Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Mengapa Budaya Jepang Bisa Bertahan Ribuan Tahun?
20 April 2025 16:16 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Atikah Farah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Atikah farah Nu'ma nisrina
Budaya Jepang dikenal memiliki daya tahan luar biasa yang mampu bertahan dari zaman prasejarah hingga era modern. Dari masa Jomon yang kaya akan simbolisme dan tradisi spiritual, hingga era Meiji yang membawa modernisasi pesat, budaya Jepang terus berkembang tanpa kehilangan esensinya. Artikel ini menelusuri bagaimana elemen-elemen budaya Jepang telah diwariskan, beradaptasi, dan tetap bertahan dalam menghadapi perubahan zaman.
ADVERTISEMENT
Jepang bukan sekadar negara dengan teknologi canggih dan budaya pop yang mendunia. Di balik lampu neon Tokyo dan ketepatan waktu kereta Shinkansen, tersembunyi sejarah panjang yang membentuk karakter unik bangsa ini. Dari jejak manusia prasejarah hingga bangkit sebagai kekuatan global modern, warisan budaya Jepang merupakan perjalanan luar biasa yang perlu kita renungkan.
Awal Mula: Jomon dan Yayoi
Sekitar 10.000 SM, masyarakat Jepang awal hidup dalam budaya Jomon yang dikenal dengan tembikar bercorak tali. Gaya hidup berburu dan mengumpulkan, rumah lubang, serta kepercayaan animisme menandai fase ini. Budaya Yayoi kemudian datang membawa revolusi—pertanian padi sawah, alat dari logam, dan stratifikasi sosial. Migrasi dari Korea memainkan peran besar dalam transformasi ini.
Dari Mitos ke Kekaisaran
ADVERTISEMENT
Mitologi Jepang menyebut Amaterasu, Dewi Matahari, sebagai nenek moyang Kaisar pertama, Jimmu Tenno. Meskipun tidak dapat diverifikasi sejarahnya, narasi ini membentuk fondasi identitas nasional Jepang hingga zaman modern. Dinasti Yamato memperkenalkan struktur pemerintahan dan budaya aristokrat yang dipengaruhi Cina dan Buddhisme.
Samurai, Daimyo, dan Shogun
Abad ke-12 hingga ke-19 adalah era samurai dan pemerintahan militer. Shogun dari keluarga Tokugawa memimpin Jepang dengan tangan besi namun stabil. Seni seperti Noh, upacara minum teh, dan kaligrafi berkembang pesat. Ini adalah masa kejayaan harmoni antara "bun" (budaya) dan "bu" (seni bela diri).
Restorasi Meiji dan Modernisasi Kilat
Tahun 1868 menandai titik balik. Restorasi Meiji membuka jalan modernisasi—Jepang mengadopsi sistem pendidikan Barat, teknologi militer Jerman, dan industrialisasi cepat. Hanya dalam beberapa dekade, Jepang berubah dari masyarakat feodal menjadi kekuatan imperial modern yang memenangkan perang melawan Tiongkok dan Rusia.
ADVERTISEMENT
Tantangan Masa Kini: Lupa Akar Sendiri?
Ironisnya, seiring semakin globalnya Jepang, kesadaran sejarah di kalangan generasi muda justru menurun. Situs-situs sejarah terlupakan, kurikulum sekolah kurang menekankan sejarah nasional. Modernisasi seolah mengikis hubungan spiritual dengan masa lalu.
Namun warisan budaya Jepang—dari Shintoisme, ziarah 88 kuil Shikoku, hingga arsitektur kayu kuil Horyuji—masih hidup, menunggu untuk ditemukan dan dihargai kembali.
Kenapa Ini Penting?
Di tengah gempuran globalisasi, Jepang adalah contoh bagaimana identitas nasional bisa bertahan, namun juga rapuh. Esai ini bukan hanya tentang Jepang—ini tentang kita semua yang sedang mencari akar, di tengah dunia yang terus berubah.