Konten dari Pengguna

Bagaimana Tionghoa dan Khonghucu di Mata Indonesia?

Astria Dinda Amalia
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
5 Januari 2022 13:38 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Astria Dinda Amalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. (Umat Konghucu beribadah malam perayaan Tahun Baru Imlek 2572 di Wihara Boen San Bio, Kota Tangerang, Banten, Kamis (11/2). Foto: Fauzan/Antara Foto)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. (Umat Konghucu beribadah malam perayaan Tahun Baru Imlek 2572 di Wihara Boen San Bio, Kota Tangerang, Banten, Kamis (11/2). Foto: Fauzan/Antara Foto)
ADVERTISEMENT
Realitas keagamaan pada masyarakat Indonesia dengan segala dinamikanya senantiasa menyuguhkan ruang diskusi yang menarik untuk dibahas. Agama yang merupakan sumber nilai, spirit, sekaligus ideologi yang mengarahkan kita dalam menjalani pengalaman keseharian. Agama dianggap penting untuk membentuk identitas bagi setiap individu maupun kelompok sosial.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, di Indonesia sendiri memiliki keragaman yang menciptakan banyak budaya dan juga agama yang hadir dengan wajah yang tidak tunggal. Agama yang eksistensinya tetap berkembang di masyarakat di antaranya adalah Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Agama-agama tersebut merupakan argumentasi atas ketidaktunggalan wajah agama. Karena hal inilah agama harus diterima secara individu ataupun kelompok sosial dengan penuh rasa toleransi.
Namun, kali ini penulis ingin mengajak pembaca untuk lebih mengenal lebih jauh mengenai salah satu agama yang bisa dikatakan tingkat minoritasnya lebih tinggi dibandingkan dengan agama lainnya, yaitu Khonghucu. Ya, Khonghucu memang memiliki eksistensi yang lebih rendah dibandingkan ke lima agama lainnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena agama Khonghucu sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang di Indonesia. Hingga pada akhirnya agama Khonghucu dapat diterima di masyarakat Indonesia dan mampu hidup berdampingan hingga hari ini.
ADVERTISEMENT
Agama Khonghucu adalah sebuah agama yang sebenarnya tidak hanya diperuntukkan bagi orang-orang Tionghoa saja, namun untuk semua orang yang percaya dan mau melaksanakan ajaran dan isi dari kitab suci agama tersebut. Perkembangan agama Khonghucu di Indonesia sendiri sempat terputus pada saat masa-masa pemerintah Orde Baru yang mana tidak mengakui agama Khonghucu sebagai agama yang resmi. Pada saat masa pemerintahan Orde Baru, Khonghucu dijadikan sebagai ajaran etika atau bentuk filsafat saja. Jika kita membicarakan agama Khonghucu sudah dipastikan kita akan membicarakan pula Cina dan Tionghoa.
Pada masa Orde Baru, agama Khonghucu tidak diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Kemungkinan pertama adalah adanya kecenderungan dari golongan sayap kanan (kalangan militer dan partai-partai Islam), memberikan asumsi kepada masyarakat untuk mempersamakan minoritas Cina di Indonesia dengan komunisme dan Tiongkok. Dengan mempersamakan minoritas Cina dengan komunisme dan Tiongkok, dengan kata lain kebudayaan, agama, serta adat-istiadat orang Cina yang berorientasi pada negeri leluhur dapat dianggap sebagai wadah penyebaran ajaran-ajaran komunis.
ADVERTISEMENT
Kemungkinan lainnya adalah karena Cina Indonesia dianggap sebagai komunis, dan keyakinan leluhur dan adat istiadatnya dapat memperkuat kecinaannya maka pemerintah menganggap bahwa dengan adanya agama Khonghucu dan kebudayaan Cina dapat menjadi masalah domestik bangsa dan menghambat proses pembauran pemerintah.
Jika kita melihat fenomena ini pada masa orde baru, rasanya masih sangat sulit melihat bahwa orang-orang Tionghoa yang bahkan berwarganegaraan Indonesia ini dianggap sebagai orang Indonesia. Namun, masih dianggap sebagai orang asing. Belum lagi penyematan WNI ke orang Tionghoa yang seolah-olah membuat mereka terasa lebih asing di negaranya sendiri. Apalagi ketika orang Tionghoa yang beragama selain Khonghucu dapat diterima dengan baik bahkan hak-haknya tidak dibatasi. Berbeda halnya dengan orang Tionghoa yang beragama Khonghucu, mereka akan dibatasi hak-haknya.
ADVERTISEMENT
Bahkan ketika mereka menikah menggunakan cara agama Khonghucu maka tidak akan diakui oleh Kantor Catatan Sipil. Akibat dari banyaknya tekanan terhadap keturunan Tionghoa maka berimbas pada perkembangan agama Khonghucu yang mana banyak pemeluknya memilih untuk pindah ke agama lain dengan alasan agar mereka tidak mendapatkan masalah nantinya. Bahkan bukan hanya agama Khonghucu yang tidak boleh ditampilkan secara terang-terangan, namun kesenian barongsai dan tradisi Tionghoa lainnya juga tidak diperbolehkan untuk ditampilkan secara terbuka.
Padahal agama Khonghucu yang saat ini yang kita kenal adalah agama yang lahirnya pun sama seperti agama besar lainnya yang ada di Indonesia. Di mana agama tersebut datang dari luar negeri dan tentu saja agama Khonghucu di Indonesia mengalami banyak perubahan. Jika diteliti lebih jauh agama ini jelas mengandung unsur-unsur Buddhisme, Islam, Kristen dan Indonesia. Agama Khonghucu di Indonesia adalah agama yang terorganisasi. Organisasinya pun mirip dengan agama lain seperti Kristen dan Islam. Khonghucu di Indonesia ini terlihat sekali sudah diindonesiakan sehingga kita tidak akan menemukan agama Khonghucu yang semacam ini di daratan Cina ataupun negara lainnya.
ADVERTISEMENT
Apabila pemerintah memang ingin terhindar dari praktik-praktik diskriminasi terhadap agama-agama minoritas yang ada di Indonesia, sebaiknya pemerintah tidak lagi bertindak sebagai hakim yang dapat memutuskan apakah suatu agama layak untuk dikatakan sebagai agama atau tidak. Biarlah para pemeluk agama tersebut yang memutuskan apakah suatu agama itu dapat atau layak dikatakan sebagai agama atau tidak. Karena kebenaran dalam suatu agama itu tidak terletak dari pengakuan pemerintah tapi terletak pada pengakuan pemeluknya. Akan aneh rasanya jika kita memeluk sebuah agama tanpa ada rasa percaya terhadap agama tersebut namun hanya sebatas agar diakui oleh orang lain dan negara.
Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid yaitu pada tahun 2000-an eksistensi dari agama Khonghucu sendiri mulai terlihat di masyarakat dan mulai diakui oleh pemerintah. Inpres yang melarang kegiatan terbuka tradisi Tionghoa pada masa Soeharto telah dicabut. Bahkan untuk pertama kalinya tahun baru imlek diselenggarakan secara nasional. Setelah mengalami banyak hal yang kurang mengenakan terjadi pada pemeluk agama Khonghucu, dari mereka yang lebih memilih ganti agama selain Khonghucu agar bisa diterima di masyarakat, menggelar tradisinya secara tertutup, bahkan ajaran agama Khonghucu juga tidak ada di sekolah.
ADVERTISEMENT
Namun sekarang para pemeluk agama Khonghucu tidak perlu merasa cemas akan agamanya sendiri. Seperti yang kita lihat saat ini, agama Khonghucu pun bisa melaksanakan ibadahnya dengan tenang dan tentram di Indonesia. Walaupun selama 32 tahun lamanya agama Khonghucu tidak diakui oleh pemerintah sebagai suatu agama yang sebanding dengan agama-agama lainnya.
Namun pada kenyataannya para pengikutnya tetap mengakuinya sebagai agama dan dijadikan pedoman dalam kehidupannya sehari-hari. Mungkin saat ini memang agama Khonghucu telah resmi menjadi agama yang diakui di Indonesia. Namun, tidak bisa menutup kenyataan pula bahwa agama Khonghucu tetaplah menjadi minoritas di Indonesia.
Walaupun menjadi agama minoritas di Indonesia dan telah menghadapi pahitnya diskriminasi di masa lalu, namun perjuangan masyarakat Tionghoa di Indonesia dalam memperjuangkan agama Khonghucu telah mencapai keberhasilannya. Seperti yang kita lihat saat ini bahkan kebudayaan masyarakat Tionghoa dapat disaksikan secara umum dan terbuka. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, seperti Medan, Sumatera Utara, misalnya, bagi mereka warga Tionghoa adalah hal biasa dalam menggunakan bahasa Hokkian ataupun memajang aksara Tionghoa di toko atau di rumah. Terlebih lagi sekarang banyak sekolah atau perguruan tinggi yang mengadakan pelajaran atau mata kuliah bahasa mandarin.
ADVERTISEMENT
Begitulah agama Khonghucu yang tumbuh di Indonesia. Walaupun di Indonesia agama Khonghucu sendiri adalah minoritas, namun masyarakat tetap menjunjung tinggi toleransi di Indonesia. Walaupun tidak bisa menutup kemungkinan banyak hal-hal yang sekarang ini pun masih perlu dibenahi persoalan toleransi di setiap umat beragama.