Konten dari Pengguna

ASMR: Pseudosains dan Penawar Insomnia

aurelliaputri24
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
5 Desember 2022 6:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari aurelliaputri24 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto : pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto : pixabay.com
ADVERTISEMENT
Di era digital yang semuanya bisa diakses dengan instan lewat internet, banyak konten-konten di media sosial yang bisa kita nikmati setiap harinya. Salah satu konten yang sudah banyak jumlah dan peminatnya adalah konten ASMR.
ADVERTISEMENT
Apa itu ASMR dan apa yang membuat ASMR menjadi konten yang memiliki banyak peminatnya? ASMR adalah singkatan dari Autonomous Sensory Meridian Response, ASMR juga merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rangsangan yang dihasilkan oleh audio, visual, sentuhan, dan kontak dekat dengan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
ASMR akan memberikan perasaan geli dan kesemutan yang menjalar dari kepala ke leher hingga ke seluruh tubuh. Tetapi sensasi ini dianggap memberi rasa nyaman dan membuat tubuh merasa rileks. Sensasi ini juga membuat beberapa orang merasa tenang.

Awal mula dikenalnya ASMR

Menurut Wikipedia, ASMR pertama kali dikenal di Internet pada tahun 2007 ketika seorang wanita dengan nama pengguna “okaywhatever” membagikan pengalamannya tentang sensasi ASMR di forum diskusi kesehatan online. Tapi pada saat itu nama ‘ASMR’ belum dipakai.
ADVERTISEMENT
Nama ASMR mulai menjadi sensasi internet ketika tahun 2010 ada seseorang bernama Jennifer Allen yang menamai sensasi menggelitik namun menenangkan itu sebagai ASMR.
Artikel New York Times pada bulan April 2019 mengatakan bahwa sudah ada ratusan YouTuber dengan konten ASMR yang secara kolektif memposting lebih dari 200 video ASMR per harinya.
Ketenaran dari ASMR juga menimbulkan kontroversi, beberapa orang meragukan tentang fenomena ASMR. Mereka bertanya-tanya apakah fenomena ini nyata atau hanya hasil dari narkoba serta sensasi yang dibuat-buat.
Beberapa orang menganggap fenomena ASMR sebagai gejala kesepian di kalangan Generasi Z karena merasakan sensasi keintiman dari melihat orang asing yang berpura-pura merias wajah mereka tanpa harus berinteraksi secara langsung.
Jadi, apakah ASMR itu nyata atau hanya imajinasi dari orang yang merasakan sensasinya?
ADVERTISEMENT

ASMR sebagai Pseudosains

Sumber foto : pixabay.com
Pseudosains atau ilmu semu adalah sebuah ilmu pengetahuan, metodologi, keyakinan, atau praktik yang dianggap sebagai ilmiah tetapi tidak sesuai dengan metode ilmiah. Contoh dari pseudosains yang terkenal adalah Feng Shui dan Astrologi.
Apakah ASMR merupakan ilmu semu atau pseudosains? Pertanyaan ini bisa dijawab melalui studi pada tahun 2018 yang merekam respons fisiologis pesertanya saat menonton ASMR.
Ada perbedaan yang jelas antara peserta yang mengidentifikasi diri mengalami ASMR dan peserta yang tidak: Kelompok ASMR mengalami penurunan detak jantung dan peningkatan konduktansi kulit, yang pada dasarnya berarti sedikit peningkatan keringat. Ini adalah pola temuan yang sangat menarik, karena menunjukkan bahwa pengalaman ASMR menenangkan (ditunjukkan dengan penurunan detak jantung) dan membangkitkan (ditunjukkan dengan peningkatan konduktansi kulit). Hal ini menjadikan ASMR pengalaman yang berbeda dari relaksasi sederhana, tetapi juga berbeda dari kegembiraan gairah seksual atau rasa merinding.
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan juga secara langsung mengamati aktivitas otak selama ASMR berlangsung. Sebuah kelompok yang berbasis di Dartmouth College menggunakan MRI fungsional untuk menangkap apa yang terjadi di otak saat peserta yang mengalami ASMR menonton video pemicu. Mereka menemukan aktivasi di korteks prefrontal medial, bagian otak yang berkembang secara evolusioner yang terkait dengan, antara lain, kesadaran diri, pemrosesan informasi sosial, dan perilaku sosial.
Ada juga aktivasi di area otak yang terkait dengan penghargaan dan gairah emosional. Para peneliti berspekulasi bahwa pola ini mencerminkan bagaimana ASMR meniru kesenangan dari keterlibatan dan ikatan sosial.
Jadi, ASMR bukanlah sebuah ilmu semu atau pseudosains. Sudah terbukti dengan eksperimen-eksperimen dari para peneliti yang disebutkan di atas dengan menggunakan metode ilmiah yang sesuai. ASMR itu nyata.
ADVERTISEMENT

ASMR sebagai penawar Insomnia

Sumber foto : pixabay.com
Selain memberikan sensasi yang menenangkan, ASMR juga bisa memberikan sensasi yang menimbulkan rasa kantuk kepada orang-orang yang merasakannya.
Hal ini pun dimanfaatkan oleh orang-orang yang menderita insomnia atau gangguan tidur untuk membantu memberikan rasa kantuk.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh PLOS ONE pada tahun 2018 yang membahas tentang ASMR membuktikan bahwa:
Ratusan ribu orang yang menonton video ASMR melaporkan bahwa video ASMR itu membantu mereka untuk tidur, rileks, dan memerangi stres dan kecemasan. Hal ini karena video ASMR mengatur emosi dan mungkin memiliki manfaat terapeutik bagi orang-orang
yang merasakan sensasi ASMR, misalnya mengurangi detak jantung dan meningkatkan perasaan positif.
Jadi, ASMR adalah media yang pas untuk orang-orang yang memiliki masalah gangguan tidur seperti insomnia.
ADVERTISEMENT

Referensi :

Darmawan, A. H., Brata, K. C., & Brata, A. H. (2021). Pembangunan Aplikasi Perangkat Bergerak menggunakan Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR) untuk Terapi Penderita Insomnia (Susah Tidur). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-ISSN, 2548, 964X.
Poerio, G. L., Blakey, E., Hostler, T. J., & Veltri, T. (2018). More than a feeling: Autonomous sensory meridian response (ASMR) is characterized by reliable changes in affect and physiology. PloS one, 13(6), e0196645. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0196645
Savy, Jade W. (2019, December 4) Is ASMR Real or Just a Just a Pseudoscience?. SCIENTIFIC AMERICAN. https://www.scientificamerican.com/article/is-asmr-real-or-just-a-pseudoscience/