Flower Generation

Masyarakat yang kritis, akan mampu menghasilkan hal-hal besar ketika menghadapi krisis. Perang Vietnam, yang dimulai 1959, memiliki sisi lain yang tak terduga, yaitu lahirnyanya generasi legendaris yang dikenal dengan nama Flower Generation. Di sinilah kita bisa belajar, bahwa sebuah gerakan harus dimulai dari bawah, dari sebuah pilihan bersama untuk mewujudnyatakan suatu spirit.

Flower Generation, adalah anak-anak muda berumur di bawah 30 tahun yang hidup di era akhir 1960-an hingga pertengahan 1970-an. Mereka muncul sebagai counter culture terhadap budaya kemapanan,isu rasial, Perang Dingin dan ancaman perang nuklir. Mereka membuat sebuah gerakan dahsyat yang terus dikenang sepanjang masa. Bahkan spirit mereka tak mati hingga kini.

Dengan semangat “fight with flower” (lawanlah dengan bunga), Generasi Bunga melakukan protes anti perang tanpa kekerasan. Slogan “Make Peace not War”, dengan simbol ‘peace’ menjadi salah satu ciri mereka. Umumnya mereka memakai baju dengan warna yang mencolok mata – anak gaul jaman sekarang mengenalnya dengan nama kaos tie dye. Warna-warna ceria ini tentunya adalah simbol dari halusinasi saat memakai LSD. Mereka biasanya mengombinasikannya dengan celana cut bray dan beberapa aksesories kaum bohemian.

Hal yang luar biasa adalah, mereka menjadikan perlawanan ini sebagai bagian dari gaya hidup. Mereka merayakan perlawanan dengan bunga ini dalam berbagai bentuk, bukan hanya dalam fashion, namun juga karya-karya seni. Musisi-musisi periode ini memiliki lirik-lirik yang akan selalu abadi. “Imagine”, “Purple Haze”, “Stairway to Heaven”, “All You Need is Love”, "Bohemian Rhapsody" adalah beberapa contoh lagu dengan lirik yang mengandung unsur magis sekaligus absurd, namun dengan pesan tersembunyi disana.

Tahun 1975, perang Vietnam berakhir. Tentara Amerika pulang menanggung malu. Berakhirnya perang itu juga menjadi lonceng penanda akhir masa Flower Generation. Masa hura-hura selesai, saatnya kembali ke dunia nyata. Era Flower Generation berakhir, tapi tidak dengan spiritnya. Kita masih bergetar ketika mendengar lagu ‘Imagine’ dan pesan di lagu itu adalah sebuah pesan abadi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Imagine there's no countries

It isn't hard to do

Nothing to kill or die for

And no religion too

Imagine all the people

Living life in peace...

You may say I'm a dreamer

But I'm not the only one

I hope someday you'll join us

And the world will be as one

Lirik lagu ‘Imagine’ itu terasa menggetarkan. Kita sering melihat momen-momen di mana lagu itu dibawakan dan membuat orang tergetar. Lagu itu menjadi penutup film ‘Killing Fields’, lagu itu juga menjadi penanda sebuah episode tak terlupakan pada film seri ‘Quantum Leap’, film yang mengisahkan Scott Baculla yang bertualang ke masa lalu. Di sebuah episode, yang dikisahkan saat itu masih tahun awal The Beatles, Scott menyanyikan lagu ‘Imagine’ di hadapan seorang gadis remaja yang mengagumi John Lennon. Lagu ‘Imagine’ juga yang dibawakan oleh Emmanuelle Kelly, seorang korban perang Irak yang menjadi peserta X-Factor dan membuat tergetar para juri dan penonton. Itulah salah satu karya dari generasi bunga. Sebuah karya yang muncul dari spirit membawa perdamaian bagi umat manusia. Spirit yang sebenarnya menjadi esensi dari kemanusiaan itu sendiri.

Flower Generation adalah gerak nyata suatu generasi melakukan counter-culture di masa krisis. Butuh sebuah gerakan besar melawan krisis. Sebuah gerakan yang barangkali perlu menjadi bagian dari gaya hidup. Sebuah gerakan yang berawal dari kesadaran, bahwa perubahan harus diawali dari pilihan bersama untuk berubah. Sebuah perubahan yang menjadi pilihan dari generasi yang memiliki kemauan untuk menggunakan kekuatannya demi perubahan ke arah yang lebih baik.

Semoga menginpirasi