Sepenggal Kisah di Yogyakarta

Audi Raihanah
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
16 Juli 2021 16:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Audi Raihanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemandangan Pantai Timang, Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber foto: Dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Pemandangan Pantai Timang, Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber foto: Dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
Yogyakarta salah satu keistimewaan yang dimiliki Indonesia. Provinsi dengan beragam julukan mulai dari kota pelajar, kota perjuangan, kota pariwisata serta kota budaya. Jogja mempunyai banyak destinasi seperti pantai, pegunungan tidak lupa bangunan bersejarah. Tidak heran jika disebut sebagai kota istimewa.
ADVERTISEMENT
Suasana hujan dan dinginnya malam kota Jakarta membawa aku dan teman-temanku pada suatu tempat pertemuan. Area parkiran Stasiun Senen. Semua personel sudah lengkap dan barang bawaan pun sudah siap, selanjutnya kami bergegas menuju pintu masuk keberangkatan. Rasanya sudah tidak sabar untuk bertualang di tanah Jawa.
Perjalanan hampir memakan waktu tujuh jam lamanya untuk sampai di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Alasanku memilih Yogyakarta sebagai tempat berlibur karena Jogja merupakan destinasi yang tepat untuk menenangkan hati dan pikiran. Setelah lelah dan stres melewati ujian semester yang cukup sulit dan sangat menguras tenaga dan psikis.
Perlahan pancaran fajar memasuki celah jendela kereta hingga menusuk kulitku. Mas fajar menyambut kami di Stasiun itu dengan ramah dan senyum bertengger di wajahnya itu. Hal Pertama yang kami lakukan adalah mencari sarapan. Takut-takut Mas Fajar mendengar suara demonstrasi dari perut kami yang sudah keroncongan.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, kami memutuskan memilih rumah makan di daerah Gunungkidul yang searah dengan tempat yang akan kami kunjungi. Jalanan yang berliku-liku menunjukkan bahwa sudah menaiki pegunungan dan tiba pada tempat berganti kendaraan dengan mobil Jeep.
Berswafoto di Pantai Timang berseberang dengan Pulau Watu Panjang (Sumber foto; Dokumentasi pribadi)
Mobil yang berisi empat orang penumpang perlahan bergerak menyusuri jalan bebatuan. Hal itu merupakan sesuatu yang baru bagi kami. Karena biasanya saat di Jakarta sudah jarak jalan bebatuan, umumnya jalan beton yang dilapisi aspal. Dengan takut mobil yang kami tumpangi terbalik, doa-doa terus ku ucapkan dalam hati kepada Ilahi agar kami diberi keselamatan. Tetapi semua itu hanya kekhawatiran. Kami pun tiba di Pantai Timang. Putihnya pasir pantai dan birunya laut yang serasi dengan warna langit membuat aku refleks tersenyum. Terpana akan ciptaan Tuhan sangat indah.
ADVERTISEMENT
Perjalanan yang cukup jauh terbayarkan dengan keunikannya yang menjadi ikon Pantai Timang yakni Pulau Watu Panjang. Pulau ini berbeda dengan pulau lainnya, hanya berupa bukit karang tebing batu.Untuk sampai ke sana kami harus menaiki gondola terlebih dahulu. Bukan gondola biasa, gondola ini terbuat dari kayu dan ditarik dari Pulau Watu Panjang. Jalurnya tak begitu panjang namun cukup ekstrem karena berada di atas laut. Jika ombak membesar, air laut tak segan untuk mengenai tubuh kita.
Kamu tidak punya cukup nyali untuk menyeberang ke Pulau Watu Panjang? Tenang saja, cukup duduk-duduk manis saja menikmati lautan biru dan pasir putihnya pun sangat memanjakan mata. Apalagi ditemani dengan es kelapa yang menyegarkan suara gemuruh ombak yang menabrak karang besar silih berganti menjadi musik terindah sekaligus menyejukkan hati di hari yang panas itu. Tidak lupa untuk mengabadikan setiap momen yang kami agar dapat dikenang ketika pulang ke ibu kota.
ADVERTISEMENT
Sepenggal kisah di kota istimewa memberikan menyalakan api semangat untuk kembali menjalani rutinitas. Kota sejuta pesona ini telah membuatku jatuh cinta. Jatuh sedalam-dalamnya. Sehingga muncul kerinduan untuk kembali lagi ke kota ini suatu hari nanti.
(Audi Raihanah / Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)