Konten dari Pengguna

Adik Kesayangan

Astrid Melanonia
Mahasiswi Aktif Prodi Jurnalistik
12 Mei 2020 7:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Astrid Melanonia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Adakah di dunia ini yang tidak menyayangi dan menginginkan sosok seorang adik di hidupnya? Kalau ada pertanyaan seperti itu, maka jawabannya adalah aku.
ADVERTISEMENT
Ketika kau di dalam rahim Ibu, aku menolak keras tidak menginginkanmu. Ketika keluargaku sangat menantikan kelahiranmu, maka aku tidak. Sangat berbeda dengan Ayah dan Ibu, ia begitu mendambakanmu. Bahkan adik perempuanku sangat senang, senyum berseri turut serta hadir yang terlihat jelas di wajahnya untuk menunggu kehadiranmu.
Hingga pada saat kau lahir ke duniapun, aku enggan denganmu. Aku berpikir, mempunyai satu adik perempuan sudah cukup, lantas untuk apa punya adik lagi? Tidakkah itu terlalu merepotkan, menyusahkan, dan meresahkan? Katakanlah saat itu aku egois, egois dengan pikiranku sendiri. Egois dengan pikiran jahat yang menyesatkan.
Sikapku sedikit berubah, tak separah saat itu, walaupun sikap tak acuh kepadamu sering terlihat, tetapi aku sesekali suka menggendongmu, memelukmu, dan menjagamu. Parasmu yang lucu dan menggemaskan, senyum yang manis, pipi tembam dan bola mata bulat yang turut menghiasi. Siapa yang tidak tertarik melihat bayi sempurna seperti itu? Kau terlihat sangat menggemaskan.
ADVERTISEMENT
Anak yang Allah berikan dan kini menjadi adikku adalah anugerah dari Allah. Sudah selayaknya aku bersyukur atas anugerah yang telah Allah berikan, bukan malah membenci dan tidak menganggapnya.
Salah seorang sahabatku berkata, “Banyak yang ingin punya adik, tapi apa boleh buat belum dikasih Allah. Seharusnya bersyukur punya adik, jadi ada yang menemani di rumah kalau lagi sendiri, dan bisa jadi teman bermain.”
Akhirnya aku menyadari perkataan sahabatku. Aku sangat berterima kasih kepadanya, karena ucapannyalah aku tersadar. Sudah seharusnya aku sebagai kakak menyayangi dan menjaganya.
Sudah lengkap hidupku dengan kehadiran dua adik, laki-laki dan perempuan. Mempunyai banyak saudara menyenangkan bukan? Itulah yang selalu kuucapkan.
Tingkah lucu, menggemaskan, pertanyaan polos yang sering kau ajukan ketika kau tak mengerti, dan celotehan menyebalkan selalu kurindukan dan kutunggu ketika aku sedang tak di rumah.
ADVERTISEMENT
Saat ini adik yang tidak kuinginkan sudah tidak lagi bayi yang harus dibedong, tidak lagi balita yang harus dipapah ketika berjalan. Ia sudah tumbuh besar dan lambat laun kau akan semakin dewasa.
Maafkan jika aku belum menjadi kakak terbaik, belum bisa memberi contoh dalam segala hal yang baik, belum bisa menuruti semua keinginanmu. Maafkan aku jika selalu memarahimu, berucap kasar yang mampu menyesakkan dan menyakiti hatimu. Hal itu semata hanya ingin kau menjadi adik yang hebat dan kuat.
Percayalah, aku menyayangimu dan akan selalu menjagamu.
Wahai adikku, pintaku jadilah anak yang membanggakan Ayah dan Ibu, jadilah anak yang mandiri, anak yang hebat, anak yang dapat bermanfaat untuk lingkungan sekitar, dan anak yang senantiasa selalu mengingat Allah dimanapun dan kapanpun kau berada. Jadilah pembeda tanpa membeda-bedakan dan jadilah petunjuk disaat sekitarmu memerlukan cahaya untuk menuju jalan yang seharusnya, seperti namamu, Furqon Al Hafidz.
ADVERTISEMENT
Nama yang kuberikan untukmu dan berisikan sebuah doa serta harapan baik. Berharap agar doa serta harapku selalu menemani dikala kakimu melangkah pasti, senyum yang selalu menghiasi, dan bahagia yang selalu menyertai. (Astrid Melanonia/Politeknik Negeri Jakarta)