Konten dari Pengguna

Mengenal Lebih Jauh Tentang Sejarah Sastra Indonesia

Assifa Atsna Hanifa
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
12 Juni 2022 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Assifa Atsna Hanifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian besar orang, ‘sejarah’ merupakan hal yang sangat memusingkan karena sering dikaitkan dengan kegiatan menghafal. Sehingga mempelajari dan memahami sejarah menjadi hal yang kurang diminati. Padahal sejarah bukan tentang menghafal, melainkan tentang memahami. Ya, memahami peristiwa yang terjadi pada masa lampau, yang nantinya akan menjadi acuan bagi kita untuk berpikir dan bertindak. Hal ini berlaku pula untuk sejarah sastra Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sejarah sastra Indonesia memberikan pemahaman tentang perkembangan sastra Indonesia dari masa ke masa, mulai dari tokoh dan penokohan, peristiwa, hingga persoalan di dalamnya. Kita dapat mengetahui karya sastra yang ada pada tiap periode, yang ditinjau dari sifat dan coraknya. Dengan memahami sejarah sastra Indonesia, tentu akan menjadi suatu acuan bagi kita untuk menjalani kehidupan berdasarkan nilai-nilai budaya yang dilahirkan. Selain itu, dengan memahami sejarah sastra Indonesia, seorang pengarang dapat menciptakan karya sastra baru dengan melanjutkan atau bahkan menyimpang dari konvensi karya sastra yang ada pada tiap periodenya.
Tak lengkap rasanya jika kita ingin mengetahui sejarah sastra Indonesia tanpa mencari tahu seluk beluk dari sastra Indonesia itu sendiri. Lantas, apa yang dimaksud dengan sastra Indonesia? Bagaimana awal mula kelahirannya?
ADVERTISEMENT
Sastra Indonesia merupakan sastra yang dikemas dengan bahasa Indonesia dan berkembang sejak abad ke-20. Hal ini ditandai dengan tersebar luasnya karya sastra dalam penerbitan pers (surat kabar dan majalah) dan buku, baik yang diterbitkan oleh pihak swasta maupun pemerintah kolonial.
Terdapat beberapa pandangan yang berbeda mengenai kelahiran sastra Indonesia. Umar Junus dalam majalah Medan Ilmu Pengetahuan mengemukakan pendapatnya tentang kelahiran sastra Indonesia yang sebenarnya baru muncul setelah bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa persatuan dalam Sumpah Pemuda di tahun 1928 (Erowati & Bahtiar, 2011: 11).
Ajip Rosidi dalam bukunya Kapankah Kesusastraan Indonesia Lahir berpendapat bahwa sastra Indonesia lahir jauh sebelum bahasa Indonesia diresmikan. Kemudian, rasa kebangsaanlah yang menjadi awal dari kelahiran sastra Indonesia. Rasa kebangsaan itu mulai hadir dalam karya sastra pada tahun 1920 dan 1921. Hal ini ditandai dengan terbitnya sajak-sajak bercorak kebangsaan yang tertuang dalam majalah Jong Sumatra. Penulisnya ialah Muhammad Yamin, Mohammad Hatta, Sanusi Pane, dan pemuda lainnya (Erowati & Bahtiar, 2011: 11).
ADVERTISEMENT
Kesusastraan Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan, mulai dari periode sebelum kemerdekaan, pascakemerdekaan, orde baru, hingga reformasi-kontemporer. Berbagai peristiwa, karakteristik, dan hal lainnya mewarnai perjalanan karya sastra dari periode awal ke periode lainnya.
Ketika periode sebelum kemerdekaan, di tahun 1850-1933, sastra Indonesia diwarnai dengan kemunculan Sastra Melayu Tionghoa (sastra Indonesia yang dikembangkan oleh etnis Tionghoa di Indonesia), Bacaan Liar (bacaan bergaya sosialis-realisme yang dilarang oleh pemerintah kolonial dan tidak diterbitkan oleh Balai Pustaka), Sastra Koran (karya sastra yang diterbitkan di koran atau surat kabar, dan media massa), Max Havelaar (novel karya Eduard Douwes Dekker yang menarik perhatiaan banyak orang terhadap kondisi hindia Belanda), dan Balai Pustaka (komisi di bawah naungan pemerintah kolonial, yang menerbitkan karya sastra). Sedangkan di tahun 1933-1945, sastra Indonesia diwarnai dengan kemunculan Pujangga Baru (majalah yang melahirkan pemikiran dan polemik seputar kebudayaan Indonesia dan pendidikan) dan Sastra Propaganda (karya sastra yang diterbitkan untuk kepentingan propaganda Jepang).
ADVERTISEMENT
Pada periode pascakemerdekaan, perkembangan sastra Indonesia ditandai dengan terbentuknya Gelanggang Seniman Merdeka yang diprakarsai oleh Chairil Anwar dan kawan-kawannya. Perkumpulan tersebut bertujuan untuk mengisi kemerdekaan dengan gaya penulisan yang berbeda dari periode sebelumnya. Dalam periode tersebut pula, Chairil Anwar berhasil menciptakan suatu gagasan baru yang dituangkan dalam puisinya. Puisi yang dibuat olehnya bersifat invidual dan bercorak Barat.
Selain itu, terbentuk pula Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang diprakarsai oleh D.N. Aidit dan kawan-kawannya. Sayangnya Lekra sendiri memiliki tujuan propaganda terhadap masyarakat Indonesia. Karya yang dihasilkan pun berkaitan dengan ideologi dan keyakinan politik yang dianutnya, yaitu komunisme. Setelah meledaknya peristiwa G-30-S/PKI, Lekra dibubarkan berdasarkan Ketetapan
MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pelarangan Ajaran Komunisme, Leninisme, dan Pembubaran Organisasi PKI beserta Organisasi Massanya.
ADVERTISEMENT
Selepas itu terjadilah krisis sastra karena karya sastra yang terbit di Indonesia semakin berkurang jumlahnya. Krisis sastra tersebut akhirnya disambut dengan kemunculan Majalah Kisah (majalah sastra yang memuat sajak, cerpen, dan karangan-karangan lain yang tidak begitu panjang).
Pada periode orde baru, ditandai dengan kemunculan Manifestasi Kebudayaan, Majalah Horison, dan peristiwa Heboh Sastra. Pada periode ini pula terdapat sastra eksperimentasi, pengadilan puisi, dan pembentukan sastra akademik/fakultas sastra.
Hingga akhirnya sampailah pada periode reformasi-sekarang, yang mana periode ini diwarnai dengan melimpahnya perempuan sebagai pengarang karya sastra, terbentuknya sastra Cyber, dan melimpahnya karya sastra berbentuk cerpen.
Perjalanan kesusastraan Indonesia menjadi sejarah yang layak untuk diketahui oleh pemerhati sastra, sastrawan pengajar sastra, dan masyarakat umum penikmat karya sastra. Akan banyak manfaat yang kita peroleh ketika kita berusaha untuk memahami perjalanan dari sastra Indonesia, mulai dari acuan untuk menjalani kehidupan berdasarkan nilai-nilai budaya yang dilahirkan, menciptakan karya sastra baru, hingga untuk kepentingan penelitian.
ADVERTISEMENT
Referensi
Erowati, R dan Bahtiar, A. Sejarah Sastra Indonesia. Ciputat: Lemlit UIN Jakarta. 2011.