Privilege Kuliah: Menikmati 4 Tahun 'Nongkrong' di Kampus

Aura Intannia Faqih
Mahasiswa Sastra Indonesia di Universitas Pamulang (UNPAM)
Konten dari Pengguna
12 Juni 2023 10:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aura Intannia Faqih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kuliah di luar negeri. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kuliah di luar negeri. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Benar nggak sih kuliah itu kegiatan nongkrong terlama selama empat tahun dengan biaya termahal dan sponsor orang tua?”
ADVERTISEMENT
Pertanyaan seperti itu muncul beberapa waktu lalu di media sosial dan cukup ramai menjadi perbincangan yang memicu perdebatan. Ada banyak orang yang membuat statement bahwa kuliah itu hanya kegiatan nongkrong dalam waktu empat tahun dengan biaya termahal. Tetapi, statement itu menimbulkan perdebatan dari berbagai sisi. Kenapa?
Menjadi mahasiswa adalah sebuah privilege, karena tidak semua orang bisa berada di posisi tersebut. Privilege merupakan suatu keistimewaan berupa akses atau keuntungan yang tidak dimiliki oleh semua orang dalam kehidupan sosial.
Meski begitu, saat ini banyak yang beranggapan bahwa privilege merupakan suatu hal yang negatif, padahal jika disadari, privilege itu sebenarnya dimiliki oleh semua orang, hanya porsinya saja yang berbeda.
Ilustrasi mahasiswa ujian. Foto: exam student/Shutterstock
Artinya, semua orang memang memiliki privilege, namun tidak semua orang memiliki privilege yang sama. Privilege sangat mempengaruhi kehidupan sosial bagi orang-orang yang memilikinya melalui latar belakang, pendidikan, status keuangan dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Tergantung bagaimana cara kita mendapatkanya, privilege bisa menjadi hal yang menguntungkan dan baik, juga bisa mengarah ke hal negatif.
Jika kuliah adalah sebuah privilege, sudah sepatutnya privilege itu dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kuliah adalah proses pembelajaran formal di tingkat lanjutan yang menawarkan berbagai jurusan.
Dalam memilih jurusan, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan, termasuk minat dan bakat seseorang. Memulai pendidikan tinggi memang memerlukan pengorbanan seperti mengatur waktu, biaya, energi, dan pikiran. Namun, pengorbanan tersebut bersifat sementara dan akan memberikan manfaat yang berkelanjutan.
Ilustrasi mahasiswa China di luar negeri. Foto: Have a nice day Photo/Shutterstock
Pendidikan tinggi merupakan impian bagi banyak orang. Secara umum, masyarakat melihat pendidikan tinggi sebagai jaminan kehidupan yang lebih baik. Sebagai orang tua, memiliki anak yang kuliah dan menjadi "cendekiawan" merupakan kebahagiaan yang tak ternilai.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama berlaku bagi calon mahasiswa yang sebelumnya adalah siswa. Kuliah tidak hanya tentang belajar dan mengerjakan tugas dari dosen, tetapi juga memberikan "nilai tambah" untuk masa depan mereka.
Ini adalah alasan utama mengapa seseorang ingin kuliah, yaitu untuk menemukan pekerjaan, meningkatkan keahlian, meningkatkan status sosial, dan memperluas jaringan relasi. Namun tidak semua orang dapat berkuliah, dan alasannya pun beragam.
Pertama, keterbatasan keuangan bisa menjadi penghalang karena biaya kuliah dan hidup yang tinggi. Kedua, keterbatasan akses juga bisa menjadi masalah bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil atau tidak memiliki akses mudah ke perguruan tinggi.
Ilustrasi mahasiswa sedang mengerjakan tugas. Foto: BongkarnGraphic/Shutterstock
Ketiga, tanggung jawab keluarga seperti menjadi orang tua tunggal atau harus bekerja penuh waktu dapat menghalangi seseorang melanjutkan pendidikan tinggi. Keempat, masalah kesehatan serius atau cacat fisik dapat menghambat kemampuan seseorang untuk berkuliah secara penuh.
ADVERTISEMENT
Kelima, keterbatasan pengetahuan dan kualifikasi akademik juga bisa menjadi penghalang bagi mereka yang tidak memenuhi persyaratan masuk ke perguruan tinggi. Terakhir, ada individu yang memilih jalur karier alternatif dan tidak melihat pendidikan tinggi sebagai prioritas.
Meskipun ada hambatan-hambatan ini, tersedia berbagai program dan bantuan seperti beasiswa, pinjaman pendidikan, atau pendidikan jarak jauh yang dapat membantu mengatasi kendala-kendala tersebut.
Meski begitu, tampaknya proses perkuliahan menjadi topik yang menarik untuk diperdebatkan dalam banyak kesempatan. Belakangan ini, topik sensitif tentang perkuliahan kembali muncul ke permukaan melalui media sosial.
Komentar seperti, “kuliah adalah kegiatan nongkrong 4 tahun termahal yang dibiayai ortu.” atau, “kuliah adalah pengangguran dengan gaya nongkrong 4 tahun dengan biaya fantastis.” memicu perdebatan umum dari berbagai sisi. Banyak orang yang setuju dengan statement itu, namun banyak juga orang yang kontra terhadap statement tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagi kebanyakan orang, kuliah menjadi harapan dan kesungguhan seseorang untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik, menaikkan personal branding untuk dirinya sendiri, serta mendapat kesempatan lebih untuk memulai karier yang lebih mumpuni.
Namun tak jarang juga seseorang berkuliah hanya untuk mendapatkan gelar saja, karena disuruh oleh orang tua untuk kebutuhan sosial, atau hanya sekadar untuk meningkatkan value diri.
Pada dasarnya, tujuannya sama namun prosesnya yang menjadi pembeda. Seseorang yang serius ingin berkuliah akan serius dalam mengikuti kegiatan perkuliahan dengan baik, mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh dan menjalin hubungan sosial yang baik.
Sedangkan seseorang yang hanya ingin memiliki ‘nama’ dalam kehidupan sosial bisa menjadi tidak serius dalam mengikuti perkuliahan, mengerjakan tugas dengan seadanya atau menggunakan jasa untuk mengerjakan tugas, dengan tetap menjalin komunikasi yang baik. Akhirnya, dengan tujuan apa kuliah itu kembali kepada diri masing-masing.
ADVERTISEMENT