Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Tekan Tax Avoidance dengan Optimalisasi Strategi Perpajakan pada Aset Kripto
10 Februari 2025 17:48 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Aulia Pengdaviera Juntami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Aset kripto merupakan bentuk aset digital yang mengandalkan teknologi kriptografi untuk mengamankan data, didukung oleh jaringan peer-to-peer serta buku besar publik yang mencatat dan memverifikasi setiap transaksi. Kategori aset ini mencakup mata uang kripto, dana berbasis kripto, serta token digital. Beberapa contoh mata uang kripto yang paling dikenal adalah Bitcoin dan Ether. Berbeda dengan mata uang konvensional yang diatur oleh pemerintah atau lembaga keuangan pusat, cryptocurrency beroperasi di jaringan desentralisasi menggunakan teknologi blockchain. Semua transaksi cryptocurrency dicatat dalam blockchain, yang dapat diakses oleh semua orang.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, aset kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, melainkan dikategorikan sebagai komoditas dan aset investasi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang menetapkan Rupiah sebagai satu-satunya mata uang resmi di Indonesia. Sejak 1 Mei 2022, pemerintah Indonesia mulai memberlakukan pajak atas transaksi aset kripto, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022. Aturan ini menetapkan bahwa transaksi aset kripto dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
PPN dikenakan pada setiap transaksi aset kripto berdasarkan status platform yang digunakan. Jika transaksi dilakukan melalui platform yang telah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), maka tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 0,11% dari nilai transaksi. Namun, apabila transaksi dilakukan melalui platform yang tidak terdaftar di Bappebti, maka tarif PPN menjadi lebih tinggi, yaitu 0,22% dari nilai transaksi. Hal ini bertujuan untuk mendorong investor menggunakan platform resmi yang telah diawasi oleh pemerintah guna meningkatkan keamanan dan kepatuhan pajak. Selain itu, jasa verifikasi transaksi aset kripto, termasuk aktivitas mining, juga dikenakan PPN sebesar 1,1% dari nilai konversi aset kripto. Jika seorang penambang aset kripto menerima jasa manajemen kelompok penambang atau jasa verifikasi transaksi, maka jumlah PPN yang harus dibayarkan adalah 10% dari tarif PPN dikalikan dengan nilai aset kripto yang diterima.
ADVERTISEMENT
Setiap transaksi penjualan aset kripto juga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Apabila penjualan dilakukan di platform yang telah terdaftar di Bappebti, maka tarif PPh yang berlaku adalah 0,1% dari nilai transaksi. Namun, jika transaksi dilakukan di platform yang tidak terdaftar, maka tarif PPh yang dikenakan menjadi 0,2% dari nilai transaksi. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi transaksi dan memastikan bahwa keuntungan dari aset kripto ikut berkontribusi terhadap penerimaan pajak negara. Mulai 1 Januari 2025, tarif PPN atas transaksi aset kripto akan meningkat menjadi 0,12%, sebagaimana diatur dalam PMK No. 131/2024 dan PMK No. 81/2024. Peningkatan tarif ini bertujuan untuk memperkuat penerimaan pajak negara dari sektor aset digital yang terus berkembang.
Pelaporan pajak aset kripto dilakukan melalui Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh). Wajib pajak harus melaporkan keuntungan yang diperoleh dari transaksi aset kripto sebagai bagian dari penghasilan kena pajak mereka. Wajib pajak harus mencatat semua transaksi yang dilakukan, termasuk nilai transaksi, waktu transaksi, dan keuntungan atau kerugian yang diperoleh. Pelaporan pajak aset kripto dapat dilakukan secara online melalui sistem e-Filing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Keuntungan dari transaksi aset kripto harus dilaporkan dalam kategori penghasilan lain-lain pada formulir SPT Tahunan. Jika terdapat pajak yang masih terutang, wajib pajak harus segera melakukan pembayaran sebelum jatuh tempo untuk menghindari sanksi keterlambatan.
ADVERTISEMENT
Mengingat kompleksitas transaksi aset kripto yang sering kali bersifat anonim dan lintas batas, optimalisasi strategi perpajakan menjadi sangat penting. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap transaksi aset kripto dengan memperkuat kerja sama antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), dan otoritas keuangan lainnya. Pemanfaatan teknologi blockchain analytics dapat membantu melacak transaksi yang mencurigakan.Banyak investor kripto yang belum memahami kewajiban pajak atas transaksi mereka. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan edukasi dan sosialisasi mengenai perpajakan aset kripto agar kepatuhan pajak dapat meningkat. Karena transaksi aset kripto sering kali bersifat global, Indonesia perlu berpartisipasi dalam forum internasional seperti Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk mengembangkan standar perpajakan kripto yang lebih efektif.
ADVERTISEMENT
Pesatnya adopsi aset kripto di Indonesia membawa peluang besar bagi perekonomian digital, namun juga menghadirkan tantangan dalam aspek regulasi dan perpajakan. Dengan regulasi yang jelas dan strategi perpajakan yang optimal, pemerintah dapat menekan praktik penghindaran pajak serta memastikan bahwa penerimaan negara dari sektor ini dapat terus meningkat. Edukasi, pengawasan, dan kerja sama lintas lembaga menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem aset kripto yang transparan dan berkelanjutan di Indonesia.
Reference :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024