Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Bahasa di Kehidupan Generasi Z
7 Desember 2022 10:26 WIB
Tulisan dari Aulianita Listyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Generasi Z adalah generasi yang tumbuh dengan teknologi. Dunia dengan mudah dijelajahi dan dikendalikan dengan teknologi digital seperti sosial media. Globalisasi dan westernisasi adalah fenomena yang muncul karena cepatnya arus informasi yang mudah didapat. Dampak dari fenomena tersebut memengaruhi penggunaan bahasa dan karakter bangsa, banyak bermunculan kosakata baru yang dibuat oleh mereka, misal "Kamu nanyeaa?"
ADVERTISEMENT
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar semakin jarang digunakan, bahkan penggunaan bahasa baku sudah tergeser dengan bahasa di wilayah tempat tinggal atau biasa disebut bahasa gaul , misal: Bahasa khas warga Bekasi, terutama wilayah Medan Satria dan Tarumajaya.
"Masa iya?" berubah menjadi "Ilok."
"Tidak seperti itu," berubah menjadi "Kaga kek gitu,"
Hal tersebut dikarenakan akulturasi bahasa asing dengan bahasa lokal di era generasi z yang menyebabkan bahasa baku juga mudah luput. Mereka berpikir penggunaan bahasa baku terkesan kaku dan hanya diucapkan di acara-acara formal saja, bukan bahasa keseharian.
Ketertarikan generasi Z untuk mempelajari lebih dalam bahasa serta budaya bangsa sendiri semakin berkurang dengan masuknya budaya asing lewat industri film ataupun musik yang banyak digemari. Hal yang diwajarkan tersebut tentu dapat melunturkan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap bahasanya sendiri.
ADVERTISEMENT
Penting sekali generasi z untuk memperdalam ilmu bahasa, bukan hanya sekadar belajar bahasanya, tetapi juga budaya, mengetahui kedudukan bahasa Indonesia, serta bagaimana menggunakan bahasa Indonesia sesuai konteks atau situasi agar pemikiran penutur bisa dipahami selaras dengan yang diinginkan tanpa kesalahpahaman. Dengan demikian, belajar bahasa Indonesia juga sebagai upaya mempertahankan kelestarian bahasa bangsa Indonesia, selain penggunaan bahasa yang menjadi dampak dari fenomena globalisasi dan westernisasi, karakter bangsa juga mendapat pengaruh dari fenomena tersebut.
Salah satu bidang yang dapat meminimalisir rusaknya karakter bangsa adalah sastra. Sumardjo & Saini (1997: 3-4) menyatakan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Ini pun sudah terbukti di era generasi z.
ADVERTISEMENT
Sastra melalui karyanya bukan hanya sebagai wahana hiburan, tapi juga karya seni yang dapat menjadi media pengembangan pendidikan karakter lewat nilai-nilai kehidupan yang terkandung didalamnya. Begitu juga dengan kebudayaannya. Padahal di era globalisasi ini seharusnya generasi z bisa memanfaatkannya untuk belajar dan mengembangkan potensi. Belajar sastra berarti belajar budaya. Belajar budaya dapat pula membangkitkan kecintaan terhadap bangsa. Karakter bangsa dalam diri masyarakat Indonesia bisa dipupuk melalui karya-karya sastra yang mencerminkan budi pekerti yang baik, atau juga mengenai nilai-nilai nasionalisme.
Generasi z juga harus paham bahwa kelestarian atau jati diri bahasa Indonesia tidak terlepas dari penggunaan bahasanya yang baik dan benar. Bukan sekadar alat komunikasi yang secara alamiah bisa dikuasai oleh penuturnya. Begitu juga dengan sastra yang menggunakan bahasa sebagai media penyampaiannya.
ADVERTISEMENT