Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Jam Gadang: Wisata Sejarah di Jantung Kota Bukittinggi
5 Mei 2023 20:24 WIB
Tulisan dari Asy Syifa Ramadhani Imam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kota Bukittinggi merupakan salah satu kota wisata di Indonesia. Salah satu julukan yang melekat dari kota ini adalah kota Jam Gadang. Lokasi Jam Gadang yang tepat berada di pusat kota menjadikan monumen ini wajib untuk dikunjungi.
ADVERTISEMENT
Monumen bersejarah ini terletak di antara pasar wisata Kota Bukittinggi yaitu Pasa Ateh dan Istana Bung Hatta sebagai tempat persinggahan kepala negara dan tamu negara. Selain itu, di area sekitar Jam Gadang terdapat taman yang luas dan berbagai macam kuliner khas, seperti Sate Padang, Nasi Kapau, hingga oleh-oleh khas Sumatera barat.
Jam Gadang sebagai salah satu monumen kebanggaan Kota Bukittinggi sudah menamani perjuangan bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Dengan menggunakan material kapur, pasir putih, dan putih telur, Jam Gadang masih berdiri kokoh sejak tahun 1926 hingga sekarang.
Jam Gadang yang berarti jam besar ini memiliki sejarah yang menarik untuk dicari tahu. Seperti yang disampaikan oleh Pak Men, seorang teknisi sekaligus pengelola Jam Gadang.
ADVERTISEMENT
"Pada zaman Belanda, nenek moyang kita belum mengenal jam. Mereka mengetahui waktu dengan melihat matahari. Dengan ketidaktahuan itu, maka didirikanlah Jam Gadang sebagai pedoman waktu. Jam Gadang ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto." kata Pak Men.
Bukan hanya sebagai pedoman waktu, pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, bagian atas Jam Gadang digunakan Belanda sebagai benteng pertahanan untuk memantau musuh yang memasuki wilayah Bukittinggi. Jam Gadang selesai dibangun sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris Fort de Kock yang sekarang dikenal dengan Kota Bukittinggi.
Sudah berdiri lebih dari 90 tahun, bagian atap Jam Gadang telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali. Saat zaman Belanda, bentuk atap Jam Gadang menyerupai kubah masjid dengan patung ayam jantan yang menghadap ke arah timur. Setelah Belanda menyerah pada Jepang, atap Jam Gadang diubah seperti pagoda. Dari masa kemerdekaan hingga sekarang, atap Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong khas rumah adat Minangkabau.
ADVERTISEMENT
Jam yang digunakan oleh Jam Gadang memiliki kesamaan dengan Big Ben, yang ada di London, Inggris. Walaupun dibuat oleh orang yang sama yaitu Bernard Vortmann, kedua mesin jam ini memiliki perbedaan dalam pengoperasiannya. Mesin big ben sudah dioperasikan secara otomatis, sedangkan jam gadang masih manual.
“Kalau Jam Gadang mesinnya masih dioperasikan secara manual dikerjakan oleh manusia. Kalau jamnya tidak sesuai, teknisi akan memutar mesin secara manual untuk memperbaikinya” Kata Pak Men.
Jika diperhatikan, angka empat pada Jam Gadang tidak menggunakan penandaan romawi yang benar yaitu ‘IV’, tetapi menggunakan ‘IIII’. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, penandaan angka empat ini mewakili empat pekerja yang meninggal saat proses pembangunan. Dengan sejarah serta keunikannya, tak heran jika saat lebaran 2023 Jam Gadang dipadati oleh pengunjung.
ADVERTISEMENT
Terkait kondisi Jam Gadang saat lebaran kemarin, petugas Satpol PP Kota Bukittinggi, Hausa Yoruba menyampaikan, pengunjung Jam gadang 3 kali lipat lebih padat dibanding hari biasa. Pengunjung yang datang bukan hanya dari Sumatera Barat, namun juga dari luar provinsi.
Satpol PP Kota Bukittinggi mendirikan tenda posko pengamanan lebaran agar pengunjung yang ingin melaporkan kehilangan keluarga maupun barang, dapat melapor kepada petugas Satpol PP yang berjaga.
Kondisi lalu lintas di sekitar kawasan jam gadang pun turut terdampak. Puncak kemacetan lalu lintas di sekitar kawasan Jam Gadang terjadi di hari kedua lebaran.
“Untuk arus yang paling macet ada di Jalan Sudirman menuju Jam Gadang. Diperkirakan terjadi kemacetan sepanjang 1 kilometer.” Kata Rahmat Hidayat, petugas Dinas Perhubungan (DISHUB) Kota Bukittinggi.
ADVERTISEMENT
Untuk meminimalisir kemacetan saat lebaran, Dinas Perhubungan (DISHUB) Kota Bukittinggi melakukan rekayasa arus lalu lintas untuk mengurangi kemacetan menuju pusat kota.
Para wisatawan dapat mengeksplor kawasan sekitar Jam Gadang dengan berjalan kaki. Selain melihat Jam Gadang, wisatawan dapat berbelanja, berwisata kuliner, berfoto, atau sekedar duduk dibangku taman yang tersedia. Jika tidak ingin berjalan kaki, wisatawan bisa menikmati suasana Jam Gadang menggunakan kereta kuda atau yang biasa dikenal dengan bendi.