Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dilema Euthanasia pada Perspektif Paliatif, Tindakan Legal atau Ilegal?
10 November 2024 16:08 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Aulia Maulidia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Euthanasia merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengakhiri hidup atau memicu percepatan kematian pasien dengan tujuan membebaskan dan menghilangkan penderitaan yang menyiksa (Punia, 2024). Hingga saat ini, euthanasia masih menjadi isu dan topik yang sangat kontroversial dalam dunia kesehatan dengan melibatkan perdebatan moral dan etik. Pada satu sisi, pihak proponent beranggapan bahwa manusia berhak untuk menentukan kapan dan bagaimana mereka akan hidup ataupun mati. Sedangkan pada sisi lain, pihak opponent menganggap bahwa euthanasia bertentangan dengan norma-norma etika dan budaya yang menghargai kehidupan sebagai hak yang tidak dapat dihilangkan (Johnson et al, 2024).
ADVERTISEMENT
Perawatan paliatif merupakan bentuk pendekatan kepada pasien dan keluarga dengan penyakit terminal untuk meningkatkan kualitas hidup dan membantunya mencapai akhir hayat dengan damai (Fuadah & Waluyo, 2023). Ditinjau dari perspektif paliatif, euthanasia dinilai bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip utama perawatan paliatif yang menekankan pada peningkatan kualitas hidup pasien dengan kondisi terminal. Dalam upayanya, peningkatan kualitas hidup pasien dilakukan dengan memberikan dukungan psikososial dan sipritualitas, serta menghilangkan nyeri maupun gejala lain dengan tanpa mempercepat ataupun menunda kematian (Dewi et al., 2023). Prinsip tersebut dianggap bertolak belakang dengan euthanasia yang dalam pengimplementasiannya berfokus untuk mengakhiri hidup pasien dengan sengaja guna menghilangkan rasa sakit atau penderitaan yang tak tertahankan (Reza & Deinillah, 2024). Di sisi lain, perawatan paliatif justru menyediakan solusi yang lebih etis dengan memberikan perawatan holistik, mengatasi gejala yang timbul, serta memberikan dukungan emosional dan perawatan hingga akhir hayat dengan prinsip tetap menghargai kehidupan pasien (Siagian & Morrin, 2020).
ADVERTISEMENT
Peraturan terkait legalisasi praktik euthanasia di seluruh dunia memiliki perbedaan yang signifikan antara satu negara dengan negara lain. Beberapa negara seperti Belanda, Belgia, dan Luksemburg telah melegalkan praktik euthanasia yang masing-masing berlangsung sejak tahun 2001, 2002, serta 2009 (Fahrezi & Michael, 2024). Di Indonesia sendiri, praktik euthanasia merupakan tindakan yang dilarang karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (Sunggara, 2021). Menilik dari sisi hak asasi manusia, euthanasia jelas melanggar pasal 3 Declaration of Human Rights yang menyatakan bahwa setiap manusia memiliki hak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun (Huda et al., 2024).
Sedangkan dalam perspektif hukum positif Indonesia, meskipun belum ada peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang euthanasia, namun praktik tersebut tetap dinilai sebagai perbuatan yang melawan hukum (Huda et al., 2024). Hal tersebut didasarkan pada Pasal 344 KUHP yang menyatakan bahwa “Barang siapa yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. Pasal tersebut kemudian diperbarui pada Pasal 461 KUHP yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Pasal 344 dan 461 KUHP di atas mengatur tentang euthanasia aktif dimana meskipun euthanasia dilakukan atas permintaan korban itu sendiri yang dinyatakan secara serius, perbuatan tersebut tetap diancam dengan pidana (Huda et al., 2024). Di samping itu, peraturan terkait hukuman euthanasia pasif juga dicantumkan dalam Pasal 428 ayat (1) UU No.1 Tahun 2023 yang menyatakan bahwa barangsiapa yang membiarkan seseorang dalam keadaan menderita dapat diancam dengan hukuman paling lama 2 tahun 6 bulan (Huda et al., 2024).
ADVERTISEMENT
Penelitian terkini tentang euthanasia dalam praktik paliatif menunjukkan adanya berbagai dinamika yang kompleks dalam menghadapi permintaan bantuan bunuh diri dengan asistensi medis (Philip et al., 2023). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Philip et al. (2023), permintaan untuk dilakukannya euthanasia di Australia terutama pada pasien kanker stadium 4 semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal tersebut ditunjukkan dengan permintaan pasien pada akhir-akhir kehidupannya yang secara tidak terduga mengungkapkan keinginannya untuk mendapatkan euthanasia dan menolak seluruh pengobatan yang sedang berlangsung (Philip et al., 2023). Di samping itu, penelitian lain oleh Groenewoud et al. (2024) menambahkan bahwa kejadian euthanasia dipengaruhi oleh faktor kurangnya akses yang maksimal untuk mendapatkan perawatan paliatif.
Praktik euthanasia merupakan tindakan yang kurang sesuai untuk dilakukan karena tetap dianggap sebagai pembunuhan yang disengaja meskipun dilakukan atas permintaan pasien sendiri. Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan berlandaskan nilai-nilai keagamaan, euthanasia menjadi tindakan yang tidak sesuai untuk diterapkan di Indonesia karena dianggap tidak menghargai kehidupan. Pada hakikatnya, tidak ada satupun agama di Indonesia yang mengizinkan tindakan euthanasia atau mengakhiri hidup seseorang dengan sengaja (Huda et al., 2024). Salah satu contoh yaitu dalam agama Islam, ditegaskan bahwa hidup dan mati adalah kehendak Allah SWT dan tidak ada satupun yang bisa menyalahi kehendak-Nya (Huda et al., 2024). Hal tersebut sesuai dengan QS Al An’am ayat 151 yang artinya “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan suatu sebab yang benar (Huda et al., 2024).
ADVERTISEMENT
Ketika praktik euthanasia dilegalkan, maka kemungkinan terjadinya penyalahgunaan terhadap permintaan bunuh diri dengan bantuan medis akan semakin banyak ditemui. Penyalahgunaan euthanasia dapat terjadi ketika permohonan tersebut tidak berasal dari pasien dengan kondisi terminal, melainkan dari seseorang yang menghadapi tekanan emosional, finansial, dan juga sosial sehingga mereka memilih kematian sebagai solusi atas kesengsaraannya. Tanpa regulasi yang jelas, tindakan euthanasia berisiko dapat dilakukan dengan tanpa memperhatikan aspek etik yang sesuai atau tanpa persetujuan valid dari klien maupun keluarganya (Maruli et al., 2024). Untuk menghindari hal tersebut, perawatan paliatif yang maksimal dapat menjadi opsi terbaik guna mencegah timbulnya keinginan klien terhadap euthanasia (Isnawan, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, N. S., Bugis, S. K., Askar, N. M. &, Aisyah, S. M. (2023). PERAWATAN PALIATIF. YAYASAN HAMJAH DIHA.
ADVERTISEMENT
Fachrezi, M. A., & Michael, T. (2024). KESESUAIAN PENERAPAN EUTHANASIA TERHADAP PASIEN KONDISI TERMINAL ATAS PERSETUJUAN KELUARGA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA. IBLAM Law Review, 4(1), 228-246.
Fuadah, S., & Waluyo, A. (2023). Reki Terapi untuk Nyeri, Kecemasan, Stress dan Kualitas Hidup Pasien Paliatif Care. Journal of Telenursing (JOTING), 5(2), 3814-3822.
Groenewoud, A. S., Atsma, F., Arvin, M., Westert, G. P., & Boer, T. A. (2024). Euthanasia in the Netherlands: a claims data cross-sectional study of geographical variation. BMJ Supportive & Palliative Care, 14(e1), e867-e877.
Huda, H., Ismansyah, I., & Elda, E. (2024). Euthanasia Dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia. UNES Law Review, 6(4), 10674-10686.
Isnawan, F. (2015). Kajian Filosofis Pro dan Kontra Dilarangnya Euthanasia (Doctoral dissertation, Universitas Islam Indonesia).
ADVERTISEMENT
Johnson, C., Lyle, M., Valois, R. F., & Kammermann, S. K. (2024). Public Opinion for Physician Assisted Suicide/Euthanasia: Implications for Health Education. American Journal of Health Education, 1–11. https://doi.org/10.1080/19325037.2024.2390382
Maruli, H. J., Fakhriah, E. L., & Haspada, D. (2024). PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA EUTHANASIA OLEH DOKTER TERHADAP PASIEN PENDERITA PENYAKIT KRONIS BERDASARKAN HUKUM PIDANA INDONESIA. Iustitia Omnibus: Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 186-203.
Philip, J., Le, B., La Brooy, C., Olver, I., Kerridge, I., & Komesaroff, P. (2023). Voluntary assisted dying/euthanasia: will this have an impact on cancer care in future years?. Current treatment options in oncology, 24(10), 1351-1364.
Punia, I. G. E. A. A. (2024). Euthanasia Ditinjau dari Aspek Medis, Bioetik, dan Hukum. Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan, 4(1), 16-25. https://doi.org/10.30649/jhek.v4i1.135
ADVERTISEMENT
Reza, M. A., & Dienillah, F. R. (2024). Isu Terkini Euthanasia Antara Hak Hidup dan Hak Menentukan Pilihan: Systematic Literature Review. Quantum Juris: Jurnal Hukum Modern, 6(2), 158 – 182.
Siagian, E., & Morrin., P. (2020). Pengetahuan dan sikap perawat tentang perawatan paliatif di rumah sakit. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 10(03), 52-58. https://doi.org/10.33221/jiiki.v10i02.587
Sunggara, M. A. (2021). Analisis Yuridis Permohonan Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia di Indonesia. Solusi: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Palembang, 414-424.