Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Haru Paling Awal
21 Desember 2021 16:46 WIB
Tulisan dari Gosyen Karawaheno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ketika manusia dihadapkan dengan pilihan untuk melanjutkan hidup ke jenjang yang lebih serius. Begitu juga pilihan itu, entah menjadi takdir yang melahirkan diriku. Takdir, begitu kata orang; kalimat paling mujarab untuk mengobati luka-luka dari beberapa kekeliruan di hidup yang selalu kita hindari.
ADVERTISEMENT
Siapakah kita? Dilahirkan dari Rahim yang hangat; mengawali tarikan nafas dengan tangisan, tetesan keringat dan air mata haru dari Sang Puan. Ialah Puan itu, sang pencipta kehidupan; sang pelahir takdir. Pemegang garis waktu dengan rintangan terjal yang akan menghempas siapa pun yang bertahan. Puan juga yang takkan pernah berpaling dari tujuan awalnya; yaitu melahirkan keseimbangan bagi semesta serta merawatnya dengan senyuman dan kasih sayang yang di titipkan oleh semesta.
Aku sebut Puan itu Ibuku, tak kenal lelah mendidikku menjadi seorang yang mungkin kelak akan menjadi bagian dari dunia. Dengan doanya Aku tetap tenang dimana pun aku berada. Ibu dengan harapan sebesar dunia dengan anak yang mungkin takkan pernah bisa menggapainya. Pada bulan lalu Aku bertemunya, ia berkata bahwa harapannya hanyalah agar aku menjadi manusia yang mandiri saja.
ADVERTISEMENT
Lebih sempit daripada tuntutannya pada masa Aku masih benih kecil berumur belasan tahun, sekarang aku sudah berumur puluhan tahun. Akan tetapi aku tak pernah marah akan harapannya yang besar tersebut, itu sudah menjadi kebiasaan seorang Ibu untuk mengharapkan hal-hal yang baik untuk benihnya kelak. Meskipun ia tau itu akan mengecewakannya. Maafkan Ibu Aku belum cukup berarti. Ibu akan selamanya menjadi pahlawanku.