Social Comparison: Gelap Terang Dalam Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Aufa Naila Candra
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
16 November 2021 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aufa Naila Candra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
sumber: pixabay
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernahkah anda membandingkan diri anda dengan orang lain perkara kemampuan, status sosial, status ekonomi, fisik, karakter, dan hal-hal lainnya?
Seperti melihat seseorang di media sosial dengan segala prestasi dan pencapaiannya, lalu membandingkan diri anda dengan orang tersebut? Tentunya anda semua pernah, setidaknya sekali dalam hidup. Lantas tahukah anda bahwa ini adalah sebuah fenomena yang dinamakan sebagai social comparison?
Teori social comparison ini pertama kali dikemukakan oleh psikolog bernama Leon Festinger pada tahun 1954. Dengan anggapan bahwa tiap orang memiliki bawaan untuk mengevaluasi diri mereka sendiri, seringkali dilakukan dengan cara membandingkan diri dengan orang lain. Hal ini dipercayai oleh Festinger sebagai suatu tolak ukur di mana anda dapat membuat evaluasi yang akurat terhadap diri anda sendiri atas basis kebutuhan akan standar eksternal untuk menilai opini dan kinerja kemampuan personal anda. Tidak hanya untuk mengevaluasi opini dan kemampuan, tetapi juga untuk mengelola emosi dan mempertahankan self-esteem atau kepercayaan diri.
ADVERTISEMENT
Terdapat dua sisi dalam social comparison, yakni upward dan downward. Dalam konteks ini, bukan berarti upward social comparison akan membawa dampak positif dan downward social comparison akan membawa dampak negatif. Upward comparison adalah social comparison yang dilakukan individu dengan objek pembanding yang dianggap lebih baik (superior) daripada dirinya. Sementara downward comparison adalah social comparison yang dilakukan individu dengan objek pembanding yang dianggap lebih buruk (inferior) daripada dirinya.
Sebagai pengandaian, seorang anak yang mendapat nilai ujian 80 membandingkan dirinya dengan anak lain yang mendapat nilai 100 sebagai bentuk upward social comparison, dan juga membandingkan dirinya dengan anak yang mendapat nilai 60 sebagai bentuk downward social comparison. Menurut Festinger, seseorang melakukan downward social comparison untuk membuat dirinya merasa lebih baik daripada orang lain dan hal ini bisa menjadi kebiasaan yang tidak sehat. Lalu, kapan social comparison ini membawa benefit dan disadvantage?
ADVERTISEMENT
Perbandingan dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai kontrastif atau asimilatif. Perbandingan kontrastif menekankan perbedaan antara orang yang dibandingkan dengan diri anda. Misalkan pada upward social comparison, anda dipandang lebih rendah dari orang pembanding, dan pada downward social comparison, anda dianggap lebih unggul.
Pada perbandingan asimilatif diandaikan bahwa kondisi seseorang yang dibandingkan dapat dengan mudah terjadi pada diri anda. Anda percaya bahwa anda dapat mencapai tingkat keberhasilan yang sama dengan orang yang anda bandingkan pada upward social comparison, dan begitu pula dengan downward social comparison, anda percaya bahwa anda memungkinkan terjadinya sesuatu yang lebih buruk dari kondisi anda saat ini. Hasil emosi yang ditimbulkan dari perbandingan kontrastif dan asimilatif ini dapat berbeda.
ADVERTISEMENT
Pada upward social comparison kontras, perbedaan antara anda dan orang yang dibandingkan ditekankan sedemikian rupa, memungkinkan munculnya perasaan dendam, iri, kepada orang yang dibandingkan. Timbul perasaan negatif dan tidak puas dengan keadaan yang anda miliki saat ini seperti rasa malu dan inferioritas, sehingga dapat mengarah pada perasaan depresi. Hasil asimilasi yang ditimbulkan adalah meningkatnya kepercayaan diri anda dalam konteks "jika orang lain bisa, maka saya juga bisa" yang kemudian mendukung dan meningkatkan optimisme mengenai target anda di masa depan dengan anggapan anda bisa mencapai level yang sama dengan mereka.
Sementara itu, hasil kontras pada downward social comparison dapat menimbulkan rasa bangga karena anda merasa bahwa diri anda "lebih baik". Hasil lainnya berupa schadenfreude, yakni sebuah istilah yang menggambarkan perasaan senang atau pleasure, diperoleh dari kemalangan yang menimpa orang lain. Sementara itu, hasil asimilasi menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran, karena realisasi yang mengingatkan anda bahwa anda bisa saja berada dalam situasi yang sama dengan orang yang dibandingkan.
ADVERTISEMENT
Anda dapat terlibat dalam social comparison sepanjang waktu. Secara, mekanisme ini tertanam dalam diri anda sebagai manusia. Baik di sekolah, di kantor, bahkan di tempat parkir sekalipun. Perbandingan sosial adalah sesuatu yang normal, terkadang anda merasa termotivasi dan terinspirasi setelah melakukan perbandingan, tetapi tidak dipungkiri bahwa terkadang ada efek samping yang merugikan.
Social comparison tidak hanya berperan dalam mengevaluasi diri sendiri, namun juga menimbulkan perilaku yang dihasilkan dari proses itu sendiri. Seraya membandingkan diri dengan orang lain, pertimbangkan mengenai bagaimana social comparison dapat berefek dan mempengaruhi kepercayaan diri, motivasi, perilaku, dan tetap waspada perasaan negatif yang berpotensi muncul sebagai akibat dari proses social comparison.
Untuk menghindari hal-hal negatif yang tidak diinginkan, anda harus bersyukur atas apa yang telah anda capai dan bersyukur bahwa anda dapat terus mencapai apa yang diinginkan. Melakukannya tidak semudah mengatakan dan merencanakannya, terlebih ketika anda merasa tidak yakin, stres, atau takut. Tetapi dengan berfokus pada rasa syukur akan membantu anda fokus pada hal-hal positif yang anda miliki, dengan tingkat optimisme yang lebih tinggi juga.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Wheeler, L., & Miyake, K. (1992). Social comparison in everyday life. Journal of Personality and Social Psychology. 62(5). https://doi.org/10.1037/0022-3514.62.5.760
Wood, V., J. (1996). What is Social Comparison and How Should We Study It? https://doi.org/10.1177/0146167296225009
Gibbons, F. X., & Buunk, B. P. (1999). Individual differences in social comparison: Development of a scale of social comparison orientation. Journal of Personality and Social Psychology. 76(1). https://doi.org/10.1037/0022-3514.76.1.129
Aspinwall, L. G., & Taylor, S. E. (1993). Effects of social comparison direction, threat, and self-esteem on affect, self-evaluation, and expected success. Journal of Personality and Social Psychology. 64(5). https://doi.org/10.1037/0022-3514.64.5.708
Putri, B., K. (2018). Hubungan antara Social Comparison dengan kepuasan hidup pada wanita yang bekerja. http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/28751
ADVERTISEMENT
Nortje, A. (2021). Social Comparison: An Unavoidable Upward or Downward Spiral https://positivepsychology.com/social-comparison/