Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dewaruci dalam Perspektif Filsafat Jawa: Pencarian Ilmu dan Kesempurnaan
8 Desember 2024 19:01 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Aulia Nur Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dewaruci, dalam cerita pewayangan, adalah nama seorang dewa kerdil yang dijumpai oleh Bima atau Werkudara dalam sebuah perjalanan mencari air kehidupan. Nama Dewaruci juga merupakan lakon atau judul pertunjukan wayang tentang dewa tersebut, yang berisi ajaran moral dan filsafat hidup orang Jawa. Lakon wayang tersebut merupakan interpolasi bagi Mahabarata, sehingga tidak ditemukan dalam naskah asli Mahabharata dari India.
ADVERTISEMENT
Lakon Dewaruci berkisah tentang kepatuhan murid kepada guru, kemandirian bertindak, dan perjuangan menemukan jati diri. Menurut filsafat Jawa, pengenalan jati diri akan membawa seseorang mengenal asal-usul diri sebagai ciptaan dari Tuhan. Pengenalan akan Tuhan itu menimbulkan hasrat untuk bertindak selaras dengan kehendak Tuhan, bahkan menyatu dengan Tuhan, yang disebut sebagai Manunggaling Kawula Gusti (bersatunya hamba-Gusti).
1. Proses Pencarian Makna Kehidupan Pada Lakon Dewaruci
- Tepat di pertapaan sokalima, bima berguru kepada Resi Durno dan diikuti oleh Sengkuni,Dursosono dan Kartomarmo.
- Brotoseno pun pamit kepada Resi Durno untuk pergi. Brotoseno hendak menuju puncak reksamuka melewati hutan tikbrosoro untuk menggapai tujuannya, Saat Brotoseno sampai di gunung Reksamuka, ia bertemu dengan dua raksasa yaitu Rukmuka dan Rukmakala.
ADVERTISEMENT
- Brotoseno melawan Rukmuka dan Rukmakala, kedua raksasa yang dilawan Brotoseno kalah dan berubah wujud menjadi dewa. Karena keduanya telah ditolong dan kembali dalam wujud dewa, Hyang Indra dan Hyang Bayu berniat berterima kasih karena telah meruwat kesialan, memberikan keanugrahan kepada manusia.
- Rambut Brotoseno digelung oleh Dewa Bayu, Setelah dewasa Brotoseno berubah nama menjadi Werkudoro. Kedua dewa itu menyuruh Werkudoro kembali ke Resi Durno untuk menanyakan tempat Air suci Perwitasari, sebab di gunung Reksamuka tidak ada
- Sebelum pergi Werkudoro menemui keluarganya dan meminta izin kepadanya. Mendengar niat Brotoseno ke lautan, ibunya dan para Pandawa menangis dan berusaha mencegahnya, tetapi tekad Werkudoro tidak kendor.
- Brotoseno pergi dengan tekadnya,namun ditengah perjalanan Brotoseno bertemu dengan empat saudaranya yang masih menjadi murid Batara Bayu. Anoman menjadi raksasa untuk menghalangi niat Werkudoro yang akan menyelami Samudra dan Dari dasar samudera keluarlah naga yang hendak memangsa Werkudoro kemudian naga itu melilit Werkudoro.
ADVERTISEMENT
- Werkudoro tidak menyadari dirinya sudah berupa sukma. Dia duduk bersimpuh Ketika berhadapan dengan Dewaruci, Werkudoro mengatakan bahwa dirinya hendak mencari Air suci Perwitasari. Kemudian Werkudoro disuruh masuk kedalam tubuh Dewaruci, karena Dewaruci bertubuh kecil maka Werkudoro bingung untuk masuk. Lalu diberi petunjuk untuk masuk lewat telinga.
2. Pelajaran apa yang kita dapat pada lakon Dewaruci
Pokok cerita pada lakon ini mengungkapkan tokoh Bima yang disuruh Durna gurunya untuk mencari air suci Perwitasari. Dilihat dari segi etika masyarakat Jawa, cerita Dewaruci mengandung pelajaran yaitu:
a. Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti
Artinya bahwa sifat pengasih mengalahkan semua bentuk kejahatan atau musuh hanya terdapat didalam ciptaannya sendiri.
b. Sapa Temen Bakal Tinemu
ADVERTISEMENT
Artinya bahwa segala-galanya akan berhasil bila dilakukan dengan sungguh-sungguh.
3. Kesimpulan
Perjalanan Bima mengalahkan para raksasa untuk menemukan cairan perwita, mengalahkan naga, dan berjumpa dengan Dewa Ruci sesungguhnya sarat dengan simbol-simbol tentang perjuangan manusia mengalahkan nafsu-nafsu yang mampu menghalanginya menuju kesempurnaan. Misalnya, nafsu makan, kekuasaan, kesombongan dan lain-lain. Bima mencapai kesempurnaan karena watak dan sifat rela, patuh, waspada, eling (tidak lepas dari jalan melakukan sesuatu diri), dan rendah hati.