Konten dari Pengguna

The Psychology of Nostalgia: Mengapa Kita Sering Rindu Masa Lalu?

Augie Humaira Putri
Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Desember 2024 18:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Augie Humaira Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi nostalgia, sumber: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi nostalgia, sumber: Freepik.com
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda merasa sangat bahagia hanya karena mendengarkan lagu lama yang biasa diputar di radio? Atau, tersenyum secara tidak sadar ketika mencium aroma yang membawa Anda kembali ke momen kecil di masa lalu? Nostalgia seringkali muncul tanpa diundang, membanjiri pikiran kita dengan rasa rindu yang sulit untuk dijelaskan.
ADVERTISEMENT
Tapi, mengapa masa lalu selalu tampak lebih indah? Apakah kenangan tersebut seistimewa yang kita bayangkan, atau hanya ilusi dari otak? Yang lebih menarik lagi, apa yang menyebabkan kenangan sering muncul di tengah kesibukan?
Artikel ini akan membahas aspek psikologis dari fenomena nostalgia, prosesnya di dalam otak, dampaknya pada perasaan, dan alasan kita selalu memiliki kerinduan yang kuat terhadap masa lalu. Mari kita telaah, apakah nostalgia hanyalah cara untuk menghindari dunia nyata atau justru menjadi cara untuk mengobati perasaan yang kita butuhkan.
Alasan Masa Lalu Selalu Terlihat Lebih Indah
Menurut Stravers (dalam Rojani, 2021), kita tidak dapat menilai masa lalu secara objektif. Kita cenderung menganggap lebih baik dari kenyataannya. Hal ini disebabkan oleh fenomena psikologis yang dikenal sebagai rosy retrospection, yang menjelaskan bagaimana kita lebih mudah mengingat kenangan positif dari masa lalu dan mengabaikan atau melupakan kenangan buruknya.
ADVERTISEMENT
Kenangan buruk dari masa lalu akan memudar dari ingatan kita seiring waktu, menurut Stravers. Kenangan yang bertahan adalah kenangan yang memberikan kebahagiaan dan kenyamanan. Proses ini membuat kita lebih sering mengingat hal-hal positif, sementara kenangan buruk akan terlupakan.
Akibatnya, kita sering merasa bahwa masa lalu lebih sempurna daripada keadaan masa kini. Pola pikir ini sering membuat kita merindukan masa lalu. Padahal, masa kini pun memiliki sisi positif yang tak kalah berarti.
Penyebab Kenangan Sering Muncul di Tengah Kesibukan
Penelitian oleh Routledge dkk. (2011) menunjukkan bahwa kenangan yang positif mampu mengurangi kecemasan dan menciptakan rasa aman dalam diri. Kenangan seolah-olah menjadi tempat pelarian emosional yang memberikan ketenangan, meskipun sifatnya adalah sementara. Studi ini menekankan bagaimana kenangan dapat berfungsi sebagai alat penyeimbang saat menghadapi masalah.
ADVERTISEMENT
Nostalgia dapat berfungsi sebagai cara untuk beradaptasi dan mengurangi tekanan. Kenangan indah dari masa lalu dapat membantu seseorang merasa lebih baik dan memperbaiki suasana hati. Nostalgia seolah memberi ruang bagi pikiran untuk istirahat sejenak.
Penutup
Nostalgia sering kali memberikan kenyamanan emosional dengan mengingat kenangan indah dari masa lalu. Fenomena psikologis yang disebut rosy retrospection membuat kita lebih mudah mengingat hal-hal positif dan melupakan kenangan negatif. Kenangan bahagia ini menjadi pelipur lara saat kita merasa cemas atau tertekan, memberikan rasa aman dan menenangkan.
Namun, meskipun nostalgia bisa menenangkan, kita harus menyadari bahwa masa kini juga memiliki nilai yang tak kalah penting. Setiap pengalaman baru berpotensi menjadi kenangan berharga yang akan kita nikmati nanti. Mari kita terus maju, menciptakan kenangan baru yang berarti, dan tetap menghargai masa lalu yang telah membentuk kita!
ADVERTISEMENT
Rererensi:
Rojani, D. (2021). Ini sebabnya orang sering mengenang masa lalu. Media Indonesia. https://mediaindonesia.com/weekend/379209/ini-sebabnya-orang-sering-mengenang-masa-lalu
Routledge, C., Arndt, J., Wildschut, T., Sedikides, C., Hart, C. M., Juhl, J., Vingerhoets, A. J., & Schlotz, W. (2011). The past makes the present meaningful: Nostalgia as an existential resource. Journal of Personality and Social Psychology, 101(3), 638–652.