Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Dilema Penghapusan Tenaga Honorer di Instansi Pemerintah
28 September 2022 12:13 WIB
Tulisan dari Aulia Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rencana penghapusan pegawai non-ASN atau tenaga honorer pada November 2023 yang akan datang masih menjadi polemik. Setelah sekian lama proses penghapusan tenaga honorer ini berjalan, Abdullah Azwar Anas, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) yang baru saja dilantik pada 7 September 2022 yang lalu, baru-baru ini menyampaikan ide untuk membatalkan kebijakan penghapusan tenaga honorer ini, antara lain dengan mengizinkan Pemda untuk mengangkat pegawai honorer dengan catatan hanya sepanjang masa jabatan kepala daerah yang menjabat saat ini. Beliau berdalih bahwa pembatalan ini merupakan aspirasi dari banyak pihak, khususnya pemerintah daerah yang mengeluhkan adanya kebijakan ini. Latar belakang beliau sebagai mantan Bupati Banyuwangi setidaknya bisa menjadi tolok ukur bahwa beliau berupaya untuk menyelesaikan permasalahan ini tidak hanya dari sudut pandang pemerintah pusat semata, namun juga mempertimbangkan sudut pandang pemerintah daerah yang merasakan dampak dari adanya kebijakan ini.
Pernyataan MenPAN-RB ini tentu saja mengejutkan banyak pihak karena dianggap mementahkan kebijakan Menteri sebelum beliau, almarhum Tjahjo Kumolo. Ketika masih dijabat oleh almarhum, KemenPAN-RB pernah Surat Edaran MenPAN-RB Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 pada tanggal 31 Mei 2022, yang menegaskan penghapusan tenaga honorer paling lambat tanggal 28 November 2023. Surat tersebut merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk menangani dan menyelesaikan tenaga honorer yang telah bekerja dan mengabdi sekian lama di lingkungan instansi pemerintah. Salah satu isi dari surat tersebut adalah agar para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di Kementerian/Lembaga Instansi maupun Daerah untuk melakukan pemetaan pegawai non-ASN di instansi masing-masing dan bagi tenaga honorer yang memenuhi syarat diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK. Terhadap pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun calon PPPK, maka PPK di instansi Pusat maupun daerah diminta untuk menyusun langkah strategis penyelesaiannya. Untuk itu, KemenPAN-RB melalui Surat MenPAN-RB Nomor B/1511/M.SM.01.00/2022 tanggal 22 Juli 2022 tentang Pendataan Tenaga Non-ASN di Lingkungan Instansi Pemerintah telah menghimbau seluruh instansi pemerintah untuk mempercepat inventarisasi data tenaga honorer dan menyampaikan data tersebut ke BKN paling lambat 30 September 2022.
ADVERTISEMENT
Alasan Penghapusan Pegawai non-ASN
Rencana penghapusan pegawai non-ASN ini merupakan tindak lanjut amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjelaskan kedudukan pegawai ASN sebagai unsur aparatur negara yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedudukan tenaga honorer tidak diatur secara terinci di dalam UU ini.
Eksistensi tenaga honorer sebenarnya bukan hal baru di negeri ini. Sekian banyak tenaga honorer telah lama mengabdi dan berkiprah di berbagai unit kerja untuk membantu terlaksananya tugas-tugas pemerintahan di berbagai instansi. Harus diakui, banyak ASN yang terbantu dengan adanya tenaga honorer ini, terutama dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat rutin administratif seperti pelaporan keuangan ataupun yang bersifat teknis seperti tenaga kesehatan maupun guru di sekolah-sekolah negeri. Pengabdian mereka terbukti telah menopang jalannya roda pemerintahan serta menghadirkan pelayanan publik yang manfaatnya dirasakan secara langsung atau tak langsung oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian kita tidak menutup mata terhadap banyaknya permasalahan seputar tenaga honorer ini. MenPAN-RB Abdullah Azwar sendiri mengakui bahwa mayoritas tenaga honorer di lingkungan pemerintahan merupakan orang titipan, yang terkait dengan kepentingan politik para kepala daerah. Beliau juga menyoroti proses rekrutmen tenaga honorer yang tidak memperhatikan kualitas. Latar belakang ataupun keahlian yang dimiliki pun acapkali tidak sinkron dengan kebutuhan instansi. Alih-alih meringankan, keberadaan tenaga honorer yang tidak memiliki kompetensi ini malah menjadi beban bagi instansi tempat mereka bekerja.
Pemerintah sebenarnya telah berupaya untuk menyelesaikan persoalan tenaga honorer ini. Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013, sebanyak 1.072.092 tenaga honorer telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan metode seleksi. Sayangnya, pengangkatan pegawai non-ASN dengan jumlah sebesar itu tidak diiringi dengan komitmen untuk berhenti melakukan perekrutan tenaga honorer sehingga angkanya justru bertambah dari tahun ke tahun.
ADVERTISEMENT
Opsi yang sedang dibahas Pemerintah
Saat ini, ada tiga opsi yang sedang dikaji oleh KemenPAN-RB bersama beberapa instansi terkait antara lain BKN, Kementerian Keuangan, DPR-RI dan pemerintah daerah untuk penyelesaian status tenaga honorer. Opsi yang pertama adalah seluruh tenaga honorer diangkat menjadi ASN, baik sebagai PNS maupun PPPK. Opsi ini tentunya merupakan opsi yang sangat diharapkan oleh seluruh tenaga honorer. Akan tetapi opsi ini memiliki dampak negatif karena akan membebani negara, khususnya dari sisi pengeluaran untuk gaji pegawai. Belanja pegawai memang menjadi persoalan klasik yang membebani keuangan negara. Berdasarkan Pengantar/Keterangan Pemerintah atas RUU Tentang APBN Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangannya yang disampaikan beberapa waktu yang lalu, besar belanja pegawai akan mencapai Rp.442,57 triliun atau hampir 15 persen dari total APBN sebesar Rp.3.041,7 triliun.
ADVERTISEMENT
Opsi kedua, Pemerintah tetap pada rencana semula yaitu menghapuskan seluruh tenaga honorer sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018, dan memberikan kesempatan kepada tenaga honorer yang memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi Calon PNS dan PPPK. Opsi ini akan berdampak pada ratusan ribu tenaga honorer di daerah yang mungkin akan kehilangan pekerjaan mereka, meskipun mungkin akan memberikan kepastian status kepegawaian bagi sebagian tenaga honorer yang lulus dalam seleksi Calon PNS dan PPPK.
Opsi ketiga, seluruh pegawai tenaga honorer diangkat menjadi ASN, baik PNS maupun PPPK berdasarkan skala prioritas. Meskipun dilakukan secara bertahap, pelaksanaannya tentu saja tidak mudah mengingat skala prioritas dan kompetensi pegawai yang dibutuhkan tiap instansi sudah pasti berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Apa yang sebaiknya dilakukan
Ada beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan Pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tenaga honorer ini. Pertama, menuntaskan pendataan tenaga honorer sehingga diperoleh data akurat mengenai jumlah dan kompetensi yang dimiliki seluruh tenaga honorer yang ada di berbagai instansi. Data-data ini harus diverifikasi dan diaudit secara mendetail oleh para PPK agar betul-betul akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Penyampaian data ini harus disertai pula dengan Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) kepada BKN dari setiap PPK di instansi pusat dan daerah yang isinya antara lain pernyataan bahwa data tenaga non-ASN di instansi masing-masing adalah valid dan tak berubah.
Kedua, Pemerintah melakukan kajian mendalam dengan menggunakan data pegawai non-ASN yang telah disampaikan setiap PPK, disandingkan dengan data analisis jabatan dan analisis beban kerja di setiap instansi. Data ini akan memberikan gambaran kepada Pemerintah berapa banyak jumlah pegawai yang dibutuhkan, kompetensi yang dibutuhkan, serta estimasi biaya yang dibutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhan setiap instansi. Berdasarkan hasil kajian ini, Pemerintah kemudian dapat mengambil salah satu opsi yang tersedia dengan tetap mempertimbangkan saran dan masukan dari stakeholders terkait.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Pemerintah perlu memaknai “langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN” yang tercantum di dalam SE MenPAN-RB secara lebih luas. Salah satu "langkah strategis" yang bisa dilakukan adalah dengan menyediakan alternatif pekerjaan bagi para tenaga honorer yang ada saat ini. Para tenaga honorer ini bisa disalurkan ke berbagai korporasi, mengikutsertakan mereka pada berbagai kegiatan pelatihan keterampilan, mendorong mereka memulai wirausaha, atau mengikuti program magang kerja keluar negeri, mungkin akan jauh lebih menarik dan menjanjikan bagi para tenaga honorer, daripada sekedar berharap suatu hari akan diangkat menjadi CPNS atau PPPK.
Terakhir, apapun opsi yang akan ditempuh, Pemerintah harus tetap memastikan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik kepada masyarakat akan tetap berjalan dengan baik. Masyarakat tentu menginginkan aparatur negara bisa bekerja secara profesional, tanggap dan bisa menghadirkan pelayanan publik yang optimal. Langkah strategis dan opsi yang ditempuh mudah-mudahan bisa menjadi sarana untuk mewujudkan hal tersebut. Semoga!
ADVERTISEMENT