news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Putusan Ultra Petita dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi

Konten dari Pengguna
30 April 2020 16:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asri Irwan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi palu hakim Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi palu hakim Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sengaja saya menulis tema ini sebagai apresiasi terhadap Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai oleh DR Yanto, SH. MH Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Terdakwa Nurdin Basirun (Mantan Gubernur Kepulauan Riau) . Suatu terobosan hukum yang dilakukan oleh Majelis hakim perkara a quo.
ADVERTISEMENT
Bahwa menjadi harapan kita semua, jika peradilan itu bebas dan mandiri serta dapat dipercaya. Cerminan dari harapan tersebut akan terlihat dari putusan hakim yang kompeten dan berkualitas. Putusan hakim itu dapat diartikan sebagai konkretisasi hukum dan keadilan yang bersifat abstrak. Jadi tidaklah heran ketika hakim disebut sebagai wakil Tuhan di bumi yang hadir untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam memberikan putusan. Salah satu buktinya adalah satu-satunya penegak hukum yang mengatasnamakan Tuhan dalam setiap putusan yang dibacakannya dan menjadi satu syarat utama penyebutan dalam putusan.
Pada Pasal 197 ayat (1) KUHAP memuat syarat Putusan pidana yakni :
a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARIKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
ADVERTISEMENT
b.  nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
c.   dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d.  pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
e.  tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f.   pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g.  hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
h.  pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
ADVERTISEMENT
i.   ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j.   keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k.  perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
l.   hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;
khusus dalam perkara Tindak pidana korupsi acapkali terdapat dictum tuntutan dan amar putusan berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana sebagaimana dalam Pasal 18 ayat (1) Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Bahwa kembali pada komponen putusan pidana di atas, disebutkan pada huruf h pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan dalam putusan dapat diartikan sebagai jawaban terhadap petitum (tuntutan). Ini berarti bahwa dictum tuntutan (Petitum) dapat di jadikan dasar dari sebuah putusan.
Menurut istilah, ultra petita di ambil dari kata Ultra yakni Lebih, melampaui, ekstrem, sekali dan Petita yakni permohonan. Ultra Petita adalah penjatuhan putusan oleh Majelis hakim atas suatu perkara yang melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh jaksa Penuntut umum atau menjatuhkan putusan terhadap perkara yang tidak diminta oleh Jaksa penuntut umum. Menurut I.P.M. Ranuhandoko dalam “buku Terminologi Hukum” ultra petita adalah melebihi yang diminta.
ADVERTISEMENT
Ultra petitum diatur dalam pasal 178 ayat (3) HIR dan pasal 189 ayat (3) RBg yang melarang seorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut(petitum). Ultra petitum dilarang sehingga putusan-putusan judec factie yang dianggap melanggar atau keluar dari norma dan asas kepatutan atau kebenaran dengan alasan “salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku”. Hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya (ultrapetitum partium non cognoscitur)
Tentunya hal ini terkesan bertolak belakang antara asas ultra petitum dan juga fungsi dasar dari seorang hakim, bahwa di satu sisi hakim diberikan keleluasaan yang seluas-luasnya guna untuk melakukan (ijtihad) penemuan-penemuan hukum akan tetapi disisi lain hakim dibatasi bahkan dilarang untuk melakukan ijtihad tersebut dengan adanya pasal 178 ayat (3) HIR dan pasal189 ayat (3) RBg tersebut. Dalam sudut pandang lain, Satjipto Rahardjo memberikan gagasan-gagasan terbaru dalam memaknai hukum, dengan konsep teori hukum progresifnya, yang mana hukum tidak hanya dimaknai secara tekstual saja. Sehingga pemaknaan terhadap asas ultra petitum partium yang terdapat dalam pasal 178ayat (3) HIR dan pasal 189 ayat (3) RBg, dapat diberikan pemaknaan lain dengan menggunakan teknik-teknik penemuan hukum guna mendapatkan keadilan yang sesuai dengan keadilan dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada putusan hakim dalam perkara korupsi Nurdin Basirun yang menjatuhkan putusan diluar dari apa yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum KPK, melahirkan putusan yang dinamakan dengan Putusan Ultra Petita. Dalam putusan Terdakwa Nurdin Basirun, Majelis Hakim menghukum Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rpkarena Terdakwa telah terbukti menerima gratifikasi dari beberapa pengusaha dan Kepala OPD di Kepri, padahal tuntutan Uang Pengganti tidak diminta dan tidak dituntut dalam dictum Tuntutan Jaksa, itulah sebabnya Putusan tersebut dikategorikan Putusan yang Ultra Vires.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 189 ayat (3) R.Bg dan Pasal 178 ayat (3) HIR diatas, putusan tersebut masuk dalam kategori melampaui batas wewenang seorang hakim atau Ultra Vires dalam menjatuhkan putusan. Dalam praktek peradilan terdapat hakim mengeluarkan putusan ultra petita dalam menjatuhkan putusan. Sebagai contoh dalam kasus Ir. Basuki Tjahaja Purnama Alias Ahok dengan nomor perkara putusan 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr dimana didalam putusan tersebut hakim menjatuhkan putusan diluar dari apa yang di dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum atau mengabulkan tuntutan Jaksa penuntut umum melebihi dari apa yang dituntutnya.
ADVERTISEMENT
Pada pemeriksaan perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materil. Sehingga hakim dalam memeriksa perkara bersifat aktif dan bebas mempertimbangkan segala sesuatunya yang terkait dengan perkara  yang sedang diperiksa tersebut. Di dalam KUHAP tidak ada satu pasal pun yang mengatur keharusan hakim untuk memutus perkara sesuai dengan tuntutan jaksa. Hakim bebas menentukan berat ringannya pemidanaan sesuai dengan batasan minimum dan maksimum hukuman atas perkara yang diperiksa. Putusan hakim kasus pidana  pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan publik.  Sehingga putusan ultra petita dibenarkan sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas atau publik.
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam bukunya menjelaskan bahwa hakim dalam Pengadilan Negeri diperbolehkan memberikan putusan melebihi apa yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam hal ini yang memiliki hubungan yang erat satu sama lain sebab hakim dalam menjalankan fungsi dan tugasnya bersifat aktif dan berusaha memberikan putusan yang sesuai dengan keadilan dalam menyelesaikan suatu perkara.
ADVERTISEMENT
Penulis berpendapat bahwa putusan hakim harus berani mengakomodir nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat, termasuk didalamnya berani menerapkan asas hukum yang dianggap memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan kepada masyarakat dan negara. Bukankah menurut Van Apeldoorn hakim harus menyesuaikan (waarderen) undang-undang dengan hal-hal yang konkrit yang terjadi di masyarakat dan hakim dapat menambah (aanvullen) undang-undang apabila perlu. Hakim harus menyesuaikan undang-undang dengan hal yang konkrit, karena undang-undang tidak meliputi segala kejadian yang timbul dalam masyarakat. Putusan hakim dapat memuat suatu hukum dalam suasana “werkelijkheid” yang menyimpang dari hukum dalam suasana “positiviteit”. Penulis berkesimpulan bahwa meskipun putusan Ultra Petita dalam putusan pidana “ada” yang mengatakan mencederai peradilan, akan tetapi menurut penulis, hukum pidana adalah hukum publik di mana kepentingan yang selalu di kedepankan adalah kepentingan negara dan umum. Dengan demikian apabila ingin menjatuhkan putusan melebihi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum bahkan tidak dimintakan dalam dicktum tuntutan ataupun sebaliknya berdasarkan undang-undang maka sah-sah saja dan tidak akan mencederai lembaga peradilan yang menaunginya.
ADVERTISEMENT