news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

K.H. Ahmad Dahlan dan Pandangannya terhadap Perempuan

Asri Julianti
Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam
Konten dari Pengguna
21 Juni 2022 15:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asri Julianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi KH. Ahmad Dahlan. Foto: Muhammadiyah/aanardianto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KH. Ahmad Dahlan. Foto: Muhammadiyah/aanardianto
ADVERTISEMENT
K.H. Ahmad Dahlan lahir dengan nama asli Muhammad Darwis. Beliau lahir dan dibesarkan di Kampung Kauman, Yogyakarta pada (01/08/1868). Dari kecil, beliau dididik mengenai ajaran agama Islam secara langsung oleh kedua orang tuanya, yakni K.H. Abu Bakar bin H. Sulaiman dan ibunya Siti Aminah binti K.H. Ibrahim. Ayahnya yang merupakan seorang khatib di Masjid Gedhe Kauman (Masjid Keraton Yogyakarta), mengajari beliau mengaji hingga usia delapan tahun, yaitu ketika beliau telah mampu membaca Al-Qur'an dengan baik beserta ilmu tajwidnya.
ADVERTISEMENT
Sosok K.H. Ahmad Dahlan memiliki peranan yang penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, khususnya pada masa kebangkitan nasional. Melalui organisasi yang ia dirikan, yakni Muhammadiyah, beliau melakukan gerakan pembaharuan dalam bebagai bidang. Diantaranya adalah dalam bidang agama, bidang pendidikan, bidang sosial dan bidang kebudayaan. Kerja keras beliau pada akhirnya mampu merubah pandangan masyarakat terhadap gagasan-gagasan barunya. Mereka yang semula menolak, bahkan mengatakan bahwa beliau sesat perlahan-lahan mulai menerima dan mengikuti ajarannya.
Sebagai seorang tokoh agama yang berpikiran terbuka, K.H. Ahmad Dahlan selalu menempatkan posisi perempuan pada tempat yang mulia. Beliau pernah memberi nasihat secara simpatik kepada kaum perempuan melalui percakapannya kepada murid-murid perempuannya sebagai berikut.
"Adakah kamu tidak malu kalau auratmu sampai dilihat oleh orang laki-laki?".
ADVERTISEMENT
Murid-murid perempuannya menjawab, "Wah, malu sekali Kiai".
Kemudian, ia bertanya kembali, "Mengapa kebanyakan dari kamu kalau sakit pergi kepada dokter laki-laki, apalagi kalau melahirkan anak. Kalau benar-benar kamu semua malu, teruskanlah belajar, jadikanlah dirimu seorang dokter sehingga kita sudah mempunyai dokter wanita untuk kaum wanita. Alangkah lebih utamanya”.
Dalam percakapan diatas kita dapat melihat bahwa K.H. Ahmad Dahlan telah memikirkan tentang pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan karena memang ada beberapa persoalan yang sebaiknya diselesaikan oleh kaum perempuan itu sendiri.
Kepeduliannya terhadap kaum perempuan terealisasikan dengan didirikannya Organisasi Aisyiyah pada tahun 1917 oleh istri beliau Nyai Siti Walidah atau yang lebih dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Organisasi ini merupakan wadah bagi para wanita Muhammadiyah yang bergerak dalam ranah sosial, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan.
ADVERTISEMENT
Karena sikap K.H. Ahmad Dahlan yang selalu mendorong perempuan untuk mendapat pendidikan formal dan keagamaan, maka dalam Aisyiyah diadakan pengajian Al-Qura'n dan kelas baca tulis khusus perempuan. Bahkan, dalam perkembangannya, organisasi ini telah berhasil mendirikan Frobel School atau TK Aishiyah Bustanul Athfal dan menerbitkan majalah Suara Aisyiyah.
Tujuan dari dilakukannya gerakan-gerakan ini, tidak lain adalah untuk memberantas kebodohan dan buta huruf di masyarakat Indonesia, khususnya untuk kaum perempuan. Orgaisasi ini juga sangat mendorong kaum perempuan untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan umum di samping kewajiban utamanya dalam merawat dan membesarkan anak-anak mereka seperti ditegaskan dalam ajaran Islam.
Kaum wanita yang tergabung dalam Aisiyah menekankan bahwa kewajiban wanita yang paling utama adalah di dalam rumah. Setelah mengurus keluarganya, mereka diizinkan mengikuti kegiatan bersama dengan wanita lain di dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan K.H. Ahmad Dahlan dalam memperkenalkan dan melakukan pembaharuan-pembaharuan terutama dalam bidang pemikiran di masyarakat terletak pada keikhlasan serta keselarasan antara yang beliau dakwahkan dan beliau amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sering kali beliau juga membuka ruang dialog dengan pihak kawan maupun lawan sehingga permasalahan yang muncul dapat didiskusikan dan di atasi secara baik-baik.
Sumber:
Marihandono, Djoko, Nur Khozin, and Isnudi. K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923). Edited by Djoko Marihandono. Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.