Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Festival Bahasa Indonesia Wujud Representasi Sumpah Pemuda
26 Oktober 2021 20:14 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Aurora Zaen Afrani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak tercetusnya sumpah pemuda 1928 di Batavia, Oktober menjadi salah satu bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Bulan yang diwarnai dengan semangat juang generasi muda itu berhasil menggerakkan rasa cinta Indonesia sekaligus sebagai tonggak awal pergerakan kemerdekaan Indonesia. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari tiga sumpah keramat yang dirumuskan saat momen kongres sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Ibarat angin segar yang membawa perubahan, kemunculan sumpah pemuda ini merupakan momentum bersejarah yang patut dikenang dan diapresiasi.
ADVERTISEMENT
Tumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Begitulah bunyi inti dari tiga sumpah keramat yang berhasil menghipnotis seluruh masyarakat Indonesia. Atas seruan sumpah tersebut, bangsa Indonesia semakin mengenal jati dirinya sebagai manusia-manusia timur yang berbahasa santun dan berkepribadian luhur. Sampai kini, isi sumpah pemuda tetap menggema dengan tanda banyaknya representasi di tengah masyarakat Indonesia.
Banyak hal yang merepresentasikan momen sumpah pemuda, salah satunya dalam wujud festival bahasa Indonesia. Festival tersebut dilaksanakan hampir di seluruh jenjang pendidikan di Indonesia. Mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi semuanya berlomba-lomba menyemarakkan festival bahasa Indonesia. Tentunya acara tersebut relevan dengan sumpah pemuda 28 Oktober 1928 karena salah satu isinya berupa seruan untuk menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Dengan demikian, festival bahasa Indonesia layak dijadikan sebagai ajang tahunan yang representatif.
ADVERTISEMENT
Rangkaian festival bahasa Indonesia dimulai semenjak memasuki bulan Oktober yang digadang-gadang sebagai bulan bahasa. Sebagai sarana menjunjung bahasa Indonesia, festival tersebut tidak terlepas dari ragam jenis produk bahasa Indonesia termasuk karya sastranya. Mulai dari antologi puisi, naskah drama, cerpen, novel, esai, karya ilmiah, dan lain sebagainya turut memeriahkan bulan bahasa. Selain itu, ragam jenis produk bahasa tersebut juga dijadikan sebagai bahan kompetisi yang berhasil memunculkan karya-karya terbaik di kancah lokal dan nasional.
Salah satu contoh festival bahasa Indonesia yang berhasil dan berkelanjutan telah diadakan oleh Universitas Negeri Surabaya. Setiap tahun, Unesa mengadakan festival bahasa Indonesia dengan sasaran peserta mulai dari pelajar SMP, SMA, dan juga mahasiswa. Pemilihan sasaran tersebut mencerminkan kepedulian Unesa terhadap generasi muda. Dengan adanya festival semacam ini, Unesa berharap generasi muda semakin aktif berkarya terutama berkarya dalam bidang kebahasaan sekaligus kesusasteraannya. Hal ini tentu relevan dengan sumpah pemuda yang peringatannya sebulan dengan peringatan bulan bahasa.
ADVERTISEMENT
Hal demikian tentu membawa dampak positif bagi negara karena secara tidak langsung ajang festival bahasa Indonesia dapat meningkatkan produktivitas dunia kepengarangan dan kepenulisan di Indonesia. Tidak hanya itu, festival bahasa Indonesia juga melahirkan penulis ataupun pengarang baru dengan genre yang lebih segar sesuai era sekarang. Seperti yang telah diketahui bersama, dunia kepengarangan dan kepenulisan di Indonesia selalu bergerak dinamis mengikuti alur perkembangan zaman. Oleh karena itu, diperlukan penyegaran dan pembaharuan supaya dunia kepengarangan dan kepenulisan di Indonesia tetap diminati generasi milenial.
Budaya Bahasa Generasi Milenial
Mengapa perlu melibatkan generasi milenial? Jika dikaitkan relevansinya dengan sumpah pemuda tentu jawabannya adalah untuk melestarikan bahasa Indonesia pada generasi milenial sebagai bahasa persatuan. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat generasi milenial rentan terpengaruh kebudayaan lain, termasuk budaya dalam berbahasa. Generasi milenial lahir bersamaan dengan arus globalisasi, modernisasi, dan digitalisasi yang pesat. Arus itulah yang menyebabkan budaya berbahasa generasi milenial terpengaruh sehingga tidak sedikit dari mereka yang mengingkari hakikat bahasa aslinya, yakni bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Fakta di lapangan menunjukkan kini generasi milenial cenderung tertarik dengan bahasa asing seperti bahasa Korea, bahasa Jepang, dan bahasa Inggris. Salah satu faktor penyebab ketertarikan itu muncul karena adanya beberapa tren budaya. Contoh saja trend K-Pop, sebuah produk budaya Korea yang bergelut pada bidang musik. Musik ataupun lagu erat kaitannya dengan bahasa karena alunan nada yang dilantunkan berupa rangkaian bahasa yang menyatu pada lirik. Tren ini berhasil mempengaruhi pendengarnya sehingga terbentuk keinginan untuk mempelajari bahasa Korea meskipun tidak terlalu intensif.
Contoh lainnya ada pada tren Jejepangan, sebuah gaya baru yang dilatarbelakangi oleh ketertarikan budaya Jepang. Produk tren ini antara lain berupa budaya, musik, anime, dan manga. Sama halnya dengan tren K-Pop, tren ini juga berhasil mempengaruhi penggemarnya. Banyak penggemar Jejepangan yang tertarik mempelajari bahasa Jepang karena mereka yakin hal tersebut merupakan modal utama untuk mendalami tren itu. Alhasil ada penggemar yang belajar bahasa Jepang secara autodidak dan ada pula yang mengikuti program pembelajaran lebih intensif, contohnya melalui kursus bahasa Jepang. Bahkan beberapa kasus di Perguruan Tinggi Indonesia menunjukkan mahasiswa memilih program studi bahasa Jepang salah satu alasannya karena mereka menyukai tren Jejepangan.
ADVERTISEMENT
Fenomena semacam ini memang wajar terjadi di era globalisasi. Namun, jika tetap dibiarkan dan tidak ditindaklanjuti, besar kemungkinan adanya pergeseran bahasa. Hal itu juga bisa berlaku pada keberadaan bahasa Indonesia. Fenomena semacam ini merupakan ancaman yang serius dan harus segera diatasi. Apalagi tren-tren semacam ini diikuti hampir semua kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan beberapa orang tua yang masih eksis bergaya. Oleh karena itu, diperlukan filtrasi sekaligus pengupayaan untuk meningkatkan rasa cinta tanah air termasuk mencintai bahasanya, yakni bahasa Indonesia.
Melalui festival bahasa Indonesia sebagai representasi sumpah pemuda diharapkan generasi milenial dapat mengembalikan hakikat berbahasanya. Tidak ada salahnya jika generasi milenial mengikuti perkembangan bahasa terbaru yang dilatarbelakangi arus modernisasi dan globalisasi. Akan menjadi masalah jika generasi milenial enggan menggunakan bahasa Indonesia, bahkan tidak lagi menghargai keberadaan bahasa Indonesia dengan beragam alasan. Alasan yang tampak jelas adalah bahasa Indonesia dianggap tidak keren, terlalu biasa, dan ketinggalan zaman.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi yang Kompetitif
Untuk meningkatkan rasa cinta tanah air termasuk mencintai bahasa Indonesia diperlukan upaya yang tepat dan dapat diterima masyarakat luas. Pengupayaan tersebut akan lebih tepat sasaran jika terbentuk kolaborasi yang tersepakati antara pemerintah dengan rakyatnya. Mungkin, isi sumpah pemuda juga dapat dikatakan sebagai bentuk kolaborasi yang tersepakati. Akan tetapi, kesepakatan tersebut belum berhasil mencapai tujuan yang sesungguhnya. Masih banyak oknum yang belum bisa mengimplementasikan makna sumpah tersebut. Dengan demikian diperlukan upaya yang lebih konkret dan lebih dekat dengan masyarakat.
Di sinilah festival bahasa Indonesia dapat berperan sebagai salah satu upaya konkretnya. Festival semacam ini lebih dekat dengan masyarakat terutama bagi kalangan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Tidak dapat dipungkiri, festival semacam ini perlu dilestarikan. Selain sebagai sarana kompetitif, festival tersebut juga bermanfaat sebagai sarana edukatif. Tentunya edukasi yang diberikan berkaitan dengan kebahasaan dan juga kesastraan Indonesia. Bagi peserta yang mengikuti ajang festival bahasa Indonesia, secara tidak langsung mereka dapat diibaratkan sebagai pejuang bahasa karena antusiasnya merupakan cerminan bentuk penghargaan terhadap bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tekanan kompetisi budaya bahasa menyebabkan perlunya kolaborasi yang kompetitif. Hal tersebut diperlukan karena perkembangan teknologi informasi masa kini semakin bervariatif dan konsumtif. Diperkuat dengan fakta bahwa mayoritas masyarakat semakin konsumtif akan hasrat mengikuti tren terkini. Dalam kaitannya dengan bahasa, tren tersebut terpancarkan melalui keinginan mempelajari bahasa asing sehingga mereka berupaya mengikuti kursus-kursus bahasa asing. Alasan yang sering melatarbelakanginya yakni untuk mempertahankan eksistensi personal di era ketatnya persaingan yang mengglobal.