Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Status Anak sebagai Sebab Penerimaan Hak-hak Individu
23 Mei 2024 13:43 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Aulia Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Status Anak sebagai Akibat Penerimaan Hak-hak Individu telah secara implisit dalam UUD NRI 1945. Hal ini secara jelas tertera pada Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang berisi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan”. Oleh karena itu, negara mesti menjamin hak-hak atas kelangsungan hidup bagi seluruh anak yang lahir.
ADVERTISEMENT
Status anak sah hanya dapat terbukti dengan akta kelahiran. Hal ini atas dasar Pasal 55 ayat (1) UU Perkawinan yang berisi “Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang”. Oleh karena itu, Anak yang sah dapat terjamin hak-hak sebagai individu yang terhormat sehingga anak dapat menjadi generasi penerus cita-cita dan masa depan bangsa.
Dengan kata lain, anak yang menjadi objek generasi penerus bangsa harus mendapatkan legitimasi oleh negara. Hal ini supaya anak dapat terlindungi dan terjamin hak-hak sebagai individu yang dapat hidup dengan mandiri dan sejahtera. Maka, status anak sah haruslah jelas dalam hal administrasi agar tertib data yang berdampak kepada anak yang mesti mendapat pelayanan publik dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, dalam UU No 1 Tahun 1974 membedakan status anak menjadi 2, yaitu anak sah dan anak yang dilahirkan di luar perkawinan. Hal ini atas dasar Pasal 42 UU No 1 Tahun 1974 yang berisi “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” dan Pasal 43 ayat (1) yang berisi “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Sehubungan dengan itu, anak yang terlahir secara sah dan anak yang lahir di luar perkawinan akan tetap mendapat perlindungan hak-hak individu yang tertanggung oleh negara, seperti yang terkandung dalam Pasal 43 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 bahwa anak yang lahir di luar perkawinan tetap mendapat perlindungan dari ibu dan keluarganya. Hal ini karena Pasal 28B ayat (1) UUD NRI 1945 secara eksplisit menerangkan bahwa setiap anak yang lahir baik secara sah ataupun tidak, maka tetap terlindungi hak-hak atas kelangsungan hidupnya supaya tidak ada kasus anak yang terlantar akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, dalam Pasal 23 UU No 35 Tahun 2014 perubahan mendasar atas UU No 23 Tahun 2002 telah menjelaskan juga secara eksplisit yang berisi “Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap Anak”. Secara sederhana, negara mesti memiliki peran penjamin hak-hak atas hidup bagi setiap anak, baik yang berstatus sah maupun yang lahir di luar perkawinan. Oleh sebab itu, dalam UU tersebut perlu penegasan yang eksplisit sebagai implementasi nilai-nilai dalam UUD NRI 1945.
Sebagai kesimpulan, setiap anak yang lahir telah mendapatkan hak atas kelangsungan hidup yang tertanggung oleh negara. Maka, negara harus memberikan pedoman dan program yang tepat agar masyarakat paham bahwa status anak merupakan sebab yang berakibat anak dapat menikmati hak-hak atas kelangsungan hidup mereka secara aman dan nyaman.
ADVERTISEMENT