Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Cita-cita Bangsa dan Refleksi Deklarasi Juanda: Spirit Kedaulatan Rakyat
4 Maret 2025 9:05 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Asrianto Asgaf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan sejarah bangsa ini, Indonesia menjadi tempat yang amatir dalam perjuangan kemerdekaan manusia terhadap cengkraman neokolonialisme dan imperialisme (nekolim). Sejak era kolonialisme, bangsa Indonesia telah menunjukkan keteguhan hati dan semangat pantang menyerah dalam melawan penjajah. Perjuangan ini tidak hanya tentang merebut kemerdekaan secara fisik, tetapi juga tentang mempertahankan martabat, identitas, dan cita-cita bersama sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
ADVERTISEMENT
Perjuangan melawan nekolim warisan sejarah yang tak terlupakan, sejarah mencatat bahwa Indonesia adalah salah satu negara pertama di dunia yang berani melawan kekuatan kolonial dan imperialis. Yang dimana di tandai adanyan pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 bukanlah akhir perjuangan, melainkan awal dari babak baru dalam mempertahankan kedaulatan. Setelah merdeka, Indonesia masih harus berhadapan dengan upaya-upaya nekolim yang berusaha menguasai kembali sumber daya alam dan ekonomi bangsa ini. Agresi militer Belanda, intervensi asing, dan tekanan ekonomi global adalah beberapa bentuk cengkeraman nekolim yang harus dihadapi.
Di tengah tantangan global di era modern ini, cengkeraman nekolim mungkin tidak lagi terlihat dalam bentuk agresi militer atau penjajahan fisik, tetapi ia hadir dalam bentuk yang lebih halus dan sistematis. globalisasi, dominasi ekonomi asing, dan ketergantungan teknologi adalah beberapa tantangan yang dihadapi bangsa indonesia saat ini. fenomena ini seringkali membuat kita terjebak dalam pola pikir yang mengabaikan cita-cita bersama sebagai bangsa.
ADVERTISEMENT
Cita-cita bersama yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa, menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan berdaulat. tercermin dalam pembukaan UUD 1945, tetapi juga dalam berbagai kebijakan dan deklarasi yang menjadi tonggak sejarah bangsa. Salah satu momen penting yang patut dikenang adalah (Deklarasi Juanda pada tahun 1957), yang menjadi bukti nyata komitmen bangsa Indonesia dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayahnya. Namun, di tengah upaya mewujudkan cita-cita bersama, muncul fenomena pagar laut yang menjadi tantangan baru. Fenomena ini mengundang refleksi tentang bagaimana semangat kewargaan dan cita-cita bersama dapat menjadi solusi dalam menghadapi tantangan kontemporer.
Refleksi Deklarasi Juanda
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang dibangun di atas cita-cita luhur untuk merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Cita-cita ini tidak hanya tercermin dalam pembukaan UUD 1945, tetapi juga dalam berbagai kebijakan dan deklarasi yang menjadi tonggak sejarah bangsa. Salah satu momen penting yang patut dikenang adalah Deklarasi Juanda pada tahun 1957, yang menjadi bukti nyata komitmen bangsa Indonesia dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayahnya. Namun, di tengah upaya mewujudkan cita-cita bersama, fenomena kebijakan pemerintah seringkali menjadi sorotan. Artikel ini akan membahas bagaimana Deklarasi Juanda menjadi inspirasi bagi bangsa Indonesia dalam menjaga kedaulatan, serta bagaimana fenomena kebijakan pemerintah saat ini dapat memengaruhi pencapaian cita-cita bersama.
ADVERTISEMENT
Deklarasi Juanda adalah bukti nyata bahwa bangsa Indonesia mampu berpikir mandiri dan berani mengambil langkah strategis untuk melindungi kedaulatannya. Namun, di tengah fenomena pagar laut dan tantangan maritim kontemporer, diperlukan refleksi bersama untuk memastikan bahwa cita-cita kedaulatan maritim tidak hanya menjadi sejarah, tetapi juga menjadi kenyataan. Dengan semangat persatuan dan komitmen yang kuat, kita yakin bahwa Indonesia dapat menjadi bangsa maritim yang besar, adil, dan berdaulat.
Tonggak kedaulatan bangsa Deklarasi Juanda, yang dicetuskan pada 13 Desember 1957, merupakan momen bersejarah yang menegaskan kedaulatan Indonesia atas perairan nusantara. Sebelum deklarasi ini, wilayah perairan Indonesia hanya diukur sejauh 3 mil dari garis pantai, mengikuti hukum kolonial Belanda. Namun, melalui Deklarasi Juanda, Indonesia menetapkan bahwa seluruh perairan di antara pulau-pulau nusantara adalah bagian dari wilayah kedaulatan negara. Kebijakan ini tidak hanya memperluas wilayah Indonesia, tetapi juga menjadi landasan bagi pembangunan maritim dan pertahanan negara.
ADVERTISEMENT
Kini dalam refleksi antara cita-cita dan realita, Deklarasi Juanda mengajarkan kita bahwa kedaulatan maritim bukan hanya tentang menguasai wilayah, tetapi juga tentang melindungi dan memberdayakan masyarakat yang hidup di dalamnya. Namun, fenomena pagar laut menunjukkan bahwa masih ada jarak antara cita-cita kedaulatan maritim dan realita di lapangan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan semangat Deklarasi Juanda harus dihidupkan kembali dalam bentuk program-program yang memberdayakan nelayan tradisional dan masyarakat pesisir.
Dengan adanya fenomena pagar laut ini mencerminkan ketimpangan dalam pengelolaan sumber daya maritim. Nelayan tradisional, yang merupakan tulang punggung perekonomian pesisir, seringkali menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak. Mereka kehilangan akses ke laut, yang merupakan sumber penghidupan mereka. Hal ini bertentangan dengan semangat Deklarasi Juanda, yang bertujuan untuk melindungi kedaulatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam kerangka kewargaan, Deklarasi Juanda dan fenomena pagar laut mengajarkan kita bahwa kedaulatan maritim bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Kewargaan bukan hanya tentang hak, tetapi juga tentang kewajiban untuk berkontribusi pada kemajuan dan keutuhan negara.
Fenomena Kebijakan Pemerintah
Antara cita-cita dan realita, Di era modern ini, kebijakan pemerintah seringkali menjadi sorotan publik. Fenomena kebijakan yang tidak konsisten, kurang transparan, atau tidak berpihak pada rakyat kecil dapat menghambat pencapaian cita-cita bersama. Misalnya, kebijakan impor pangan yang kerap menuai kontroversi, atau kebijakan pembangunan infrastruktur yang dinilai tidak merata. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah kebijakan pemerintah saat ini benar-benar mengacu pada cita-cita luhur bangsa?
Dalam konteks pemerintahan ke depan, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah menawarkan visi dan misi yang berfokus pada percepatan pembangunan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan penguatan pertahanan negara. Jika terpilih, 100 Hari Kerja pertama pemerintahan Prabowo-Gibran diprediksi akan menjadi momentum penting untuk melanjutkan dan memperkuat program-program yang telah dirintis oleh kabinet indonesia maju (KIM).
ADVERTISEMENT
Saat ini, 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran dengan kabinet indonesia maju menjadi sorotan utama publik dalam upaya mencapai cita-cita tersebut. Namun, di tengah optimisme dan harapan, muncul pertanyaan sejauh mana kebijakan pemerintah saat ini sejalan dengan semangat kewargaan dan cita-cita bersama bangsa.
Salah satu isu terkini yang menjadi perhatian adalah program makanan bergizi gratis yang diusung oleh Prabowo-Gibran. Program ini bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak sekolah dan masyarakat kurang mampu, dengan harapan dapat mengurangi angka stunting (kekurangan gizi kronis) dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Namun, tidak semua kebijakan pemerintah bernada negatif. Ada pula kebijakan yang patut diapresiasi, seperti program Kartu Prakerja yang bertujuan meningkatkan keterampilan tenaga kerja, atau kebijakan pengembangan energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Tantangannya adalah bagaimana memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar sejalan dengan cita-cita bangsa, yaitu menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mewujudkan cita-cita bersama sebagai refleksi dan harapan, Deklarasi Juanda mengajarkan kita bahwa cita-cita besar hanya dapat dicapai melalui keberanian, kebersamaan, dan visi yang jelas. Saat ini, bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang tidak kalah kompleks, mulai dari ketimpangan sosial, ancaman perubahan iklim, hingga persaingan global. Untuk itu, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus bersinergi dalam mewujudkan cita-cita bersama. pertama, kebijakan pemerintah harus lebih inklusif dan berpihak pada rakyat kecil. kedua, transparansi dan akuntabilitas dalam pembuatan kebijakan harus ditingkatkan agar publik dapat memantau dan memberikan masukan. ketiga, semangat persatuan dan kesadaran akan pentingnya menjaga keutuhan bangsa, seperti yang tercermin dalam Deklarasi Juanda, harus terus dihidupkan.
Dalam demokrasi yang sehat, peran warga negara sangat menentukan arah kebijakan, Kewargaan juga mengajarkan kita untuk kritis terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Sikap kritis ini bukan sekadar bentuk oposisi, melainkan bagian dari upaya membangun sistem yang lebih adil dan inklusif. Dengan memahami konteks sosial, ekonomi, dan politik dari setiap kebijakan, kita dapat mengadvokasi perubahan yang lebih berpihak pada keadilan sosial.
ADVERTISEMENT
Sejarah bangsa Indonesia adalah api perjuangan yang telah membuktikan kemampuannya dalam melawan segala bentuk penjajahan. Cita-cita bersama untuk menjadi bangsa yang merdeka, adil, dan makmur bukanlah sekadar impian, tetapi tujuan yang harus terus diperjuangkan. Dalam menghadapi tantangan global dan fenomena nekolim modern, kita harus kembali pada nilai-nilai luhur yang telah diajarkan oleh sejarah. Dengan semangat persatuan, keberanian, dan kesadaran akan cita-cita bersama, kita yakin bahwa Indonesia akan terus berdiri tegak sebagai bangsa yang besar dan bermartabat.