Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kasus Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia, Salah Siapa? Simak Penanganannya
26 Juni 2022 16:55 WIB
Tulisan dari Aurelia Dara Dinanti Darmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 yang terjadi di dunia telah membawa banyak perubahan di Indonesia sejak kemunculannya pada 2020 lalu. Virus ini terus bertransformasi dan melakukan mutasi menjadi lebih kuat dan ganas lagi. Mutasi dari COVID-19 ini yang sering kita dengar seperti varian Alpha, Beta, Delta, MU dan varian terbaru yaitu Omicron (Pranita, 2021). Masyarakat seakan tidak pernah dibuat tenang sejak kemunculan virus ini. Hal ini dikarenakan virus akan terus bermutasi selagi masih memiliki inang dan fenomena biologis ini tentu perlu diwaspadai oleh pemerintah maupun masyarakat.
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, mutasi dari COVID-19 yaitu Omicron kembali meresahkan dunia termasuk Indonesia (Arfiansyah, 2022). Sejak akhir Mei lalu, masyarakat Indonesia kembali diresahkan oleh kemunculan varian baru dari Omicron itu sendiri. Varian ini diberi nama BA. 4 dan BA. 5. Kemunculan varian anakan baru dari Omicron ini kemudian kembali membuat angka positif harian COVID-19 di Indonesia kembali melonjak setelah sempat melandai dan terkendali. Maka dari itu, melihat dari betapa cepatnya penularan yang terjadi, tentu pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam memutus rantai penularan.
Masuknya varian omicron BA. 4 dan BA. 5 di Indonesia bisa dikaji dari beberapa aspek. Salah satunya adalah lemah dan lengahnya pengawasan dari pemerintah dan kesadaran dari diri masyarakat. Pemerintah sebagai badan atau lembaga yang memiliki wewenang untuk menetapkan sebuah peraturan, harusnya bisa lebih tegas dalam menegakkan peraturan kesehatan di Indonesia. Apalagi, setelah ditemukannya varian BA. 4 dan BA. 5 di Indonesia. Tidak cukup sampai di situ, masyarakat juga tentu harus sadar dan bisa disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan guna menekan angka positif dan penambahan kasus harian dari virus Omicron ini. Pemerintah dan masyarakat harus dapat bekerja sama dengan baik, sehingga pencegahan penularan baru dapat efektif dilakukan.
ADVERTISEMENT
Apabila kita melihat dari ketegasan pemerintah dalam memutus rantai penyebaran virus COVID-19 khususnya varian Omicron, maka tentu masih sangat rendah. Hal ini tercermin dari bagaimana bebas dan leluasanya masyarakat kini untuk melakukan perjalanan ke daerah lain. Dimana, seperti kita ketahui bahwa mobilitas yang tinggi menyebabkan peningkatan angka positif COVID-19 yang signifikan pula. Maka dari itu, pemerintah seharusnya bercermin dari kejadian-kejadian lalu khususnya ketika masa liburan. Pemerintah seharusnya dapat membatasi mobilitas masyarakat, sehingga dengan ini dapat juga menekan angka positif COVID-19 di tanah air (Untari, 2022).
Selain itu, tidak hanya mobilitas masyarakat domestik saja, dengan dibukanya pintu transportasi turis asing, maka pemerintah juga harus siap akan terjadinya kenaikan kasus positif. Seharusnya, pemerintah dapat lebih tegas dan cepat tanggap dalam menyelesaikan masalah ini. Salah satunya bisa dengan membatasi mobilitas masyarakat ke luar negeri khususnya ke negara-negara yang telah mendeteksi adanya varian omicron baru. Sehingga, diharapkan bahwa warga negara Indonesia maupun warga negara asing tidak masuk ke Indonesia setelah melakukan perjalanan ke negara yang rawan tersebut.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya dari sisi pemerintah saja, namun masyarakat juga perlu sadar akan pentingnya menjalani protokol kesehatan. Masyarakat cenderung beranggapan bahwa dengan menurunnya angka penularan harian COVID-19, maka tandanya pandemi sudah musnah dari dunia ini. Pandangan yang keliru seperti inilah yang sering membuat peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia menjadi tidak terkendali. Masyarakat menjadi sangat lengah dan cenderung tidak mematuhi protokol kesehatan. Ketidakpatuhan tersebutlah yang menyebabkan angka positif semakin meningkat apalagi ditambah dengan kecepatan penularan dari Omicron BA. 4 dan BA. 5 itu sendiri.
Selain itu, masyarakat juga harus bisa hidup berdampingan dan terbiasa mematuhi protokol kesehatan. Protokol kesehatan harus dianggap sebagai sebuah kewajiban dan budaya, bukan lagi sebagai sebuah paksaan atau sekedar kebijakan pemerintah. Dengan adanya rasa “sukarela” tersebut, tentu masyarakat akan lebih disiplin dan ketat dalam menjalankan protokol kesehatan. Masyarakat harus paham bahwa memakai masker, jaga jarak, menghindari kerumunan, dan protokol kesehatan lainnya bukan hanya untuk kebaikan mereka sendiri saja, namun, juga merupakan bentuk kasih sayang dan melindungi orang terkasih di sekitar.
ADVERTISEMENT
Sebagai langkah lainnya dalam menghindari meledaknya kasus BA. 4 dan BA. 5 di Indonesia, maka program vaksinasi juga harus terus digiatkan. Pemerintah tidak boleh hanya melakukan percepatan vaksin pada masa waktu tertentu saja. Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah sehingga perlu diberikan apresiasi. Pemerintah tidak hanya mempromosikan vaksinasi dalam waktu yang singkat saja. Namun, juga untuk waktu yang lama dan terus-menerus. Bahkan, pemerintah memberikan kewajiban vaksinasi sebanyak 3 dosis atau booster sebagai salah satu syarat bagi masyarakat untuk melakukan perjalanan (Triyatna, 2022). Penanganan COVID-19 di Indonesia masih perlu berbagai peningkatan salah satunya dengan pengetatan peraturan dan peningkatan kedisiplinan masyarakat.
Penanganan COVID-19 di Indonesia baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, masih perlu dilakukan banyak peningkatan dan pengetatan. Salah satunya dengan mengetatkan peraturan agar virus COVID-19 bisa ditekan angka positifnya dan resiko munculnya varian baru di Indonesia. Selain itu, masyarakat juga harus senantiasa patuh akan kebijakan pemerintah. Mulai dari vaksinasi, menjalankan protokol kesehatan, sadar akan pentingnya melaksanakan protokol kesehatan hingga selalu disiplin ketika melakukan mobilitas ke wilayah lain. Dalam hal ini, maka tidak ada pihak manapun yang bisa disalahkan atau dianggap bertanggungjawab penuh, karena sejatinya COVID-19 merupakan masalah bersama dan penyelesaiannya juga harus dilakukan bersama-sama.
ADVERTISEMENT