Konten dari Pengguna

Mengupas Unsur Imaji dalam Puisi 'Sajak Putih' Karya Chairil Anwar

Assifa Atsna Hanifa
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
12 April 2022 16:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Assifa Atsna Hanifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lukisan sosok Chairil Anwar. Foto: Utomo Priyambodo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Lukisan sosok Chairil Anwar. Foto: Utomo Priyambodo/kumparan
ADVERTISEMENT
Puisi merupakan suatu bentuk karya sastra yang digunakan oleh seorang pengarang untuk menuangkan sebongkah pikiran dan perasaannya melalui susunan kata yang indah. Dalam tiap baitnya, terdapat unsur-unsur pembangun yang disisipkan oleh pengarang dalam proses penulisannya. Dengan demikian, keindahan, perasaan, dan makna yang terkandung dapat tersampaikan kepada para pembaca.
ADVERTISEMENT
Keindahan, perasaan, dan makna yang digambarkan dalam tiap bait sebuah puisi tentu tidak dapat terlepas dari unsur imaji yang membangunnya. Melalui unsur tersebut, pembaca dapat turut terbawa ke dalam situasi dan perasaan yang digambarkan oleh pengarang melalui susunan kata yang bersifat imajinatif. Meskipun nantinya, besar kemungkinan dapat terjadi perbedaan interpretasi makna yang terkandung di dalamnya. Sebab pada dasarnya, puisi merupakan suatu bentuk karya sastra yang memiliki berbagai persepsi akan sebuah makna sesuai dengan individu yang merasakannya.
Berbicara mengenai unsur imaji dalam sebuah puisi, Chairil Anwar, seorang sastrawan Indonesia yang namanya sudah tak asing lagi dalam dunia kesusastraan Indonesia, telah banyak menghasilkan karya sastra berbentuk puisi yang mampu memboyong pembaca hingga terhanyut dalam berbagai situasi dan perasaan yang digambarkan. Unsur imaji yang digunakan oleh Chairil Anwar mampu mendorong pembaca untuk dapat turut melihat, mendengar, bahkan merasakan hal yang dialaminya melalui penggambaran imajinatif dalam tiap susunan kata. Hal tersebut juga nampak dalam salah satu puisinya yang ditulis pada 18 Januari 1944, yakni yang bertajuk "Sajak Putih", berikut puisi yang ditulisnya tersebut:
ADVERTISEMENT
Sajak Putih
-
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
-
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
-
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah ....
-
Januari 1944,
Chairil Anwar.
Puisi tersebut merupakan bentuk dari ungkapan hati pengarang mengenai ketulusan cintanya terhadap sosok gadis yang diceritakan. Chairil Anwar menggambarkan sosok 'aku' sebagai sosok yang kesepian, namun dengan kehadiran gadis tersebut, ia dapat merasakan kebahagiaan tiada tara. Hingga baginya, ketulusan akan cintanya tak akan pernah pudar walaupun maut memisahkan.
ADVERTISEMENT
Pada tiap susunan bait yang dirangkai, Chairil Anwar menyisipkan unsur imaji yang meliputi: imaji visual (penglihatan), imaji auditif (pendengaran), imaji olfaktori (penciuman), dan imaji kinestetik (gerak), di dalamnya.
Adapun unsur imaji yang tersisip pada baris kedua dalam puisi tersebut, yakni yang berbunyi ‘kau depanku bertudung sutra senja’. Baris tersebut mengandung unsur imaji visual (penglihatan) yang mampu mendorong pembaca untuk dapat turut melihat kehadiran sosok gadis yang berdiri di hadapan pengarang. Selain itu, unsur tersebut juga tersisip pada baris selanjutnya, yakni 'hitam matamu kembang mawar dan melati'. Pada baris tersebut, Chairil Anwar mencoba menggambarkan keindahan yang terlihat pada bola mata hitam yang dimiliki gadis tersebut. Keindahan yang dimaksud diangankan dalam penggambaran ‘bunga mawar dan melati’ yang dapat dinikmati visualnya oleh indra penglihatan.
ADVERTISEMENT
Kemudian, unsur imaji olfaktori (penciuman) tersisip pada baris yang berbunyi 'harum rambutmu mengalun bergelut senda'. Dalam hal ini, harum yang menyerbak dari rambut gadis tersebut, melibatkan penggunaan indra penciuman dalam penggambarannya.
Adapun unsur imaji auditif (pendengaran) yang terkandung dalam baris yang berbunyi ‘sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba’. Pada baris tersebut, Chairil Anwar menggunakan diksi ‘sepi menyanyi’ dengan melibatkan indra pendengaran sebagai gambaran dalam angan-angannya. ‘sepi menyanyi’ di sini merupakan bentuk ungkapan Chairil Anwar akan hidupnya yang kesepian layaknya malam yang sunyi, yakni malam di mana orang-orang memohon doa kepada Tuhan. Selain itu, unsur imaji ini juga tersisip dalam baris yang berbunyi 'dan dalam dadaku memerdu lagu'. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya diksi 'memerdu lagu' yang menggambarkan rasa senang yang begitu bergejolak dalam hati Chairil Anwar sebagai pengarang. Dengan menyisipkan diksi yang mengarah pada unsur imaji auditif (pendengaran), pembaca dapat turut mengalami pengalaman yang digambarkan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, puisi tersebut juga mengandung imaji imaji kinestetik (gerak). Hal ini dapat dilihat melalui penggunaan diksi yang meliputi: 'bersandar'; 'bergelut'; 'menari'; 'menengadah'; dan 'membelah'.
Pada dasarnya, puisi yang bertajuk "Sajak Putih" ini memiliki gambaran yang jelas dalam penciptaan suasananya. Chairil Anwar selaku pengarang, menyisipkan untaian kata dengan gambaran angan yang mampu menghidupkan puisi tersebut. Oleh sebab itu, pembaca dapat merasakan keindahan, perasaan, dan makna yang terkandung di dalamnya.
Referensi
Janti, S. H. (2020). Modul Pembelajaran SMA Bahasa Indonesia. Direktorat SMA, Direktorat Jendral PAUD, DIKDAS dan DIKMEN.
Hikmat, A., Puspitasari, N. A., & Hidayatullah, S. (2021). Kajian Puisi. Jakarta: UHAMKA.
Muhaiminah, H. (2012). Penyimpangan Gramatikal pada Puisi "Sajak Putih" Karya Chairil Anwar. Linguistika Akademia, 1(1), 59-72.
ADVERTISEMENT