Konten dari Pengguna

Ketegangan Nuklir Semenanjung Korea dan Ancaman Bagi Global

Assita Azka Qatrunnada
Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas PGRI Yogyakarta
16 September 2024 8:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Assita Azka Qatrunnada tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi radioaktif nuklir (sumber: https://pixabay.com/id/images/search/nuklir/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi radioaktif nuklir (sumber: https://pixabay.com/id/images/search/nuklir/)
ADVERTISEMENT
Korea Selatan dan Korea Utara merupakan negara yang berada dalam satu kawasan yang sama namun diketahui tak pernah akur. Ancaman nuklir di Semenanjung Korea merupakan salah satu isu geopolitik yang paling kompleks dan berisiko tinggi di Asia Timur. Semenanjung Korea telah menjadi salah satu kawasan paling sensitif dan bergejolak di dunia. Korea Selatan merupakan sebuah negara maju dengan sistem demokrasi yang mapan dengan sekutu kuat Amerika Serikat. Di sisi lain, Korea Utara merupakan negara tertutup dengan rezim otoriter yang memiliki ambisi terhadap nuklir. Ancaman nuklir yang berkembang di semenanjung korea ini menciptakan dinamika keamanan yang kompleks, tidak hanya bagi kedua negara Korea tetapi juga bagi seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Latar Belakang Konflik Semenanjung Korea
Pada mulanya, Wilayah Semenanjung Korea merupakan bagian dari wilayah imperialisme Jepang pada masa Perang Dunia II. Akhir Perang Dunia II, ketika Jepang menyerah kepada Sekutu pada tahun 1945, Korea dibebaskan dari kekuasaan kolonial Jepang dan sepakat untuk dibagi dan diduduki oleh dua negara adikuasa utama di era Perang Dingin, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Amerika Serikat menduduki bagian selatan dan Uni Soviet menduduki bagian utara. Pembagian ini dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet dengan tujuan untuk melucuti kekuatan tentara Jepang. Pembagian wilayah ini membuat hubungan kedua wilayah ini lambat laun semakin tidak baik. Perbedaan ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet menjadi salah satu latar belakang konflik di Semenanjung Korea. Korea Utara menganut ideologi Juche yang berarti otonom dan independen, sedangkan Korea Selatan memiliki sistem demokrasi dengan kebebasan berpendapat dan ekonomi kapitalis seperti Amerika Serikat. Korea Selatan memegang paham demokratis, sedangkan Korea Utara memegang paham komunis. Salah satu dampak perbedaan ini mengakibatkan pecahnya konflik menjadi sebuah peperangan. Perang Korea adalah konflik yang terjadi antara Korea Utara, yang didukung oleh Uni Soviet, dan Korea Selatan, yang didukung oleh Amerika Serikat. Perang ini dimulai pada tanggal 25 Juni 1950 ketika Korea Utara melakukan invasi bersenjata ke Korea Selatan. Perang ini berakhir dengan gencatan senjata pada tanggal 27 Juli 1953, namun kedua negara ini tidak pernah menandatangani kesepakatan ataupun perjanjian damai, sehingga kedua nya masih resmi dalam status perang.
ADVERTISEMENT
Konflik Yang Terus Berlanjut
Perang saudara yang tragis itu meninggalkan luka yang mendalam di berbagai sisi bagi Korea. Permusuhan dan ketakutan bersama antara Korea Selatan dan Korea Utara terus berkembang pada tahun ke tahun pascaperang karena insiden konflik, seperti penculikan, pertikaian perbatasan, upaya spionase, dan sejenisnya tidak pernah berhenti muncul.
Korea Utara dan Korea Selatan telah mengembangkan negara mereka sendiri di bawah bentuk pemerintahan yang berbeda pada tahun-tahun pemulihan dan modernisasi pascaperang. Dalam beberapa dekade terakhir sejak tahun 2000, kedua negara ini telah menghangatkan hubungan mereka dengan menyelenggarakan pertemuan puncak antar Korea pertama pada tahun 2000. Namun, muncul insiden yang lebih baru termasuk dua uji coba rudal Korea Utara pada tahun 2006 dan 2009 serta dimulainya kembali proliferasi nuklir, telah menimbulkan kekhawatiran yang menarik perhatian masyarakat internasional dan selanjutnya mengakibatkan berbagai sanksi PBB dijatuhkan kepada Korea Utara.
ADVERTISEMENT
Dampak Bagi Global
1. Ketidakstabilan Ekonomi
Ketidakpastian yang dihasilkan dari ketegangan terkait nuklir dapat mempengaruhi pasar keuangan dan ekonomi global. Misalnya, fluktuasi di pasar saham dan harga komoditas sering terjadi saat ada peningkatan ketegangan di Semenanjung Korea. Selain itu, sanksi ekonomi yang dijatuhkan pada Korea Utara sebagai akibat dari program nuklirnya juga dapat memiliki dampak lebih luas terhadap ekonomi global, terutama terkait perdagangan dengan negara-negara yang berhubungan dengan Korea Utara.
2. Ketegangan Regional dan Global
Uji coba nuklir Korea Utara sering kali meningkatkan ketegangan di kawasan Asia Timur, khususnya di Semenanjung Korea. Negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok merasa terancam, sehingga mendorong peningkatan anggaran militer dan pertahanan mereka. Selain itu, ketegangan ini juga mempengaruhi aliansi global, terutama hubungan Korea Selatan dan Jepang dengan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
3. Risiko Balapan Senjata Nuklir
Perkembangan senjata nuklir Korea Utara meningkatkan risiko balapan senjata nuklir di kawasan Asia Timur. Hal ini mendorong negara-negara lain untuk mengembangkan kapabilitas militernya. Beberapa negara mungkin melakukan tindakan preventif dengan ikut menyiapkan senjata nuklir dengan alasan keamanan.
4. Ancaman Perang Nuklir
Korea Utara kerap mengeluarkan ancaman terhadap negara-negara tetangganya atau bahkan Amerika Serikat. Meskipun skenario perang nuklir besar-besaran masih dianggap tidak mungkin, ancaman penggunaan senjata nuklir oleh Pyongyang menambah dimensi baru dalam risiko konflik regional atau global.
Konflik semenanjung korea ini merupakan ancaman besar bagi stabilitas global. Apabila konflik ini pecah menjadi sebuah peperangan nuklir, dapat dikatakan berbagai negara di dunia akan merasakan akibatnya mulai dari jangka pendek hingga jangka panjang. Semoga konflik ini segera menemui titik terangnya.***
ADVERTISEMENT
Referensi:
Alifa, D. T. (2024). Analisis Penyebab Ketidakstabilan Konflik Semenanjung Korea Pasca Deklarasi Panmunjom Tahun 2018-2023 (Doctoral dissertation, Universitas Islam Indonesia).
Assita Azka, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar
UPY