Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Asmara Dadung Kepuntir
29 November 2021 21:28 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Aurora Zaen Afrani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Awal Kisah Kasih
ADVERTISEMENT
Ku kira pernikahan adalah jalan terbaik untuk menyatukan. Namun, semua tidak benar-benar menyatu sesuai pikiran dan angan. Tiga puluh tahun lamanya membina keluarga ini. Tiga puluh tahun pula merasakan keluarga bertopeng kepalsuan. Memang tidak mudah menyatukan dua keluarga dengan latar belakang berbeda dalam satu ikatan yang sama. Tapi, semuanya harus tetap dilalui seiring dengan berjalannya takdir.
ADVERTISEMENT
Husnul, perempuan berlatarbelakang keluarga militer dengan gaya hidup bebas dan kekinian. Sebuah bukti bahwa tidak semua yang berbau militer harus bersikap disiplin dan tegas. Ada kalanya manusia memilih jalan hidupnya sendiri, membayangkan hidup bagaikan burung bebas yang dapat terbang kesana-kemari sesuai keinginan diri.
Secara fisik, Husnul tampak lebih berbobot dari teman perempuan sebayanya. Badan ramping, kulit cokelat eksotis, rambut panjang bergelombang, wajah lonjong dengan pipi sedikit menonjol, sungguh ciri perempuan yang enak dipandang pada zamannya. Tak heran jika banyak lelaki yang berusaha mendekatinya. Mungkin hal itu pula yang menyebabkan Khusnul memiliki banyak teman lelaki di mana-mana.
Di balik gaya hidup yang bebas itu, tersimpan luka yang mendalam. Gosip-gosip tidak mengenakkan sering menerpanya, apalagi rumah dekat wilayah pasar membuat gosip-gosip semakin mudah tersebar. Menjadi buah bibir hampir dikatakan kebiasaan karena tindakannya yang tidak dianggap wajar oleh warga sekitar.
ADVERTISEMENT
“Oalah… anak tentara itu? Kok model teman-temannya berandal. Rambut gondrong, suka nongkrong malam, perokok, lontang-lantung nggak jelas di jalan, apa baiknya berteman dengan mereka? ”
“Anak perempuan berteman dengan banyak lelaki nggak ilok. Apalagi sering nongkrong sampai malam. Itu nongkrong apa nongkrong?”
Beberapa cuitan yang agaknya sering terdengar di telinga. Lantas, apa salahnya jika berteman dengan manusia-manusia berandal? Bukannya negara ini telah menjunjung Hak Asasi Manusia yang di dalamnya juga menyorot kebebasan. Dan mereka, manusia-manusia yang katanya berandal, mereka berhak ditemani dan diperlakukan sama seperti manusia lain.
Saiful, salah satu dari sekian banyakanya teman lelaki Husnul. Seorang anak pejabat desa, tepatnya anak Pak Carik yang penuh wibawa. Sama halnya dengan Husnul, Saiful juga anak orang terpandang di desa. Namun, di balik kewibawaan latar belakang keluarganya, mereka lebih memilih jalan kebebasan sebagai peta perjalanan hidupnya. Siapa sangka jalan kebebasan itu yang mempertemukan mereka menjadi sepasang sejodoh meskipun banyak rintangan yang harus dilalui.
ADVERTISEMENT
“Ful, bagaimana dengan kita? Sudah lama ibumu tidak menyukaiku, bahkan sampai kini sepertinya tidak ada tempat untukku di hati ibumu. Apakah aku seburuk itu di mata keluargamu?”
“Sabar dulu, Nul. Alasan keluargaku tidak menyukaimu memang sulit diterima. Tapi bukan berarti kita harus menyerah dengan keadaan ini. Masih banyak jalan menuju pelaminan. Aku berjanji akan segera menikahimu meskipun tanpa restu pihak keluargaku”.
Kesabaran membuahkan hasil. Ikrar ijab pernikahan terdengar dari mulut Saiful yang tampak bahagia meskipun tanpa kehadiran keluarganya. Hal tersebut membuat mulut tetangga kembali komat-kamit membicarakan sesuatu yang janggal di pernikahan itu.
“Eh, Bu. Kok Pak Carik dan istrinya tidak ada di sini. Memangnya mereka kemana? Masak anak sendiri menikah tidak dihadiri”
ADVERTISEMENT
“Loh, sampean ini bagaimana to. Kan keluarganya Pak Carik nggak setuju kalau Saiful nikah sama Husnul. Mereka itu masih ada ikatan saudara, takutnya malah jadi dadung kepuntir”
Ya, istilah dadung kepuntir melekat di pernikahan mereka. Husnul dan Saiful masih ada ikatan keluarga, tepatnya masih satu buyut. Hal itu lah yang menjadi alasan terberat mengapa keluarga Saiful tidak merestui hubungannya dengan Husnul. Bahkan, ibu Saiful sempat mengeluarkan kata-kata semacam sumpah yang akan membawa keburukan di kehidupan Saiful dan Husnul.
Bagaimanapun ijab sah telah diujarkan dan mereka telah resmi dalam satu ikatan pernikahan. Mau tidak mau, keluarga Saiful harus menerima kenyataan bahwa Husnul adalah bagian dari keluarganya. Kenyataan yang cukup membawa kepahitan. Tampaknya sangat sulit melunakkan hati keluarga Saiful. Husnul harus melahirkan dua anak yang lucu barulah hati keluarga Saiful melunak dengan sendirinya. Di sebuah rumah yang sangat sederhana, mereka membesarkan kedua anaknya dengan cinta.
ADVERTISEMENT
Sebagian hati menerima, dan bagian lainnya menolak. Terkadang keluarga Saiful tampak baik dan menerima Husnul dengan sikap sayangnya. Tapi, terkadang perasaan menolak itu ada. Menolak kenyataan bahwa Husnul anak mantu mereka. Hal itu yang membuat Husnul merasa hidup di tengah-tengah keluarga bertopeng kepalsuan. Beruntungnya Husnul melahirkan kedua anak yang lucu, setidaknya kelahiran anak itu bisa mengangkat status Husnul. Tidak mendapatkan status sebagai mantu tapi mendapatkan status sebagai ibu dari cucu-cucu Pak Carik.
***