Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Perjuangan Kemerdekaan Bung Karno dan Tulang Ayam
19 Juni 2023 21:18 WIB
Tulisan dari Astari MD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa kaitannya Presiden RI kita yang pertama dengan tulang ayam, atau tepatnya tulang paha ayam? Apakah beliau senang sekali makan ayam goreng seperti orang Indonesia pada umumnya? Atau mungkin opor ayam? Ternyata jawabannya tidak ada kaitannya dengan selera makanan beliau, tetapi tentang hal yang sangat unik dan merupakan bagian dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bayangkan, tulang paha ayam ternyata bisa membawa pesan rahasia! Penasaran kan? Yuk, simak ceritanya.
ADVERTISEMENT
Cerita ini saya temukan waktu saya berkunjung ke Danau Toba beberapa waktu yang lalu. Btw busway, ngapain sih ke Danau Toba? Eits, bentar dulu...saya gak jalan-jalan lho...saya bersama beberapa teman diplomat muda Kementerian Luar Negeri melakukan kunjungan ke Danau Toba sebagai bagian dari diklat kami. Para diplomat Indonesia memiliki tugas untuk mempromosikan Indonesia di luar negeri, terutama tentang kekayaan budaya dan alam yang sangat beragam. Kunjungan ke Danau Toba merupakan pengenalan kami terhadap kebudayaan Batak dan juga keindahan alam Sumatra Utara. Jadi, pengalaman kami akan menjadi sangat berharga pada saat kami bertugas di luar negeri dan menceritakan mengenai keindahan dan kekayaan Indonesia.
Ternyata tidak susah lho untuk berkunjung ke sini. Tinggal cari tiket pesawat ke Bandar Udara Silangit, dan kira-kira setelah setengah jam naik mobil, kita sudah bisa melihat keindahan Danau Toba.
Oke, kembali ke laptop.
ADVERTISEMENT
Salah satu tempat yang saya kunjungi adalah Pesanggrahan Bung Karno di Kota Parapat, Kabupaten Simalungun. Rumah ini tadinya merupakan tempat peristirahatan para gubernur Belanda yang dibangun pada tahun 1820, sehingga arsitektur-nya pun bernuansa Eropa. Bertengger di tepi bukit Parapat, rumah cantik ini menghadap ke Danau Toba yang sangat indah.
Saya dan rombongan mendapat kesempatan untuk masuk ke dalam rumah ini. Teman-teman juga bisa lho datang berkunjung, tetapi harus melalui surat resmi dan ijin dari pemerintah daerah Sumatra Utara karena rumah ini adalah salah satu situs cagar budaya yang dilindungi pemerintah.
Saya dan rombongan disambut oleh Pak Nizam, salah satu pegawai yang sudah cukup lama berdedikasi dalam merawat Pesanggrahan Bung Karno. Beliau memperkenalkan sejarah rumah tersebut, termasuk cerita mengenai Bung Karno dan tulang paha ayam.
ADVERTISEMENT
Ternyata rumah ini pernah menjadi tempat pengasingan Bung Karno, Sutan Sjahrir, dan Hj. Agus Salim selama dua bulan di awal 1949. Mereka diasingkan oleh Belanda dengan tujuan supaya mereka berubah pikiran dan mengundurkan diri dari perlawanan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Selama dalam pengasingan, Belanda berusaha keras untuk memutuskan jalur komunikasi dengan para pejuang kemerdekaan lainnya. Tetapi ternyata Bung Karno, dengan kecerdikannya, telah menemukan jalan untuk menyampaikan pesan beliau kepada para pejuang yaitu melalui tulang ayam. Kebetulan waktu itu Belanda mempekerjakan orang-orang Batak untuk melayani kebutuhan para tahanan. Mereka pun juga tidak senang dengan kehadiran para penjajah, dan Bung Karno mengetahui hal tersebut.
Bung Karno kemudian minta dibuatkan makanan yang ada paha ayamnya. Setelah selesai makan, beliau membersihkan tulang paha tersebut dan mengeluarkan sumsum di bagian dalam tulang sehingga berongga seperti tabung. Beliau kemudian menulis pesan di atas kertas yang digulung dan dimasukkan ke dalam "tabung" baru ini. Dengan bantuan para pekerja rumah, tulang paha lalu diselundupkan ke para pejuang yang saat itu sudah berada di dekat kota parapat.
ADVERTISEMENT
Sungguh jenius, seperti membaca novel mata-mata jaman dulu!
Komunikasi Bung Karno dan teman-temannya ternyata masih bisa berjalan dengan baik, walaupun terbatas. Melalui tulang ayam, beliau berhasil menahan para gerilyawan untuk tidak terburu-buru menyerang Belanda untuk menyelamatkan mereka. Dan ternyata setelah dua bulan di Parapat, mereka dipindahkan Belanda ke Pulau Bangka.
Jadi kalau teman-teman ada waktu untuk berkunjung ke Toba, mampirlah ke Pesanggrahan Bung Karno. Di sini teman-teman bisa membayangkan bagaimana menjadi seorang tahanan Belanda.
Namun jujur saja, saya rasa Belanda keliru dengan pemikiran bahwa Bung Karno akan setuju dengan menyerah apabila diasingkan di Parapat. Mungkin saja, saat Bung Karno sedang duduk-duduk di depan rumah dan memandang keindahan Danau Toba, yang terbersit dalam pikiran beliau adalah...."Menyerah? Menyerahkan semua ini ke tangan Belanda? No way man!"