Konten dari Pengguna

Hantu Wanita di Layar Lebar: Refleksi Kultur atau Eksploitasi?

Athaya Dhea Rahma
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Airlangga
13 Juni 2023 6:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Athaya Dhea Rahma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hantu Wanita. Foto: ShutterStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hantu Wanita. Foto: ShutterStock
ADVERTISEMENT
Ada sesuatu yang memikat tentang hantu wanita dalam film horor. Rambut panjang hitam yang menutupi wajah pucat, suara merdu yang memanggil nama Anda, dan seringkali penampilan yang menawan sebelum berubah menjadi sesuatu yang mengerikan. Mengapa karakter ini begitu umum dalam genre horor? Apakah ini refleksi budaya kita atau bentuk eksploitasi?
ADVERTISEMENT
Dalam membahas peran hantu wanita dalam genre horor, kita perlu mengevaluasi representasi mereka dengan lebih seksama dan berpikir kritis tentang makna di baliknya. Apakah hantu wanita digambarkan sebagai karakter yang kompleks dengan motivasi dan tujuan mereka sendiri? Atau mereka hanya ditampilkan sebagai objek yang digunakan untuk mengejutkan dan menarik penonton?
Jika kita telusuri sejarah, hantu wanita telah menjadi bagian integral dari cerita rakyat dan mitos di seluruh dunia. Mereka mewakili penyesalan, dendam, atau kasih sayang yang tak terbalaskan-emosi yang kuat dan relatable.
Mereka juga sering digambarkan sebagai makhluk yang cantik dan menggoda, yang menunjukkan kekuatan mereka dalam memikat para korban. Kita tidak bisa melupakan bahwa kita tinggal di masyarakat yang masih sering menempatkan wanita dalam peran sebagai penggoda, dan ini bisa terlihat dalam cara kita menggambarkan hantu wanita.
Ilustrasi hantu. Foto: Shutterstock
Seorang penulis terkenal, Neil Gaiman, pernah berkata, "Kisah-kisah hantu adalah cara kami berurusan dengan masa lalu." Ini benar-benar mencerminkan kecenderungan kita untuk menggunakan hantu wanita sebagai simbol masa lalu yang tidak bisa kita lepaskan.
ADVERTISEMENT
Namun, ada sisi lain dari koin ini. Penampilan hantu wanita dalam film sering kali secara eksplisit ditujukan untuk memenuhi pandangan mata laki-laki, atau 'male gaze'. Mereka sering kali digambarkan dalam pakaian minim, dengan adegan yang sangat seksual atau menggoda.
Ini mengangkat pertanyaan tentang apakah kita benar-benar menggunakan karakter ini untuk mengeksplorasi masalah budaya dan sejarah, atau apakah kita hanya mengeksploitasi citra wanita untuk keuntungan komersial.
Menurut UU Perlindungan Anak No. 35 tahun 2014, eksploitasi seksual dalam segala bentuk, termasuk dalam media, dianggap sebagai tindak pidana.
Ilustrasi rumah hantu. Foto: Shutterstock
Meskipun hukum ini biasanya diterapkan untuk perlindungan anak-anak, konsep dasarnya masih relevan untuk diskusi ini. Sebagai masyarakat, kita perlu mempertanyakan apakah penggambaran kita tentang hantu wanita melanggar batas antara penghormatan terhadap budaya dan eksploitasi.
ADVERTISEMENT
Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa wanita dalam film horor sering kali diposisikan sebagai objek ketakutan atau objek seksual. Sebuah studi tahun 2017 oleh University of East Anglia menemukan bahwa wanita dalam film horor lebih mungkin digambarkan sebagai korban dibandingkan pria.
Terlalu sering, kisah-kisah ini memperkuat stereotip gender dan kebiasaan lama, memberikan pesan yang meremehkan wanita dan mereduksi mereka menjadi citra yang hanya ada untuk menakuti atau menggoda.
Ketakutan, ketegangan, dan misteri adalah aspek penting dari genre horor, tetapi kita harus bertanya pada diri kita sendiri: apakah kita bisa mencapai efek yang sama tanpa mengeksploitasi gambar wanita?
Ilustrasi boneka hantu. Foto: Aubrey Hollopeter/shutterstock
Namun, ada juga film horor yang mampu merespons pertanyaan ini dengan mengubah cara mereka menggambarkan hantu wanita. Sebagai contoh, film seperti "The Babadook" dan "Hereditary" menggambarkan wanita sebagai karakter yang kompleks, dengan latar belakang dan motivasi yang mendalam. Mereka menggunakan horor sebagai cara untuk menjelajahi isu-isu yang lebih luas tentang trauma, kehilangan, dan kegilaan.
ADVERTISEMENT
Menilik kata-kata terkenal Margaret Atwood, "Kita masih berada dalam dunia Shadow, tempat cerita yang kita ceritakan kepada diri sendiri tentang siapa dan apa yang kita percaya kita adalah, berbenturan dengan cerita yang orang lain ceritakan tentang dan untuk kita."
Sebagai masyarakat, kita harus berjuang untuk menceritakan kisah-kisah yang menghormati dan merayakan semua aspek dari identitas wanita, termasuk dalam konteks film horor.
Kita juga harus mampu merayakan kekayaan budaya dan sejarah kita tanpa harus merendahkan atau mengeksploitasi wanita, dan itulah tantangan yang kita hadapi dalam merangkul hantu wanita di layar lebar.