Konten dari Pengguna

Payung Hukum Berbentuk Hak Tolak Wartawan

Asyani Rahayu Simatupang
Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas. Jurnalis di Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Genta Andalas.
22 Agustus 2024 17:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asyani Rahayu Simatupang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hak Tolak Wartawan. Foto: iStock
zoom-in-whitePerbesar
Hak Tolak Wartawan. Foto: iStock

Secara harfiah, Hak tolak adalah kuasa yang dimiliki wartawan untuk melindungi privasi dan merahasiakan identitas demi keselamatan narasumbernya.

ADVERTISEMENT
Pemilu merupakan representasi dari kedaulatan rakyat dalam pemerintahan yang demokratis. Agar perwujudan pemilu yang demokratis terselenggara, asas pemilu terutama asas jujur sangat dibutuhkan sebagai legalitas peserta pemilu, baik pemilih, pemantau dan pengawas pemilu, juga pihak pemerintahan. Pada pemilihan umum presiden (Pilpres) yang dilaksanakan februari lalu, beredar kabar kecurangan yang dilakukan oleh salah satu instansi pemerintahan. Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (JTPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md, Aiman Witjaksono, yang juga berprofesi sebagai Jurnalis, dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Aliansi Elemen Masyarakat Sipil untuk Demokrasi, karena pernyataannya terkait ketidaknetralan polisi dalam Pilpres 2024. Dalam keterangan yang ia sampaikan, Ia mengaku mendapat informasi dari teman di kepolisian bahwa mereka diperintahkan oleh komandan kepolisian untuk membantu pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabumingraka.
ADVERTISEMENT
Buntut dari pernyataan tersebut, Aiman dilaporkan atas dugaan tindak pidana kejahatan informasi dan transaksi elektronik. Aiman mengaku siap dipanggil polisi untuk melakukan klarifikasi terhadap laporan atas namanya di Polda Metro Jaya dan akan tetap menjaga privasi narasumber menggunakan hak tolak wartawan. Sebagaimana Wina Armada, Pakar Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik, memaparkan tentang hak tolak wartawan yang akan terus melekat seumur hidup atas dasar profesi, menjadi bukti bahwa sejatinya wartawan punya kuasa absolut untuk menyembunyikan identitas narasumber. Karena menurut Aiman, jika identitas narasumber dibeberkan, maka tak ada lagi orang-orang yang berani mengungkapkan kebenaran.
Berdasarkan Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers mempunyai hak tolak untuk mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum. Hak tolak dari segi hukum dan yuridis dinyatakan absolut. Pengimplementasiannya tertuang dalam Pasal 1 ayat 10, wartawan berkorelasi dengan hak tolak karena profesinya, menolak mengungkapkan nama dan identitas lainnya dari sumber berita. Dirahasiakannya identitas juga latarbelakang menjadi payung hukum narasumber sekaligus tujuan utama hak tolak. Meskipun hak tolak merupakan kebebasan wartawan dalam melindungi narasumbernya, sebaiknya penggunaan hak tolak dijaga kesuciannya. Narasumber yang layak dilindungi identitasnya adalah mereka yang memang memiliki kredibilitas terhadap kebenaran informasi.
ADVERTISEMENT
Dasar hukum hak tolak juga tercatat dalam Pasal 50 KUHP, mereka yang menjalankan perintah UU tidak dapat dihukum. Dalam perjalanan tugas jurnalistik, pers menjalankan amanat UU Pers, sehingga berkonsekuensi tidak dapat dihukum ketika menggunakan hak tolaknya. Hal tersebut diperkuat oleh Pasal 170 KUHAP, atas dasar pekerjaan yang berkeharusan melindungi privasi, dapat bebas dari kewajiban memberi keterangan sebagai saksi. Dalam Pedoman Dewan Pers terkait Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungjawaban Hukum dalam Perkara Jurnalistik, butir ke-5 pedoman mengenai ketentuan dan penerapan hak tolak dijabarkan bahwasanya aparat hukum sedapat mungkin menghindari memanggil wartawan untuk dimintai menjadi saksi jika telah ada informasi yang tersebar dan diperkirakan dapat menjadi bahan untuk mengusut kasus.
Kendati banyaknya dasar hukum yang memperkuat hak tolak wartawan, kewenangan pers saat menggunakan hak tolak dibatasi oleh filosofis, jiwa, dan isi baik dari kode etik jurnalistik dan Undang-Undang pers itu sendiri. Beberapa syarat diatur untuk pemakaian hak tolak, misalnya: informasi yang diberikan narasumber bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi saja, melainkan untuk kepentingan umum, adanya potensi ancaman yang serius jika pemberi informasi diketahui identitasnya, juga kredibilitas narasumber terkait faktualisasi informasi.
ADVERTISEMENT
Dari segi hukum atau yuridis, hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum. Meskipun demikian, hak tolak hanya dapat dibatalkan oleh pengadilan dengan majelis hakim yang secara khusus memeriksa boleh tidaknya hak tolak dibatalkan. Namun, dari segi etika profesi, hak tolak tidak dapat dibatalkan, harus dipertahankan dengan segala konsekuensi logisnya, termasuk bersedia memikul beban hukumnya.
Perlindungan terkait privasi identitas dan latarbelakang narasumber diperjuangkan sedemikian kuat oleh pers. Membuka ruang untuk bersuara karena adanya peluang aman dari kecaman sebab payung hukum berbentuk hak tolak wartawan selalu menyertai narasumber. Hubungan ini juga menjadi aktualisasi Pasal 16 dan pasal 26 ICCPR, memberikan jaminan dan hak bagi semua orang untuk memperoleh perlindungan hukum dan dijauhkan dari segala bentuk pembedaan. Melalui hak tolak wartawan, besar harapannya agar masyarakat lebih berani untuk bersuara karena adanya jaminan perlindungan hukum bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Penulis:
Asyani Rahayu Simatupang, Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas.