Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengungkap Sisi Gelap AI: Penyalahgunaan, Tanggung Jawab, dan Urgensi Regulasi
31 Desember 2024 10:40 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari AULIA AZZAHRA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bahaya Tersembunyi di Balik AI
Artificial Intelligence (AI) telah merevolusi berbagai aspek kehidupan dengan kemampuannya menyelesaikan tugas kompleks secara efisien. John McCharty yang dijuluki sebagai father of AI mengatakan bahwa AI adalah the science and engineering of making intelligent machines atau ilmu dan teknik pembuatan mesin cerdas. Namun, di balik manfaatnya yang luar biasa, penyalahgunaan AI membawa ancaman serius yang tidak bisa diabaikan. Bayangkan teknologi yang digunakan untuk menciptakan video palsu (deepfake) yang begitu meyakinkan hingga mampu menghancurkan reputasi seseorang dalam hitungan detik, atau algoritma yang tanpa disadari menciptakan diskriminasi di sektor pekerjaan dan layanan publik. Dalam skala besar, penyalahgunaan AI bisa menjadi alat untuk memanipulasi pasar secara halus dan menciptakan kerugian besar bagi banyak pihak. Dampak buruknya meluas, dari kerugian ekonomi yang masif hingga hilangnya kepercayaan publik terhadap teknologi. Karena itu, membangun regulasi dan etika yang kuat menjadi langkah krusial khususnya bagi pemerintah untuk memastikan AI digunakan sebagai alat kemajuan, bukan ancaman bagi peradaban.
ADVERTISEMENT
Penggunaan AI di Kalangan Mahasiswa dan Tanggung Jawab Moral
Artificial Intelligence (AI) telah menjadi salah satu teknologi revolusioner yang tidak hanya mendominasi sektor industri dan bisnis, tetapi juga masuk ke ranah akademis. Di kalangan mahasiswa, penggunaan AI semakin populer, mulai dari pembuatan tugas akademik, analisis data, hingga eksplorasi seni digital. Meta AI, sebagai salah satu pengembang teknologi AI terkemuka, memberikan akses mudah ke berbagai tools AI canggih yang mampu meningkatkan produktivitas dan kreativitas mahasiswa. Seperti yang diketahui dari data BPS, bahwa mahasiswa menjadi pengguna aktif internet, yaitu dengan persentase pengguna internet pada penduduk menurut jenjang pendidikan yang sedang diduduki, ternyata sebesar 14,03% penduduk yang sedang menempuh S1 ke atas mengakses internet pada tahun 2023. Hal ini tentunya menjadi indikasi bahwa banyak mahasiswa yang berpotensi menggunakan AI.
ADVERTISEMENT
Di sisi positif, AI telah memberikan manfaat luar biasa bagi mahasiswa. Teknologi seperti ChatGPT memungkinkan mereka untuk mempercepat proses pembelajaran, mengembangkan kreativitas, dan menghasilkan karya inovatif. Contohnya, mahasiswa dapat menggunakan AI untuk brainstorming dan memperkaya pengetahuan. Meta AI sendiri telah merilis berbagai alat pembelajaran yang mendukung penelitian dan kolaborasi lintas disiplin. Namun, potensi ini hanya dapat dimaksimalkan jika mahasiswa memahami etika dalam menggunakan teknologi tersebut. Pelatihan dan literasi digital harus menjadi bagian integral dari pendidikan, agar para pengguna muda ini dapat memahami dampak dari tindakan mereka, baik secara sosial maupun hukum.
Kasus Penyalahgunaan: Sebuah Pengingat Penting
Seperti pisau bermata dua, teknologi AI ini juga membawa risiko penyalahgunaan. Baru-baru ini, publik Indonesia dikejutkan dengan kasus penyalahgunaan AI untuk membuat gambar kurang senonoh yang menyerupai figur tokoh politik tanah air. Gambar-gambar ini disebarluaskan melalui platform media sosial X (sebelumnya Twitter), memicu kecaman luas dari masyarakat. Peristiwa ini menunjukkan bahwa meskipun AI dapat digunakan untuk tujuan inovatif, kehadirannya juga membuka peluang bagi tindakan tidak bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Kasus penyalahgunaan AI untuk membuat gambar tidak pantas dari tokoh politik menunjukkan sisi gelap dari kemampuan teknologi ini. Penyebarluasan konten manipulatif seperti itu tidak hanya merusak reputasi target, tetapi juga menciptakan iklim sosial yang tidak sehat, di mana kebenaran dan integritas menjadi sulit dipertahankan. Selain itu, tindakan ini melanggar undang-undang di Indonesia utamanya terkait pencemaran nama baik. Dari perspektif mahasiswa, kasus ini menjadi cerminan penting akan tanggung jawab moral yang harus diemban. Teknologi AI generatif, seperti yang ditawarkan oleh Meta AI, mampu menghasilkan konten berkualitas tinggi dengan sedikit usaha, tetapi tanpa kontrol etis, teknologi ini dapat menjadi alat yang merugikan.
Penyalahgunaan AI tentunya akan terus terjadi seiring dengan perkembangan teknologi. Pengawasan secara ilegal, manipulasi data, pelanggaran privasi, dan tindak kejahatan lainnya seperti peretasan dan penipuan yang berbasis AI menjadi sebuah ancaman. Penyalahgunaan AI berdampak pada berbagai aspek, seperti sosial, etika, pendidikan, dan ekonomi. Penyalahgunaan AI menjadi tantangan masa depan yang harus bisa ditangani dengan baik agar pemanfaatan AI dapat berguna sesuai harapan. Untuk memastikan AI tetap dapat dimanfaatkan secara positif, diperlukan regulasi untuk mengatur penggunaan AI.
ADVERTISEMENT
Regulasi AI Menjadi Urgensi
Regulasi AI harus dapat memastikan bahwa penggunaan AI secara etis dan adil. Perlindungan privasi, hak asasi, keamanan, dan transparansi juga dapat terjaga dari efektifnya regulasi. Salah satu faktor penting dalam regulasi adalah etika. Regulasi yang diperlukan yaitu adanya standar etika yang jelas dalam pengembangan AI dan menghindarkan pengembangan AI dengan tujuan merugikan. Di Uni Eropa, aspek regulasi AI meliputi perlindungan data dan privasi melalui GDPR, pembatasan penggunaan AI melalui pengawasan massa, serta mendorong transparansi dan akuntabilitas. Negara Amerika Serikat mempunyai regulasi yang berbeda yaitu mendorong pengembangan AI melalui investasi dan penelitian, terdapat panduan etika dalam pengembangan AI dan berfokus pada keamanan sosial. Sementara itu, Indonesia belum memiliki regulasi khusus dalam pengembangan AI. Padahal, kebijakan terkait AI menjadi hal krusial dalam kehidupan dengan teknologi yang semakin pesat ini.
ADVERTISEMENT
Tanpa ada regulasi yang jelas, penyalahgunaan AI akan semakin sulit ditangani. Pemerintah diharapkan dapat membentuk regulasi yang efektif untuk pemanfaatan AI secara inklusif. Kolaborasi antara berbagai pihak, baik pemerintah, industri, akademisi, maupun masyarakat diperlukan untuk mencegah dan menangani penyalahgunaan ini. Sebagai mahasiswa, peran kita semua juga sangat dibutuhkan. Menurut data BPS, pada tahun 2022, jumlah mahasiswa di Indonesia lebih dari 9,2 juta orang. Dengan jumlah yang sangat besar tersebut, jika para mahasiswa dapat bertanggung jawab untuk penggunaan AI secara bijak, akan mendatangkan sisi positif, tetapi jika sebaliknya, maka akan membuat negeri ini mengalami keterpurukan. Selain itu, peningkatan literasi digital di kalangan masyarakat juga tidak kalah penting. Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, pada Peluncuran Status Literasi Digital Indonesia 2022, di Menara Danareksa Jakarta, Rabu (01/02/2023), skor literasi digital masyarakat Indonesia berhasil naik 0,05 poin dari 3,49 menjadi 3,54 poin pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini adalah suatu pertanda yang baik dan harus terus ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
Kasus penyalahgunaan AI dalam bidang pendidikan dan politik di atas merupakan gambaran tantangan besar yang harus dihadapi. Berbagai penyalahgunaan AI akan terus berkembang seiring waktu. Tantangan dan ancaman berkaitan AI ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Regulasi yang efektif dibutuhkan untuk tetap terciptanya pengembangan AI yang inklusif.