Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Free Will dalam Pandangan Robert Kane
10 Desember 2020 7:26 WIB
Tulisan dari Astrid Shafira Nurulita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Apabila kalian belum mengenal Robert Kane, beliau adalah seorang filsuf yang berasal dari Amerika. Kane sedang pensiun secara bertahap dari University of Texas. Hingga kini, karya-karya Robert Kane sendiri banyak yang merujuk pada ideologi kebebasan, misalnya Free Will and Values (1985), Through the Moral Maze (1994), The Significance of Free Will (1996), Four Views on Free Will (2007), dan lain sebagainya. Diluar karya-karya tersebut, Kane sendiri adalah seorang libertarian radikal. Karya-karya dari pemikiran Kane tersebut tentu saja ada yang menuai kritik. Sebagai contoh; dalam teori Kane yang mengatakan bahwa kebebasan didasarkan pada peristiwa langka dan luar biasa tertentu, yang disebutnya tindakan yang membentuk diri sendiri atau SFA (Self-Forming Actions), seorang filsuf Daniel Dennett mengkritik teori Kane tersebut. Dennet mencatat bahwa tidak ada jaminan peristiwa seperti itu akan terjadi dalam kehidupan individu. Dalam karyanya Free Will and Values, Kane menyatakan bahwa kehendak bebas (free will) adalah kekuatan dalam diri manusia, dan dalam pribadi atau agen rasional dalam bentuk apa pun (manusia atau dewa, terestrial atau luar angkasa), untuk memulai atau mewujudkan tujuan atau tujuan yang memandu tindakan mereka. ini dikatakan sebagai semacam penentuan nasib sendiri, artinya dengan ini, bukan kemampuan diri untuk menentukan tindakannya sesuai dengan tujuannya (ini adalah kebebasan, atau kebebasan, tindakan yang dibedakan dari kebebasan berkehendak), tetapi kemampuan untuk menentukan tujuan tindakannya.
ADVERTISEMENT
Dari hal tersebut, apa itu free will menurut pendapat kalian? Apakah yang disebut dengan kebebasan?
Secara harfiah, free will memiliki arti kebebasan untuk berkehendak. Selain itu, free will juga bisa berarti kemampuan untuk bertindak dan membuat pilihan terlepas dari pengaruh luar apa pun. Free will erat kaitannya dengan liberalisme, tanggung jawab, dan hal-hal yang dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan secara bebas. Mengingat dengan adanya free will masyarakat bisa bebas dalam mengambil sikap, tentu saja ada konsekuensi yang harus diterima. Konsekuensi inilah yang kita sebut sebagai tanggung jawab. Apabila kita melakukan hal baik, konsekuensi yang akan kita dapat juga akan bersifat positif, dan begitu pula sebaliknya. Sebagai makhluk pemikir, sudah seharusnya kita sadar akan tanggung jawab atas segala sikap yang kita ambil, bukan? Konsekuensi juga bisa berupa berupa bentuk yang lain, misalnya pahala dan dosa. Namun, kedua bentuk ini hanya Tuhan yang bisa menentukan dan mengetahui.
ADVERTISEMENT
Kebebasan Berkendak pada Era Modern
Dalam kehidupan modern saat ini, sayang sekali kebebasan berkehendak cenderung sering disalahgunakan. Bagaimana tidak, saat mencoba menilik media sosial yang populer di kalangan masyarakat, kita akan banyak menemukan konten yang dinilai tidak edukatif, dan malah cenderung memberi efek negatif, misalnya video YouTube dan Tiktok yang berisi konten dewasa tanpa mempertimbangkan siapa saja yang akan menonton konten tersebut. Padahal pada kenyataannya, dalam platform tersebut banyak jumlah anak-anak yang masih tergolong dibawah umur.
ADVERTISEMENT
Kasus lain adalah sering ditemukannya orang-orang yang mengatakan atau menuliskan hal-hal yang berpotesi menyakiti perasaan orang lain. Mari kita ambil contoh kasus seorang wanita bernama Kekeyi yang namanya sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Dalam beberapa videonya, kita akan banyak ujaran kebencian dalam kolom komentar. Tanpa mempertimbangkan dampak yang akan dialami Kekeyi, beberapa orang terlihat sangat mudah memberi komentar-komentar buruk tersebut.
Di platform Twitter, dimana orang bisa mengetik apa saja yang mereka inginkan, hal serupa lebih sering ditemukan dan justru lebih parah. Banyak orang menuliskan cuitan mereka dengan bebas karena mereka bisa saja tidak menunjukkan identitas asli mereka. Bahkan tidak jarang ditemui orang-orang yang menjelekkan seseorang atau organisasi terkenal dan bahkan pemerintah. Sehingga akan sulit bagi masyarakat untuk menuntut pertanggungjawaban moral dari cuitan orang-orang tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal yang lebih sedih dari kasus-kasus di atas adalah apabila seseorang berusaha untuk mengingatkan perbuatan oknum-oknum seperti ini, orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini akan memberi alasan berkedok kebebasan untuk berpendapat dan berkehendak. Pada awal tadi, sudah kita bahas bahwasannya ada konsekuensi yang harus diterima pada setiap sikap yang kita ambil yang bisa berupa tanggung jawab moral atau pun dosa dan/atau pahala. Selain menjalin hubungan baik antar manusia, seseorang juga harus bisa memiliki hubungan baik dengan Tuhannya. Dengan diberikannya kebebasan untuk berkehendak dan akal untuk berpikir oleh Tuhan, bukan berarti manusia bisa berbuat semau mereka. Sebagai makhluk pemikir, sudah semestinya seseorang mempertimbangkan sesuatu yang akan dilakukan, apakah itu baik atau buruk, serta apa saja konsekuensi yang akan didapat dari sikap yang diambil tersebut.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan yang bisa kita dapatkan adalah free will telah memberikan hak kepada seseorang untuk mengambil sikap tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun, yang berarti seseorang benar-benar merdeka. Di sisi lain, tidak seharusnya hak ini disalahgunakan oleh seseorang sebagai kedok atas perbuatan buruknya. Biarpun seseorang bebas menentukan sikap mana yang akan diambil, dia harus mengerti bahwa sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang hidup saling membutuhkan dan berdampingan dengan orang lain sehingga dia haru smenjaga hubungan baik antar manusia. Konsekuensi yang diterima ̶ yang berupa tanggung jawab moral maupun pahala dan/atau dosa ̶ dari kebebasan untuk bersikap juga akan diterima oleh orang yang menentukan itu sendiri. Oleh sebab itu, kita sebagai manusia sendiri yang bisa menentukan ke arah mana kita mengambil sikap.
ADVERTISEMENT