Konten dari Pengguna

Transparansi dalam Hak Koreksi dan Hak Jawab: Menjaga Akurasi dan Akuntabilitas

Asyani Rahayu Simatupang
Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas. Jurnalis di Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Genta Andalas.
7 September 2024 12:37 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asyani Rahayu Simatupang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hak Jawab dan Hak Koreksi. Foto: iStock
zoom-in-whitePerbesar
Hak Jawab dan Hak Koreksi. Foto: iStock

Hak jawab adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media untuk memberikan tanggapan atau klarifikasi terkait berita yang dianggap salah, menyesatkan, atau merugikan. Dalam hal ini, media diharuskan untuk memuat tanggapan tersebut dengan posisi yang setara dan tanpa modifikasi, sehingga audiens mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan berimbang.

ADVERTISEMENT
Mengingat salah satu teori kebenaran dalam buku Dasar-Dasar Logika yang dikemukakan oleh Nanang Martono dan Dalhar Shodiq adalah Teori Korespondensi, Correspondence Theory of Truth yang kadang disebut dengan Accordance Theory of Truth, menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Signifikansi teori ini juga dapat diaplikasikan pada dunia jurnalis dengan tujuan aktualitas, menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Wartawan harus menyampaikan berita yang berimbang agar tidak ada yang merasa dirugikan dari suatu pemberitaan.
Keberimbangan dalam pemberitaan sesungguhnya telah diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 1, "Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk." Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Selain itu, Wartawan juga harus memastikan akurasi informasi, melakukan check dan recheck tentang kebenaran informasi itu, karena wartawan Indonesia terikat dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 3, "Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tidak bersalah"
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui bahwa wartawan juga manusia biasa yang tidak luput akan kesalahan. Meskipun demikian, wartawan sudah terikat moral dengan Kode Etik Jurnalis (KEJ) dan Undang-Undang No. 40 tentang Pers, mengharuskan wartawan untuk menguji kebenaran saat mengolah informasi. Tidak jarang wartawan bertindak lalai, berbuat salah, dan berakhir merugikan pihak lain. Persoalan semacam ini terjadi karena ketidakhati-hatian dalam distribusi berita. Perihal kerugian karena kesalahan informasi, Pers menjamin penyelesaiannya melalui Hak Jawab dan Hak Koreksi.
Secara normatif, Hak Jawab dan Hak Koreksi tercantum dalam Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers dalam Pasal 5 ayat (2) "Pers wajib melayani Hak Jawab" dan Pasal 5 ayat (3) "Pers wajib melayani Hak Koreksi." Pers sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini, harus punya kontrol terhadap gagasan yang dipublikasikan. Sejalan dengan itu, Pers harus menjamin kebebesan individu untuk memberikan perbaikan, sanggahan, atau tanggapan terhadap informasi pemberitaan yang keliru dan berpotensi untuk merugikan nama baiknya.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers, Pasal 1 ayat (11), "Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya." Akurasi informasi sepatutnya menjadi prioritas pers, publisitas juga sepantasnya melewati proses verifikasi. Sebagaimana Pasal 1 ayat (12) yang berbunyi, "Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau memberitahukan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain." Yang berkorelasi dengan pasal 1 ayat (13), "Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain."
ADVERTISEMENT
Implementasi penggunaan hak tolak dapat ditilik dari kasus Somasi Pimpinan Redaksi Kumparan yang dilayangkan oleh advokat di Firma Hukum Rahnoto untuk membela Syarif Maulana. Dalam surat peringatan No. 025/RR-SP.1/KPR/JKT/VII/2024 tanggal 12 Juli 2024, ditulis bahwa Pimpinan Redaksi Kumparan wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu secara proporsional, selambat-lambatnya 2×24 jam setelah Hak Jawab diterima. Teradu harus memuat catatan di bagian bawah berita yang diadukan, menjelaskan bahwa Dewan Pers telah menilai berita tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber.
Dalam keputusan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers No. 698/DP/K/VII/2024, kumparan.com dinilai melanggar Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak melakukan uji informasi, kumparan.com tidak melakukan klarifikasi langsung terhadap Syarif Maulana hingga beliau mengalami kerugian materil seperti Pemutusan Kerja dari Universitas Katolik Parahyangan sebagai Dosen, terputusnya kontrak penerbitan buku, dan terganggunya proses akademik Doktoral yang sedang ditempuh di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dalam bentuk skorsing.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus tersebut, kumparan.com selaku pihak teradu harus melayani Hak Jawab. Karena jika tidak, maka bisa dipidana dengan denda sebanyak-banyaknya Rp. 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang 40 Tahun 1999 tentang pers. Hukum mengenai 'sesuatu' yang merugikan pihak lain juga diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi, "Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut."
Berkaca dari kasus somasi kumparan.com, Dewan Pers menjamin perlindungan bagi mereka yang dirugikan dari pemberitaan secara tidak benar. Hak Jawab dan Hak Koreksi merupakan mekanisme penting dalam melindungi individu atau entitas dari pemberitaan yang tidak akurat atau merugikan. Hak Jawab memberikan kesempatan kepada pihak yang merasa dirugikan untuk menyampaikan tanggapan secara langsung pada media yang menerbitkan berita yang dianggap keliru atau tidak akurat. Dalam hal ini, media wajib memuat tanggapan tersebut dengan posisi yang setara dan tanpa modifikasi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Hak Koreksi memungkinkan pihak yang bersangkutan untuk meminta perbaikan terhadap informasi yang salah atau menyesatkan yang telah dipublikasikan. Media diwajibkan untuk melakukan koreksi dengan jelas, sehingga informasi yang salah tidak terus beredar. Kedua hak ini merupakan bentuk akuntabilitas media dan bertujuan untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik selalu akurat dan adil.
Hak Jawab dan Hak Koreksi. Foto iStock
Meskipun demikian, permohonan Hak Jawab tidak selalu diterima oleh Dewan Pers. Hak jawab yang diajukan mungkin dianggap berlebihan atau tidak relevan dengan fakta terkait pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipermasalahkan. Hak Jawab yang dimuat berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum dan mungkin bertentangan dengan kepentingan serta perlindungan pihak ketiga. Asas berlakunya hak tolak adalah keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, dan profesionalitas.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, transparansi dalam hak koreksi dan hak jawab adalah kunci untuk menjaga akurasi dan akuntabilitas media dalam era informasi yang serba cepat ini. Dengan memberikan ruang bagi individu dan entitas yang dirugikan untuk menyampaikan tanggapan dan memperbaiki informasi yang salah, media tidak hanya memenuhi kewajiban etis mereka tetapi juga memperkuat kepercayaan publik.
Namun, untuk mencapai tujuan ini, penting bahwa proses hak koreksi dan hak jawab dilakukan secara terbuka, adil, dan konsisten. Hanya dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa media berfungsi sebagai pilar informasi yang dapat diandalkan dan bertanggung jawab, serta melindungi hak-hak semua pihak yang terlibat dalam ekosistem berita. Upaya kolektif untuk meningkatkan transparansi dalam mekanisme ini akan memperkuat fondasi jurnalisme yang berintegritas dan bermanfaat bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT