertaqwa sebagimana yang dikategorikan pada Surat Al-Baqarah Ayat 183.
Asnawi Ali, Ketua Komunitas Masyarakat Aceh di Örerbo, Swedia