Bimantoro Delegitimasi Digdaya TNI

Aulia Rahmat
i'm nobody
Konten dari Pengguna
21 Oktober 2017 23:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aulia Rahmat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bimantoro Delegitimasi Digdaya TNI
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Belum genap dua minggu TNI merayakan hari jadinya ke-72, peristiwa konyol nan menggelitik terjadi di Jalan Pemuda, Rawamangun. Seorang anggota TNI Angkatan Laut berpangkat letnan satu terlibat adu jotos dengan Bimantoro Prasetiyo, pengendara mobil yang pada saat bersamaan melintas di jalan tersebut.
ADVERTISEMENT
Penyebabnya sepele, Bimantoro membuang sampah melalui jendela mobil hingga mengenai Mareta, istri Satrio Fitriandi. Satrio yang tak terima mengejarnya. Mereka lalu berhenti di satu titik, adu mulut, bertengkar hingga berujung perkelahian.
Bakupukul berjalan tidak imbang, sang tentara berseragam loreng itu tampak lemah tak berdaya. Satu jab kecil Satrio dibalas Bimantoro dengan tiga stright. Pukulan bertubi-tubi membuat lulusan Akademi Angkatan Laut itu terhuyung, jatuh dari motor. Bocah yang kepada polisi mengaku berprofesi sebagai musisi itu unggul telak dari lawannya.
Tak ingin kehilangan muka, Satrio bangun lalu membalas Bimantoro sekenanya menggunakan helm. Pukulannya babar blas nggak bertenaga. Niat balas dendam tak kesampaian, Bimantoro malah jatuh untuk kedua kalinya. Kerumunan melerainya dan membawa dua koboi jalanan itu ke kantor Polsek Pulogadung.
ADVERTISEMENT
Perkelahian itu menyisakan polemik ihwal siapa Bimantoro hingga berani berduel dengan tentara. Kebanyakan warganet salah duga, Bimantoro bukanlah anak perwira tinggi seperti yang sebelumnya dilaporkan oleh media daring ala-ala.
Bocah yang di KTP tercatat lahir tahun 1999 itu ialah cucu seorang purnawiran AL dengan pangkat terakhir Mayor. Berbanding terbalik dengan Satrio yang anak jenderal bintang dua. Laksamana Pertama.
Terlepas dari kesalahan Bimantoro yang buang sampah sembarangan. Bagi saya ia adalah pemberani. Ia tak hanya dengan tangan kosong melawan sang tentara yang anak laksamana itu. Tapi juga menonjok stereotip dan berbagai atribusi yang selama ini melekat di benak khalayak akan kegarangan tentara.
Bayangkan bung, jika para aktivis anti-militerisma hanya bisa mengecap hingga berbusa dan lebih banyak tidak ditanggapinya. Tidak demikian dengan Bimantoro, dengan gagah ia turun dari mobil merahnya, menghimpit sang tentara, memanas-manasinya hingga mendidih, dan Jab... dibalas tiga stright telak hingga jatuh. Ini adalah wujud perlawanan yang sesungguhnya. Tanpa tedeng aling-aling, tak peduli anak siapa, sekolah di mana, tinggal di mana, dan pertanyaan-pertanyaan pengecut sejenisnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, Bimantoro telah mendelegitimasi digdaya TNI yang selama beberapa tahun terakhir susah-payah mereka bangun. Bayangkan, mantan kadet yang selama tiga tahun digembleng habis-habisan di Akademi Angkatan Laut itu terlihat seperti bukan tentara di hadapan Bimantoro, kid-jaman-now, yang kepada polisi mengaku lahir tahun 99 alias masih 18 tahun.
Kapabilitas--dalam hal ini kemampuan fisik--Satrio sebagai seorang kadet dipertanyakan. TNI, khususnya Angkatan Laut harus merespons kasus ini dengan serius. Ini merupakan cambuk bagi mereka untuk membenahi kompetensi bela diri dan kapasitas fisik personel-personelnya. Jika dijalanan Jakarta saja Satrio kelimpungan menghadapi Bimantoro--yang imut dan berlemak itu--bagaimana ia bertarung dengan ombak setinggi anjungan atas KRI Banjarmasin di Laut Masalembo nanti. Jika berkelahi dengan bocah ingusan saja mesti pakai helm, bagaimana nanti jika menghadapi kombatan Abu Sayaf di perairan Sulu.
ADVERTISEMENT
Terakhir dan yang paling penting, jangan bikin malu Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Ia telah mengerahkan ratusan alat utama sistem persenjataan untuk memeriahkan HUT ke-72 TNI. Tidak main-main, alutsista dari tiga matra (AD, AU, dan AL) ia kumpulkan jadi satu di Dermaga Indah Kiat Cilegon Banten awal bulan lalu.
KRI Nagapasa, helikoper Apache, serta tank Leopard turut dikerahkan agar memberikan deterent effect bagi negara-negara tetangga dan musuh-musuh yang mengintai. Jangan sampai masyarakat yang kadung bangga, negara-negara tetangga yang kadung ciut berubah pikiran gara-gara melihat 1 dari 1 juta pasukannya terkapar di jalan Rawamangun, depan SMA Lab School. Gara-gara apa? gelut sama Bimantoro. Bocah ingusan yang kepada polisi mengaku sebagai musisi.
ADVERTISEMENT