Konten dari Pengguna

Waktu Terus Bergulir

Audya Febryannanda Putri
Mahasiswa Piliteknik Negeri Jakarta, Program Studi D3. Penerbitan (Jutnalistik).
11 Juni 2024 17:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Audya Febryannanda Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrai waktu jam gadang di Bukittinggi, Sumatera Barat. : (foto/Hasbi Kurnia)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrai waktu jam gadang di Bukittinggi, Sumatera Barat. : (foto/Hasbi Kurnia)
ADVERTISEMENT
Setiap jalan, pasti memiliki arah
Setiap arah, menemukan tujuan
Bagaimana, jika itu tidak ada
ADVERTISEMENT
Apakah hidup terus berjalan atau sebenarnya sudah berhenti meski masih bernafas?
Aku adalah aku, manusia berkaki dua sama seperti kalian, wanita yang penuh mimpi yang mungkin terwujud atau bahkan sebaliknya ‘tidak sama sekali’. Hidup bagaikan perjalanan yang menuju kebahagiaan atau kesedihan. Aku berada diatas perahu terombang-ambing, tidak terkontrol dengan baik.
Ini hanya jeritan hati, soal diriku yang mungkin tidak terlalu penting, atau bahkan tidak terlalu berharga hingga dapat memotivasi. Aku yang tidak butuh arah sekarang membutuhkan arah. sebenarnya arah mau membawaku kemana?, tolong dengarkan risauku.
“Bagiamana ekspreksi kamu tentang sosok yang hilang lalu muncul kembali? Senang, bahagia, atau tidak merasakan apapun sama sekali?.
Kehidupanku yang sudah dijalani hingga kini, tanpa sosok ayah yang pergi tanpa kabar, meninggalkan segalanya tanpa berfikir Panjang. Sekarang dia kembali mengharapkan ampunan, agar dapat hidup tenpa bayang-bayang kesedihan.
ADVERTISEMENT
Sejujurnya saat dia datang dan mencoba memperbaiki segalanya, aku tidak merasakan haru. Kehidupan yang sudah terbentuk tanpa campur tangganya, tiba-tiba dipinta kembali. Dia ingin menjadi bagain dari kehidupan yang sudah dijalani hingga 17 tahun lamanya.
Aku tidak sedih, jika hidup tanpanya, malah dengan ketidak hadirannya ada begitu banyak hal tentang hidup yang kupahami sedari kecil. Hidup yang mengajarkanku, bahwasanya dunia tidak berpihak pada siapa-pun, tetapi aku sebagai manusia yang harus memahami dunia itu. Dunia selalu berpijak pada radarnya, sedangkan manusia terus mengubah radar itu hingga merasa puas lalu terpuruk dalam kehancuran.
Mungkinkah haru atau bahkan kesedihan yang seharusnya terasa, ketika bertemu dengannya hilang karena cara berfikir yang lebih positive dan mampu menemukan solusi atau sebenarnya aku hanya terbiasa hidup tanpa dia. Menurutmu bagaimana? Apakah rasa ini hasil dari solusi atau kebiasaan yang menjelma kehidupan?.
ADVERTISEMENT
Setelah bertemu hingga sering berkomunikasi dengannya, aku tidak dapat merasakan ikatan batin sebagaimana yang kurasakan ketika bersama ibu. Bahkan tidak ada rindu yang bergatar dihatiku untuknya, dan sampai sekarang aku masih saja tidak mampu membayangkan kehidupan selanjutnya saat dia sudah begitu tua hingga tidak sanggup berdiri dan membutuhkan pertolongan.
Aku tidak terlalu berharap dia akan menetap begitu lama disisi keluarga. Setiap harinya aku hanya terus memikirkan ibu, takut ia terlalu berharap hingga melupakan apa yang telah dialami selama ini, takut ia tidak sanggup lagi menahan perihnya ketika seorang suami yang tiba-tiba kembali itu hilang. Hanya itu yang terus ada dibenak, aku terus mempersiapkan diri untuk itu.
Sehingga, saat dia pergi sebagai anak pertama aku tetap masih berdiri tegak dikaki sendiri untuk ibu dan adikku. Bagiku keluarga adalah hal yang paling penting melebihi nyawa sendiri. Namun, sayang tidak ada sosok ayah sebagai salah-satu keluarga yang harus kulindungi.
ADVERTISEMENT
Seolah-olah dalam benakku, ia menjadi seorang monsters yang terus bergulir di setiap perjalanan langkah kaki yang kutempuh. Aku tidak membencinya, hanya ini yang dapat kurasakan atas kehadirannya, aku terus berusaha merasakan haru itu tetapi selalu gagal. Seakan-akan dunia terus menjadi pengingat agar aku tidak terlalu berharap pada keadaan.
Kenyataan melakat dihidupku, proses yang dilalui tanpa kasihnya mengajarkanku untuk tidak berharap pada siapa pun itu. Aku hanyalah manusia yang terus melanjutkan hidup tanpa berharap penuh pada sebuah tujuan, hanya untuk tenang, dan hanya untuk bernafas. Selalu ini yang terus melekat.
Sosok yang tidak pernah ada, dia bukan sosok yang hancur dimataku, hanya saja dia tidak begitu penting dalam kehidupan ini bagiku. Namun, usahanya untuk kembali bersama kami, sebenarnya tidak mengaharukan tetapi juga tidak begitu gagal. Dia menunjukkan usaha yang sepatutnya dilakuan dari dulu.
ADVERTISEMENT
Waktu yang terus berputar, dan atas kasih sayang yang dia limpahkan sekarang, membuatku perlahan-lahan terbiasa untuk kedatangannya. Perkembangan dalam benak, sedikit demi sedikit menghasilkan rasa, rasa haru yang baru datang menghampiri hatiku. Dia sosok yang tidak begitu kuharapkan menjadi bagian yang sudah mulai ada dan perlahan melekat.
Di lubuk hati terdalam, aku tidak punya tenaga lagi untuk mendambakan sosok ayah, apa yang kurasakan hanya bagian dari kehidupan, sebagai manusia biasa aku hanya membutuhkan waktu untuk mulai memahami, layaknya murid yang mulai mempelajari hal baru. Begitu pun, aku yang mulai mengerti tentang hadirnya.
Kehadiran yang awalnya kosong menjadi terisi, larangan, hingga berbagai lelucon yang dia lontarkan mulai aku dengarkan dan turuti. Entah aku hanya berpura-pura demi kebahagian ibu dan adik atau mungkin aku menerimanya sebagai bagian dari keluarga, sebagai orang yang penting, sebagai manusia yang harus kulindungi.
ADVERTISEMENT
Arah abu-abu yang kulihat darinya, menjadi berwarna setiap detiknya. Aku yang terus berusaha untuk tetap bertahan pada radarku, mulai berusaha mengubah radar itu demi kebahagian yang selalu kuhindari, karena tak pernah berani untuk melangkah lebih jauh.
Keangkuhan yang menyelimuti hati ini, menjadi kasih sayang yang terus bertambah detik demi detiknya. Sosok penting yang awalnya tidak dibutuhkan sama sekali, kembali menjadi sosok yang berharga, peran yang dipangku oleh ibu, kembali pada pemiliknya. Semoga dia kembali bukan untuk pergi, saat ini hal itu yang kuharapkan darinya, hanya itu. Semoga dia dapat mengemban harapan ini.
Lagi dan lagi kehidupan mengajarkanku tentang, siapa yang pergi bukan berarti pergi untuk selamanya, ada kalanya waktu menunda kedatangan seseorang itu agar aku dapat mempelajari arti dari kehidupan itu seutuhnya.
ADVERTISEMENT
Aku bukan orang yang pintar merangkai kata, ini hanya separuh perjalanan hidup yang kurasakan. Terimakasih telah mendengarkan risau yang menumpuk membentuk labirin dibenakku.